🌍 WAG Dirosah Islamiyah
🎙 Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri MA حفظه لله تعالى
📗 Kitabul Buyu’ Matan Abu Syuja
~~~•~~~•~~~•~~~•~~~
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة و السلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه أمام بعد
Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Masih bersama untaian (matan) atau kata-kata dari Al Imam Al Mualif Abu Syuja’ Rahimahullahu Ta’ala. Dalam kitabnya Matan Al Ghayah Fil Ihtishor.
Kali ini kita sampai pada pembahasan tentang Al-Hawalah الحوالة yaitu mentransfer hutang. Kasusnya transfer hutang dari seseorang kepada orang lain, biasanya terjadi melibatkan 3 pihak.
Pihak pertama sebagai pihak yang berhutang atau debitur.
Pihak debitur ini atau pihak yang berutang ini atau kita sebut A misalnya berhutang kepada si B sebesar 100 juta. Sehingga secara hukum A berkewajiban membayar hutang tersebut kepada si B pada waktu yang telah disepakati.
Di saat yang sama ada pihak ketiga yang bernama C misalnya. Si C berhutang pula kepada si A dalam nominal tertentu atau mudahnya dalam nominal yang sama 100 juta. Si C berkewajiban pula untuk melunasi piutang si A, alias si C pada saat jatuh tempo nanti ia berkewajiban untuk membayar 100 juta kepada si A sebagaimana si A pada saat jatuh tempo dia berkewajiban membayar hutang kepada si B.
Dalam kasus semacam ini seringkali si A yang berhutang kepada si B dia tidak ingin karena satu atau dua alasan, tidak ingin melunasi hutang secara langsung kepada si B. Namun ia memberikan surat perintah atau mengadakan kesepakatan dengan si B agar si B menagihkan piutangnya kepada si C. Dan agar si C membayarkan piutang si A kepada si B.
Dengan praktek semacam ini, maka kemudian si A terbebas dari hutangnya sebagaimana Si C juga terbebas dari hutangnya. Dan si B merasa telah mendapatkan haknya dari si A. Praktek semacam ini disebut dengan Al Hawalah (transfer piutang).
Dalam hukum Islam, hak Al Hawalah secara global di sepakati oleh para ulama itu sebagai satu praktek yang legal (suatu praktek yang sah) alias masyru’. Sah untuk dilakukan.
Dan ketika itu terjadi akad hawalah ini terlaksana maka berarti si A (pihak yang berhutang kepada si B) akan terbebas dari tanggungannya. Sebagaimana si C yang telah melakukan pembayaran kepada si B atas perintah A, maka si C juga terbebas dari hutang kepada si A, sebagaimana si B merasa dia telah mendapatkan haknya. Ini disebut dengan praktek hawalah.
Praktek hawalah ini sekali lagi telah disepakati di kalangan para ulama sebagai satu praktek yang legal (satu praktek yang halal, sah secara hukum) dan itu adalah salah satu instrumen (salah satu metode) yang diajarkan dalam Islam sebagai solusi untuk pembayaran hutang piutang.
Karena sering kali dalam satu kasus hutang piutang si A mungkin tidak memiliki nominal atau uang tunai untuk membayar kepada si B. Akan tetapi si C yang berhutang kepada si A, dia mampu melakukan pembayaran. Dan dia bisa memiliki uang tunai.
Atau kadang kala, kadang kala si A merasa tidak mampu menagih hutangnya (menagih piutangnya) kepada si C. Karena si C ini misalnya pihak yang tidak kooperatif, pihak yang mungkin memiliki kedudukan. Sehingga si A sungkan atau tidak berani untuk melakukan penagihan.
Tetapi pihak si B bisa jadi memiliki power (memiliki kekuatan) orang yang lebih disegani oleh si C. Maka si A bersepakat dengan si B agar si B lah yang menagih piutang si A sebagai instrumen pembayaran hutang si A. Ini alasan kedua. Alasan karena A tidak mampu melakukan penagihan kepada si C.
Alasan ketiga, bisa jadi ini adalah sebagai bentuk pelarian. Bentuk pelarian dari si A, dari melakukan tanggung jawabnya (membayar hutang kepada si B). Kenapa? Karena bisa jadi A memiliki niat jelek (memiliki niat jahat). Ia tahu piutangnya atas si C adalah piutang yang macet. Ia tidak mampu menagihnya.
Namun, ia juga tidak bersikap kooperatif kepada si B. Sehingga ia ingin menjerumuskan si B agar tidak lagi menagih dirinya. Dan kemudian si B berurusan dengan si C yang tidak kooperatif dalam urusan utang piutang. Kadang niatnya baik, kadang niatnya jelek.
Dan masing-masing kondisi ini tentu memiliki hukum yang berbeda. Akan tetapi secara garis besar (secara global) transfer utang semacam ini, itu secara global sah. Dan dibenarkan dan bahkan diajarkan.
Apalagi bila kondisinya si C yang berhutang kepada si A ini ternyata memang dia lebih mampu untuk melakukan pembayaran atau minimal dia sama. Memiliki kapasitas kemampuan yang sama dengan si A untuk melakukan pembayaran. Sehingga mereka kooperatif.
Dengan demikian terjadi satu interaksi yang mutualisme. Memendekkan proses tagih menagih. Dan lebih cepat dibanding A menagih kepada si C, dan si C mentransfer dananya. Kemudian baru si A mentransferkan dananya kepada si B. Tentu ini akan terjadi proses panjang.
Tetapi ketika si C langsung menyelesaikan tanggungannya kepada si B atas perintah si A. Maka ini terjadi pemendekkan mata rantai interaksi atau hubungan. Apalagi bila utang piutang tersebut bukan utang piutang dalam bentuk nominal uang.
Bisa jadi utang piutang dalam bentuk pekerjaan atau utang piutang dalam bentuk barang yang tentu mobilisasi pemindahan barang dari si C kepada si A kemudian baru si A memindahkannya kepada si B.
Ini tentu menimbulkan cost (menimbulkan beban baru), sehingga ketika terjadi kesepakatan yang ini menguntungkan kedua belah pihak, daripada si C bersusah payah memindahkan barang kepada si A kemudian si A memindahkan barang kepada si B.
Maka dengan kesepakatan ini antara B dan A maka terjadi satu minimalisasi cost (memperkecil biaya) yang timbul atas pemindahan barang.
Sehingga si C langsung memindahkan kepada si B. Apalagi bila jarak antara si B dan si C ini sangat pendek (lebih murah) dibanding harus kepada si A terlebih dahulu. Ini sangat-sangat memungkinkan terjadi di dunia perniagaan ataupun di dunia hutang piutang.
Ini yang bisa saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla menambahkan taufik dan hidayah-Nya kepada Anda. Kurang dan lebihnya mohon maaf.
وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•