🎙 Ustadz Ahmad Anshori, Lc حفظه لله تعالى
📗 Kitāb Majalis Syahri Ramadhān (مجالس شهر رمضان)
📝 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin حفظه لله تعالى
〰〰〰〰〰〰〰
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركات
إن الحمدلله و صلاة و سلام على رسول الله و بعت
Sekarang kita membahas beberapa hal yang dianggap sebagai pembatal puasa padahal sebenarnya bukan pembatal puasa. Artinya, orang yang melakukan hal-hal ini tidak membatalkan puasanya.
⑴ Mimpi basah di siang hari bulan Ramadhān.
Mimpi basah ini tidak membatalkan puasa, karena orang yang mimpi basah bukan di bawah kendalinya. Sehingga tidak adil jika hal seperti ini menjadi pembatal puasa. Termasuk juga orang yang dalam kondisi junub ketika sahur.
Jadi, ketika sahur seseorang masih dalam kondisi junub, belum mandi wajib. Kemudian dia mandi wajibnya ketika sudah tiba waktu Subuh. Maka yang seperti ini pun tetap sah puasanya.
Sama juga misalnya orang haidh ataupun nifas. Misalkan darah haidh atau darah nifasnya berhenti di malam hari atau ketika sahur, sampai sudah tiba waktu Subuh dan belum mandi wajib, maka puasanya tetap sah.
Kemudian yang kedua yang dianggap sebagai pembatal puasa padahal tidak yaitu:
⑵ Menggunakan tetes mata.
Menggunakan tetes mata tidak membatalkan puasa, walaupun memang sering kali tetesan itu terasa di tenggorokan kita. Akan tapi tetesan itu masuk dalam tenggorokan kita tidak melalui jalurnya (jalur mulut), sehingga berdasarkan pendapat yang tepat maka tetesan mata tidak membatalkan puasa.
Di samping itu fungsinya bukan seperti fungsi makan dan minum. Tetes mata tidak memiliki fungsi untuk menambah gizi sebagaimana fungsi makan dan minum, sehingga tidak membatalkan puasa.
⑶ Mabuk di jalan (muntah).
Tidak batal puasanya, asalkan mabuknya tidak disengaja. Selama tidak sengaja maka tidak batal puasanya. Walaupun hal itu melewati tenggorokan akan tetapi yang seperti ini di luar kendali kita. Sama halnya seperti orang mimpi basah tadi, sehingga hal ini tidak membatalkan puasa.
Karena Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah mengampuni dosa kita yang tidak sengaja kita lakukan.
⑷ Marah atau ghibah atau melakukan dosa besar lainnya ketika sedang puasa.
Batal tidak puasanya?
Maka jawabnya: tidak batal puasanya.
Puasanya tetap sah dan tidak harus mengganti di hari yang lain. Akan tetapi bisa rusak pahala puasanya.
Pahala puasanya bisa hangus. Pahala puasa bisa tidak dia dapatkan walaupun kewajiban puasanya gugur. Bisa menyebabkan puasanya tidak bernilai. Ini bahayanya melakukan dosa besar ketika sedang puasa.
Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam berkata:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
_“Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta serta perbuatan maksiat serta kebodohan maka Allāh tidak butuh dia meninggalkan makan dan minumnya.”_
(Hadīts shahīh riwayat Al Bukhāri)
Jadi ini penting untuk kita ketahui, karena sebenarnya ruh puasa ada di sini.
Apa ruh puasa itu?
Ruh puasa itu surat Al Baqarah 183:
لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ,
_”Supaya kalian bertakwa.”_
Jadi, puasa kita harus bernilai takwa. Jangan sampai yang kita tahan hanya lambung saja. Lambung kita berhenti dari mengunyah dan mengikuti hawa nafsu kita. Akan tetapi kita tahan juga untuk tidak melakukan dosa-dosa.
⑸ Berkumur-kumur ketika puasa
Apakah berkumur-kumur ketika puasa membatalkan puasa?
Maka jawabannya: kumur-kumur tidak membatalkan puasa karena Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah berkata:
وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
_”Dan bersungguh – sungguhlah kalian dalam memasukan air ke dalam mulut kalian (beristinsyaq) kecuali ketika kalian sedang berpuasa.”_
(Hadīts riwayat Abu Dawud nomor 142 At Tirmidzi nomor 788, An Nassā’i nomor 114, Ibnu Mājah nomor 448. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadīts ini shahīh)
Masuk juga makna dari beristinsyaq itu adalah berkumur-kumur.
Sahabat Umar bin Khaththāb radhiyallāhu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam tentang hukum mencium istri ketika siang hari di bulan Ramadhān.
Maka Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjawab:
أَرَأَيْتَ لَوْ مَضْمَضْتَ مِنْ الْمَاءِ وَأَنْتَ صَائِمٌ
_”Bagaimana pendapatmu apabila Engkau berkumur-kumur di siang hari bulan Ramadhān (apakah itu membatalkan puasamu)?”_
Maka Umar berkata, “Tidak wahai Rasūlullāh.”
“Maka demikian juga dengan berciuman dengan istri di siang hari bulan Ramadhān.”
(Hadīts riwayat Abu Dawud nomor 2385)
Ini dalīl bahwa berkumur-kumur dan berciuman dengan istri, demikian juga menelan air ludah, tidak membatalkan ibadah puasa.
Demikian, terimakasih sudah menyimak.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
____________________