Home > Grup Islam Sunnah > Kitab Sifat Shalat Nabi ﷺ > Halaqah 125 – Bertumpu Dengan Tangan Ketika Bangkit Berdiri Ke Rakaat Selanjutnya Bag 02

Halaqah 125 – Bertumpu Dengan Tangan Ketika Bangkit Berdiri Ke Rakaat Selanjutnya Bag 02

🌍 Grup Islam Sunnah | GiS
🎙 Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A.
📗 صفة صلاة النبي ﷺ من التكبير إلى التسليم كأنك تراها
📝 Syaikh Al-Albani رحمه الله
~~~•~~~•~~~•~~~•~~~

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ.
الْحَمْدُ لِلهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ.

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus, kitab yang ditulis oleh Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu Ta’ala. Kitab tersebut adalah kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi ﷺ Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).

Jamaah sekalian rahimani wa rahimakumullah,

Syaikh Al Albani rahimahullahu Ta’ala mengatakan,

وَ ❲ كَانَ يَعْجِنُ فِي الصَّلَا ةِ: يَعْتَمِدُ عَلَى يَدَيْهِ إذَا قَامَ ❳

“Dahulu Rasulullah ﷺ melakukan _’ijn_ di dalam shalatnya, yaitu bertumpu dengan kedua tangan apabila Beliau bangkit berdiri.”

Maksudnya bertumpu dengan kedua tangan di sini adalah bertumpu dengan kedua tangan dalam keadaan terkepal. Inilah yang dimaksud dengan _’ijn_.

Syaikh Albani rahimahullahu Ta’ala berpendapat dengan pendapat ini ketika berdiri dari sujud, maka dia mengepalkan. Sunnahnya seperti ini menurut Syaikh Albani rahimahullahu Ta’ala. Jadi dikepalkan tangannya. Inilah yang dimaksud dengan _’ijn_.

Tapi ini sunnah ya. Ini menurut pendapat beliau sunnah, bukan wajib. Namun banyak ulama yang melemahkan hadits _’ijn_ ini terutama mutaqaddimin. Bahkan ada yang mengatakan, tidak satupun dari mutaqaddimin yang mengatakan hadits _’ijn_ shahih. Tidak satupun dari ulama mutaqaddimin yang mengatakan hadits _’ijn_ shahih ataupun hasan.

Mereka mendhaifkan hadits ‘ijn. Ini juga yang dijadikan sebagai kritikan oleh sebagian ulama tentang pendapatnya Syaikh Albani dalam masalah ini. Dan pendapat yang mengatakan bahwa hadits ‘ijn lemah, saya melihatnya lebih kuat. Pendapat yang mengatakan bahwa hadits ‘ijn itu lemah, pendapat itu lebih kuat, karena memang tidak ada ulama mutaqaddimin yang menshahihkan atau menghasankan hadits ‘ijn.

Kalau kita memilih pendapat ini maka konsekwensinya kita mengatakan bahwa ‘ijn tidak disyariatkan karena dasarnya lemah. Kita menghormati pendapatnya Syaikh Albani rahimahullahu Ta’ala. Beliau telah berijtihad; beliau melihat haditsnya hasan, misalnya, maka konsekwensinya beliau harus berpendapat dengan sunnahnya ‘ijn.

Tapi kalau kita menguatkan pendapat mayoritas ulama yang melemahkan hadits ‘ijn, maka kita katakan ‘ijn ini tidak disunnahkan (tidak disyariatkan). Kembali ke hukum asal, kita berdiri dengan tangan tidak terkepal. Wallahu Ta’ala a’lam.

Saya lebih menguatkan pendapat ini, bahwa hadits ‘ijn adalah hadits yang lemah. Hadits tentang ‘ijn adalah hadits yang lemah dan itulah pendapat ulama-ulama mutaqaddimin dan sebagian besar ulama mutaakhirin. Hanya sebagian kecil yang menghasankan hadits tentang ‘ijn ini. Wallahu Ta’ala a’lam.

____

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa ‘Ala.

Dan insyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ.

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top