Home > Grup Islam Sunnah > Kitab Sifat Shalat Nabi ﷺ > Halaqah 117 – Mengangkat Kepala dari Sujud

Halaqah 117 – Mengangkat Kepala dari Sujud

🌍 Grup Islam Sunnah | GiS
🎙 Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A.
📗 صفة صلاة النبي ﷺ من التكبير إلى التسليم كأنك تراها
📝 Syaikh Al-Albani رحمه الله
~~~•~~~•~~~•~~~•~~~

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ.
الْحَمْدُ لِلهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ.

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus, kitab yang ditulis oleh Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu Ta’ala. Kitab tersebut adalah kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi ﷺ Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).

Jamaah sekalian rahimani wa rahimakumullah,
Syaikh Albani rahimahullahu Ta’ala membawakan pembahasan tentang mengangkat kepala dari sujud.

Beliau mengatakan,

[ الرَّفْعُ مِنَ السُّجُودِ ]

– Mengangkat Kepala dari Sujud –

Beliau mengatakan,

ثُمَّ ❲ كَانَ ﷺ يَرْفَعُ رَأْسَهُ مِنَ السُّجُوْدِ مُكَبِّرًا ❳

“Kemudian, dahulu Rasulullah ﷺ mengangkat kepalanya dari sujud dalam keadaan bertakbir.”

Jadi bertakbirnya berbarengan dengan mengangkat kepala dari sujud.

وَأَمَرَ بِذٰلِكَ ❲ الْمُسِيْءَ صَلَاتَهُ ❳

“Dan Beliau memerintahkan hal tersebut kepada orang yang tidak baik shalatnya.”

فَقَالَ :

Beliau mengatakan,

❲ لَا يَتِمُّ صَلَاةٌ لِأَحَدٍ مِنَ النَّاسِ حَتَّى… يَسْجُدُ، حَتَّى تَطْمَئِنَّ مَفَاصِلُهُ، ثُمَّ يَقُوْلُ :❲ اللهُ أَكْبَرُ ❳ ، وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ حَتَّى يَسْتَوِيَ قَاعِدًا ❳

“Tidak sempurna shalat salah seorang dari manusia sampai dia bersujud, sampai sendi-sendinya benar-benar tenang. kemudian dia mengatakan ‘Allahu Akbar’,”

Di sini jelas, Rasulullah ﷺ memerintahkan kita untuk bersujud sampai badan kita tenang, sendi-sendi kita tenang. Itulah tumakninah. Setelah itu kita diperintahkan untuk membaca “Allahu Akbar”.

❲ وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ حَتَّى يَسْتَوِيَ قَاعِدًا ❳

“dan mengangkat kepalanya sampai duduk dalam keadaan lurus/dalam keadaan tegak.”

Ini sabda Nabi kita Muhammad ﷺ.
Saya ulangi, Beliau mengatakan:
“Tidak sempurna shalat salah seorang dari manusia sampai dia sujud, sampai tenang semua sendi-sendinya. Itulah tumakninah. Kemudian dia mengatakan ‘Allahu Akbar’ dan mengangkat kepalanya sampai dia duduk dalam keadaan tegak.”

Ketika dikatakan “tidak sempurna shalat salah seorang dari manusia”, ini menunjukkan bahwa apa yang disampaikan setelahnya adalah perintah, karena Rasulullah mengatakan demikian. “Tidak sempurna shalat salah seorang dari manusia sampai dia melakukan seperti ini, seperti itu.”

Berarti setelah kata-kata “tidak sempurna shalat salah seorang dari manusia sampai dia seperti ini dan seperti itu” adalah sesuatu yang *diwajibkan*. Jadi sujud itu wajib, itu rukun. Kemudian tumakninah ketika sujud itu juga wajib, itu rukun. Kemudian Allahu Akbar. Bacaan “Allahu Akbar” jadinya wajib.

Kemudian mengangkat kepala dari sujud untuk duduk secara tegak itu juga wajib dan itu rukun.

وَ ❲ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ مَعَ هٰذَا التَّكبِيْرِ ❳ أَحْيَانًا.

Dan dahulu Rasulullah ﷺ “terkadang”
_(digarisbawahi kata-kata “terkadang” ya)_
“Dahulu Rasulullah ﷺ _terkadang_ mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir ini.”

“Takbir ini” maksudnya apa?
Takbir ketika mengangkat kepala dari sujud.

Jamaah sekalian rahimani rahimakumullah,
Di sini Syaikh Albani mengatakan “kadang-kadang”. Kenapa? Karena ada hadits Ibnu Umar radhiyallahu Ta’ala ‘anhuma di Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Beliau mengatakan,

وَكَانَ لَا يَفْعَلُ ذَالِكَ فِي السُّجُوْدِ

“Dan dahulu Rasulullah ﷺ tidak melakukan hal itu di saat sujud -atau di dalam sujud-.”

Yang dimaksud dengan “melakukan itu” adalah melakukan “mengangkat kedua tangan Beliau”. Jadi sahabat Ibnu Umar radhiyallahu Ta’ala ‘anhuma mengatakan, Rasulullah ﷺ dahulu ketika sujud Beliau tidak mengangkat tangan.

Maksudnya ketika akan sujud, Beliau tidak mengangkat tangan; begitu pula ketika mengangkat kepala dari sujud, Beliau tidak mengangkat tangan.

Ini hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam Kitab Shahih keduanya.

Dan jelas, hadits Ibnu Umar radhiyallahu Ta’ala ‘anhuma lebih kuat sanadnya daripada hadits-hadits yang dibawakan oleh Syaikh Albani rahimahullahu Ta’ala untuk menetapkan bahwa Rasulullah ﷺ terkadang mengangkat kedua tangan Beliau ketika Beliau mengangkat kepala dari sujud.

Jamaah sekalian rahimani rahimakumullah,
Karena adanya perbedaan ini maka para ulama pun berbeda pendapat.

1) Ada yang mengatakan dua riwayat ini sebenarnya bisa dikumpulkan, bisa dikompromikan, dengan mengatakan: apa yang dinafikan oleh sahabat Ibnu Umar itu berdasarkan apa yang beliau lihat; sedangkan apa yang ditetapkan oleh sahabat lain, itu berdasarkan apa yang mereka lihat. Sehingga tidak ada pertentangan pada keduanya.

Kita katakan, yang banyak dilakukan adalah apa yang disampaikan oleh sahabat Ibnu Umar; sedangkan yang disampaikan oleh sahabat lain adalah sesuatu yang jarang dilakukan oleh Nabi kita Muhammad ﷺ. Tapi dua-duanya bisa diterima karena sanadnya shahih. Semuanya sanadnya shahih. Memang sanadnya hadits Ibnu Umar radhiyallahu Ta’ala ‘anhuma lebih kuat keshahihannya karena diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, muttafaqun ‘alaihi.

Ini sebagian ulama mengatakan demikian. Sehingga mereka mengatakan, tidak masalah kita mengangkat tangan ketika akan sujud, kita juga mengangkat tangan ketika selesai sujud/ketika mengangkat kepala dari sujud. Tapi itu terkadang, jangan dilakukan sering-sering.

2) Pendapat yang kedua adalah pendapat mayoritas ulama.

Mayoritas ulama mengatakan bahwa ketika sujud, baik akan sujud maupun selesai sujud, kita tidak disyariatkan mengangkat kedua tangan sama sekali.

Mereka menguatkan haditsnya Ibnu Umar radhiyallahu Ta’ala ‘anhuma dan akhirnya menganggap _syadz_  riwayat-riwayat yang menafikan atau bertentangan dengan riwayat Ibnu Umar radhiyallahu Ta’ala ‘anhuma.

Walaupun riwayatnya shahih tapi ada riwayat yang lebih shahih yang bertentangan dengannya. Sehingga riwayat-riwayat yang bertentangan dengan riwayat sahabat Ibnu Umar radhiyallahu Ta’ala ‘anhuma yang dijelaskan atau ditulis oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, dianggap sebagai riwayat yang _syadz_. Riwayat-riwayat yang bertentangan dengan riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sahabat Ibnu Umar dianggap sebagai riwayat-riwayat yang _syadz_ walaupun dzahirnya shahih.

Dan masalah seperti ini, jamaah sekalian rahimani rahimakumullah, adalah masalah ijtihadiyah. Kita harus toleran. Pendapatnya Syaikh Albani (adalah) pendapat yang kuat, karena beliau memakai semua dalil yang datang dalam masalah ini.

Riwayat sahabat Ibnu Umar yang dibawakan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim beliau terima juga; riwayat-riwayat yang lain beliau terima juga; dan beliau kompromikan. Apa yang disampaikan oleh sahabat Ibnu Umar itu adalah kebiasaan Rasulullah ﷺ. Apa yang disampaikan oleh sahabat yang lain, itu terkadang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ.

____

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa ‘Ala.

Dan InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ.

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top