Home > Halaqah Silsilah Ilmiyah > Qawa'idul Arba' > Halaqah 24 – Qa’idah Yang Ketiga Bagian 4

Halaqah 24 – Qa’idah Yang Ketiga Bagian 4

🎙 Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
📗 Silsilah Qawa’idul Arba’

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين

Halaqah yang ke-24 Penjelasan Kitāb Al Qawā’idul Arba’ karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb At-tamīmiy rahimahullāh

▪Dalīl Menyembah Pohon dan Batu

Dan dalīl bahwasanya disana ada yang menyembah pohon dan batu adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla dalam surat An-Najm 19-20 :

أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّىٰ * وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَىٰ

Apa pendapat kalian tentang,

⑴. Al Lāta
⑵. Al’Uzzā
⑶. Manāh

Ini adalah 3 diantara sesembahan-sesembahan-sesembahan orang-orang Musyrikin Quraysh.

① Al Lāta

Al Lāta adalah orang yang shālih yang dahulu diantara amalan shālihnya adalah memberi makan orang-orang yang sedang berhaji.

Ketika dia meninggal dunia maka diagung-agungkan oleh orang-orang Musyrikin Quraysh.

② Al’Uzzā

Al’Uzzā bentuknya adalah sebuah pohon.

Sebuah pohon yang besar yang diagung-agungkan oleh orang-orang Quraysh.

③. Manāh

Manāh adalah sebuah batu besar

Menunjukan bahwasanya disana ada yang mengagungkan pohon demikian pula batu.

Ada diantara orang-orang musyrikin yang menyembah :

√ Orang shālih
√ Menyembah batu dan pohon
Diantara dalīlnya adalah dari Abī Wāqid Al laytsiy Radhiyallāhu ‘anhu :

وَحَدِثُ أَبِي وَاقِد اللَيثِي رضي الله عنه قَال :
خَرَجْنَا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى حُنَين و نحنُ حُدَثَا ءَ عِهدٍ بِكُفرِ, وَ لِلْمُشِّكِينَ سِدْرَةٌ

Kami keluar bersama Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam kearah Hunain dan ini terjadi setelah dibuka nya kota Mekkah pada tahun 8 Hijriyyah, banyak diantara orang-orang musyrikin Quraysh yang mereka masuk kedalam agama Islām.

Yang sebelumnya musyrik ketika dibuka kota Mekkah mereka masuk kedalam agama Islām.

Setelah dibukanya kota Mekkah maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menuju ke kota Hunain dan bersama beliau orang-orang Islām,baik yang lama maupun yang baru dan disini Abū Wāqid Al laytsiy dia menceritakan (kami keluar bersama Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam ke arah Hunain)

و نحنُ حُدَثَا ءَ عِهدٍ بِكُفرِ

Dan kami baru saja masuk kedalam agama Islām artinya bekas-bekas Jāhilīyah (bekas kesyirikan) sebagian masih ada di dalam diri mereka.

وَ لِلْمُشِّكِينَ سِدْرَةٌ

Dan orang-orang musyrikin memiliki sebuah pohon.

يَعْكُفُونَ عِندَهَا و يَنُوطُونَ بِهَا أَسْلِحَتَهُم

Yang mereka ber ‘itiqaf disekitar pohon tersebut dan menaruh senjata-senjata mereka dipohon tersebut.

Abū Wāqid menceritakan bahwasanya orang-orang musyrikin dahulu mereka memiliki sebuah pohon yang mereka sering ber ‘itiqaf di pohon tersebut (berdiam diri disana) mengagungkan pohon tersebut, mengagungkan selain Allāh disamping itu mereka juga menaruh senjata-senjata mereka dipohon tersebut.

Tujuannya mencari bārakah supaya senjata-senjata tersebut ketika digunakan untuk berperang membawa bārakah dan kemenangan, dan ini menunjukan bahwasanya perilaku seperti ini adalah termasuk perilaku orang-orang musyrikin.

Kemudian beliau mengatakan :

يُقَالُ لَهَا : ذَاتُ أَنْوَاطٍ

Pohon tersebut dinamakan Dzātu Anwāth dikenal dikalangan orang-orang musyrikin dengan nama Dzātu Anwāth.

فَمَرْرَنَا بِسِدْرَةٍ

Maka ketika kami menuju Hunain menemui sebuah pohon

فَقُلْنَا يا رسلو الله اِجعَل لنَا ذَاتُ أَنْوَاطٍ كما لهم ذَاتُ
أَنْوَاطٍ

Yā Rasūlullāh, buatkanlah untuk kami sebuah Dzātu Anwāthin sebagaimana orang-orang musyrikin memiliki Dzātu Anwāth.

Mereka meminta kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam supaya dibuatkan pohon dijadikan sebuah pohon yang disitu mereka ber’itiqaf dan mereka menaruh dan meletakan senjata-senjata mereka disitu.

Ucapan ini diucapkan oleh mereka karena mereka baru saja masuk kedalam agama Islām.

Tentunya lain antara orang yang sudah lama masuk dan belajar agama Islām dengan orang yang baru saja masuk kedalam agama Islām.

Oleh karena itu tidak heran apabila disini sebagian shahābat yang baru saja masuk Islām mereka meminta kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam supaya dibuatkan Dzātu Anwāth.

Kemudian beliau mengatakan:

وَقَالُ رَسُول الله ﷺ الله أكبر

Allāh Maha Besar, Allāh Maha Besar dari apa yang kalian ucapkan, kalian telah mengucapkan sesuatu yang besar syirik kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kemudian beliau mengatakan :

إِنَهَا السُنَّن قُلْتُم والذي نَفْسِي بِيَدِهِ كما قَالَتْ بَنُو إِسرَاءِيل لِمُوسَى, اجعَلْ لَنَا إِلَهًا كما لهُم أَلِهَةٌ

Ini adalah jalan-jalan orang-orang sebelum kalian

Kemudian beliau mengatakan:

قُلْتُم والذي نَفْسِي بِيَدِهِ

Kalian telah mengatakan Demi Allāh, yang jiwaku ada ditangannya, kalian telah mengatakan sesuatu yang pernah dikatakan oleh Banu Isrāil kepada Mūsā ‘alayhissalām.

Ucapan kalian ini persis dengan yang dikatakan oleh Bani Isrāil kepada Mūsā dalam surat Al-A’rāf 138

Apa yang mereka katakan?

اجعَلْ لَنَا إِلَهًا كما لهُم أَلِهَةٌ

Bani Isrāil ketika diselamatkan oleh nabi Mūsā ‘alayhissalām dari cengkraman Fir’aun dan tentaranya, dikeluarkan dari Mesir dan Allāh menyelamatkan mereka dari laut setelah menyeberang lautan, mereka mengatakan

اجعَلْ لَنَا إِلَهًا كما لهُم أَلِهَةٌ

Wahai Mūsā buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan.

Mereka ingin memiliki sesembahan yang bisa dilihat, yang bisa mereka sentuh sebagaimana mereka melihat ini diantara orang-orang musyrikin.

Orang-orang Bani Isrāil tinggal bersama orang-orang Musyrikin, melihat orang-orang musyrikin yang mereka menyembah sesuatu yang bisa dilihat sehingga mereka disini meminta kepada nabi Mūsā untuk membuatkan tuhan yang mereka akan sembah sebagaimana orang-orang musyrikin memiliki tuhan.

اجعَلْ لَنَا إِلَهًا كما لهُم أَلِهَةٌ

Jadikanlah untuk kami seorang Tuhan sebagaimana mereka orang-orang musyrikin memiliki Tuhan.

Persis dengan yang dikatakan oleh Bani Isrāil kepada nabi Mūsā ‘alayhissalām oleh karena itu Mūsā mengatakan

الله أكبر إِنَهَا السُنَّن قُلْتُم والذي نَفْسِي بِيَدِهِ
كما قَالَتْ بَنُو إِسرَاءِيل لِمُوسَى

Demi Allāh, Apa yang kalian katakan sama dengan yang dikatakan oleh bani Isrāil kepada nabi Mūsā.

Hadīts ini menunjukan kepada kita bahwasanya ada diantara orang-orang musyrikin yang mereka menyembah kepada pohon.

Sehingga dengan ini kita mengetahui apa yang dikatakan oleh Al Mualif/pengarang ( Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb At-tamīmiy rahimahullāh) semuanya berdasarkan dalīl.

Ketika beliau mengatakan.

أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ ظَهَرَ عَلَى أُنَاسٍ مُتَفَرِّقِينَ فِي عِبَادَاتِهِمۡ

Bahwasanya nabi Shallallāhu ‘alayhi wa sallam muncul dan diutus oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla ditengah-tengah manusia yang mereka berbeda-beda didalam ibadahnya.

Kenapa hal ini beliau kemukakan kepada kita?

Supaya kita tahu bahwasanya seseorang yang menyembah orang shālih sekalipun maka ini termasuk kesyirikan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Ini termasuk kesyirikan karena sebagian menganggap yang dilarang adalah apabila kita menyembah berhala atau menyembah batu, matahari tapi kalau kita berdo’a kepada orang-orang shālih /menyembah orang shālih maka ini tidak masalah.

Kita katakan ucapan ini adalah ucapan yang tidak benar dan bertentangan dengan dalīl dari Al Qurān dan juga sunnah Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam

وصلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

image_pdfimage_print

2 thoughts on “Halaqah 24 – Qa’idah Yang Ketiga Bagian 4”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top