Home > Bimbingan Islam > Matan Abu Syuja > Kajian 113 | Rukun-Rukun Haji

Kajian 113 | Rukun-Rukun Haji


🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abu Syuja
📝 Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad Al-Asfahāniy (Imam Abū Syujā’)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Alhamdulilāh pada pertemuan yang ke-113 ini kita masih melanjutkan Kitābul Hajj dan kita masuk pada pembahasan rukun-rukun ibadah haji.

Rukun adalah amalan yang apabila dia ada maka ibadah itu ada dan apabila dia tidak ada maka ibadah itu tidak ada.

Artinya apabila tidak dikerjakan (ditinggal) maka ibadah tersebut dianggap tidak ada atau tidak dianggap sama sekali (tidak sah).

Maka membahas rukun ini adalah perkara yang sangat penting untuk diketahui. Begitu pula pada ibadah-ibadah yang lain selain haji, seperti umrah, shalāt (misalnya).

Apabila seseorang meninggalkan rukun shalāt maka ibadah shalāt tidak dianggap artinya tidak sah.

Di dalam ibadah haji di sana dibedakan antara rukun dan amalan yang wajib, adapun amalan yang rukun apabila ditinggalkan maka tidak bisa ditutup dengan dam.

Adapun amalan-amalan yang masuk dalam kategori wajib maka apabila ditinggalkan dia  bisa digantikan dengan dam.

Berkata mualif rahimahullāh:

وأركان الحج أربعة: الإحرام مع النية والوقوف بعرفة والطواف بالبيت والسعي بين الصفا والمروة.

“Rukun haji ada empat; niat ihram, wuquf, thawāf di ka’bah, sai antara Shafā dan Marwah.”

Di dalam madzhab syāfi’i, disebutkan dalam riwayat yang lain bahwa rukun haji ada enam, nanti kita akan sebutkan dua yang lainnya

• Rukun-Rukun Haji

⑴ Ihram dengan Niat (الإحرام مع النية).

Tatkala seorang masuk ke dalam atau ingin melaksanakan ibadah haji maka harus di dalam hatinya menegaskan niat bahwa dia bermaksud melaksanakan ibadah haji (masuk ke dalam nusukh atau ibadah).

Seorang tatkala berada di dalam miqāt, maka dia harus berniat dan menyatakan bahwa dia masuk di dalam nusukh, ini yang dimaksud dengan niat.

Adapun talafuzh hukumnya sunnah, sementara niat hukumnya rukun, ini perlu diperhatikan. Seorang yang berniat di dalam hatinya (dia berazam) untuk masuk ke dalam nusukh tapi dia tidak talafuzh maka hajinya sah, akan tetapi apabila seorang tidak berniat masuk ke dalam nusukh maka hajinya tidak sah.

Bagaimana bila seorang melewati miqāt, dia lupa untuk berniat, kemudian dia baru berniat setelah melewati miqāt ?

⇒ Haji orang tersebut tetap sah akan tetapi dia meninggalkan satu kewajiban yaitu kewajiban berniat di miqāt.

Karena wajibnya berniat di miqāt, dan dia harus membayar dam kecuali apabila dia kembali lagi ke miqāt kemudian dia berniat di situ.

Seorang apabila dia berniat walaupun dia berniatnya di kota Mekkah misalnya maka hajinya sah akan tetapi dia meninggalkan satu kewajiban yaitu berniat di miqāt.

⑵ Wuqūf (الوقوف بعرفة).

Wuqūf ini adalah berdiam diri di Arafah (satu tempat yang disebut dengan Arafah) dan Arafah ini ada batas-batasnya.

Batas-batas Arafah sudah ditentukan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, diajarkan kepada Nabi Ibrāhīm ‘alayhissallām dan kemudian dilaksanakan oleh orang-orang setelahnya.

Di sana ada beberapa sebab kenapa disebutkan Arafah.

√ Ada yang mengatakan (dalam tafsir) di Arafah Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberitahukan kepada Nabi Ibrāhīm alayhissallām.

√ Ada yang mengatakan di situ ada ta’aruf antara Nabi Ādam ‘alayhissallām dengan Hawa.

Wuqūf di Arafah adalah salah satu rukun yang paling penting.

Sebagaimana sabda Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

اَلحَجُّ عَرَفَةُ

“Haji itu Arafah,”

(Hadīts riwayat At Tirmidzī nomor 889, Abū Dāwūd nomor 1949)

Kapan waktunya seorang dikatakan wuqūf di Arafah?

Di sana ditentukan waktunya oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

 الْحَجُّ عَرَفَةُ مَنْ جَاءَ لَيْلَةَ جَمْعٍ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَقَدْ أَدْرَكَ الْحَجَّ

“Haji adalah Arafah, barangsiapa yang datang pada malam Arafah sebelum terbit fajar, maka dia telah mendapatkan haji.”

(Hadīts riwayat Tirmidzī nomor 889)

Waktunya mulai dari tergelincir matahari sampai waktu sebelum fajar hari berikutnya (hari ‘Ied) maka apabila seseorang dia wuqūf di Arafah walau hanya sebentar maka sudah dikatakan sah.

Adapun yang wajib adalah seseorang wuqūf di Arafah dari setelah tergelincirnya matahari sampai terbenam matahari.

Akan tetapi apabila dia hanya sebentar (misalnya) hanya satu jam atau satu menit dan dia pergi sebelum terbenam matahari maka dia harus membayar dam.

Dan boleh apabila seorang yang terlambat (misalnya) seseorang wuqūf di Arafah dan dia baru datang setelah Isyā’, maka ibadah hajinya sah karena dia telah melaksanakan rukun dari wuqūf

⑶ Thawāf di Ka’bah  (الطواف بالبيت).

Thawāf yang dimaksud di sini adalah thawāf ifadhah karena thawāf ifadhah adalah rukun haji.

Thawāf adalah mengelilingi kabah dengan tata cara tertentu yang sudah diatur oleh syari’at sebanyak 7 putaran, dimulai dari hajar aswad dan menjadikan Ka’bah disebelah kirinya.

⑷ Sai antara Shafā dan Marwah (السعي بين الصفا والمروة).

Sai yaitu berlari-lari antara Shafā dan Marwah, dia berjalan dari bukit Shafā kemudian ke bukit Marwah sebanyak 7 kali, dimulai dari Shafā dan diakhiri di Marwah.

√ Dari Shafā ke Marwah satu kali.
√ Dari Marwah ke Shafa dua kali.
√ Dari Shafa ke Marwah tiga kali.
√ Sampai tujuh putaran.

Tambahan di dalam madzhab syāfi’i:

⑸ Mengundul atau memendekan rambut

Menurut madzhab syāfi’i ini adalah rukun.

⑹ Tartib

Melakukan secara berurutan, seperti:

√ Niat
√ Wuqūf di Arafah
√ Thawāf Ifadhah
√ Sai haji
√ Mencukur atau mengundul rambut.

Ini adalah enam rukun yang disebutkan di dalam madzhab syāfi’i di dalam rukun haji.

Demikian semoga bermanfaat dan kita akan lanjutkan pada halaqah berikutnya in syā Allāh.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
______

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top