Home > Bimbingan Islam > Panduan Lengkap Membenahi Aqidah > Halaqah 07 : Syirik Dalam Tawakal

Halaqah 07 : Syirik Dalam Tawakal

🎙 Ustadz Yusuf Abu Ubaidah As-Sidawi حفظه لله تعالى
📗 Kitāb Al-Irsyād ilā Shohīhil I’tīqod (الإرشاد إلى صحيح الإعتيقاد)
📝 Fadhillatus Syaikh Sholih bin Fauzan حفظه لله تعالى
〰〰〰〰〰〰〰

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله رب العالمين والصلاه والسلام على اشرف الانبياء والمرسلين نبينا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين أما بعد

Sahabat BiAS yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kembali kita bertemu dalam kajian kita tentang Tauhīd, in syā Allāh ta’āla kita akan membahas tentang:

▪︎ Syirik Dalam Tawakal

Tawakal artinya kita bergantung, bertumpu kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Menggantungkan segala urusan kita kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, dengan disertai melakukan sebab. Dan tawakal termasuk bagian inti dari ibadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang harus diperuntukkan hanya kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla semata. Tidak boleh diberikan kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Allāh berfirman dalam surat Al Māidah ayat 23:

وَعَلَى ٱللَّهِ فَتَوَكَّلُوٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ

_”Dan hanya kepada Allāh saja hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar orang-orang beriman.”_

Dalam ayat ini, Allāh Subhānahu wa Ta’āla mendahulukan objek (maf’ul bih) yaitu: وَعَلَى ٱللَّهِ , padahal biasanya di dalam bahasa Arab, objek itu diakhirkan. Tapi di dalam ayat ini di dahulukan yang berfungsi sebagai pembatasan, hanya untuk Allāh Subhānahu wa Ta’āla semata.

Ayat ini menunjukkan bahwa tawakal hanya kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Tidak boleh seseorang bertawakal kepada selain Allāh. Barangsiapa bertawakal kepada selain Allāh berarti dia telah berbuat syirik.

Kalau seseorang bergantung kepada selain Allāh, misalnya dia bergantung kepada makhluk yang lemah, sebagian ulama mengatakan:

ما رجا أحد مخلوقات ولا توكل عليه إلا خاب ظنه فيه

_”Tidaklah seorang berharap kepada makhluk atau tawakal kepada makhluk kecuali dia akan gagal.”_

Karena makhluk itu lemah dan yang kuat hanyalah Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Tawakal termasuk sifat atau karakter orang-orang yang beriman sebagaimana Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman dalam surat Al-Anfāl ayat 2:

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ

_”Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allāh gemetar hatinya. Dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya. Dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.”_

Seorang muslim (mukmin) harus menggantungkan segala urusannya hanya kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Tapi ingat, bahwa tawakal itu bukan berarti kita tidak melakukan sebab (tidak demikian).

Kita dianjurkan untuk melakukan sebab, makanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman dalam surat Al-Jumu’ah ayat 10,

فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَٱبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ

_”Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi dan carilah karunia Allāh.”_

Dalam mencari rezeki kita harus tawakal tapi tawakalnya bukan berarti kita berdiam diri di rumah saja, tidak! Kita harus keluar mencari nafkah. Dalam hadīts Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

_”Andaikan kalian bertawakal seperti tawakalnya burung niscaya kalian akan diberi rezeki. Lihat burung, di pagi hari dalam keadaan keroncongan (lapar) dan pulang dalam keadaan kenyang.”_

(Hadīts riwayat At Tirmidzi nomor 2344)

Perhatikan hadīts ini baik-baik! Kita dianjurkan untuk tawakal seperti tawakalnya burung, apakah burung tersebut berdiam diri di rumahnya? Tidak, burung juga keluar. Dia mencari makan dia mencari kehidupan.

Ini menunjukkan bahwa tawakal bukan berarti kita tidak mencari sebab, bukan berarti kita tidak berusaha. Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam orang yang paling bertawakal tapi Beliau juga mencari sebab. Ketika Beliau berperang Beliau menggunakan baju besi.

Demikian juga pada contoh hari-hari ini. Misalkan kita tawakal kepada Allāh, kita yakin bahwa yang memberi penyakit (virus) adalah Allāh Subhānahu wa Ta’āla, tapi bukan berarti kita tidak mencari sebab. Kita dianjurkan untuk mencari sebab memakai masker, jaga jarak, mencuci tangan, vaksin dan sebagainya. Itu hanyalah sebab, tapi kita tidak boleh bergantung kepada sebab.

“Siapa yang bergantung kepada sebab berarti dia telah berbuat syirik. Siapa yang meniadakan sebab berarti dia bodoh.”

Maka kita harus tengah-tengah dalam masalah sebab.

Jadi intinya tawakal adalah ibadah dan harus diberikan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla saja tidak boleh diberikan kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Dan tawakal kepada selain Allāh ada beberapa jenis:

⑴ Tawakal kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla dalam hal-hal yang tidak ada yang mampu kecuali hanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Seperti: Tawakal kepada kuburan, tawakal kepada orang-orang yang sudah mati, kepada berhala dan sebagainya, dalam masalah rezeki, dalam masalah kemenangan, dalam masalah anak, jabatan dan sebagainya. Maka ini merupakan syirik besar yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islām.

⑵ Tawakal dalam sebab-sebab yang zhahir.

Seperti: Seseorang bertawakal kepada penguasa atau orang kaya, dia bergantung kepadanya. Maka ini adalah syirik kecil.

Bedanya kalau yang pertama hal-hal yang khusus bagi Allāh Subhānahu wa Ta’āla saja, sedangkan kepada orang kaya mereka masih bisa membantu, itu pun kita tidak boleh bergantung kepadanya. Kita harus yakin bahwa mereka hanyalah sebab dan yang memberikan rezeki hanyalah Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Seperti ketika kita menjadi pasien, jangan sampai tergantung kepada dokter atau obatnya. Kita bergantung kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla tapi kita percaya bahwasanya dokter hanyalah sebab. Kalau kita bergantung kepada dokter, kalau kita bergantung kepada obat maka itu termasuk syirik kecil.

⑶ Tawakal dalam artian mewakilkan.

Mewakilkan dalam jual beli (misalkan), mewakilkan dalam penyembelihan, mewakilkan dalam shadaqah, maka ini diperbolehkan. Kecuali kalau mewakilkan hal-hal yang tidak boleh seperti mewakilkan dalam masalah (hal-hal khusus) harus dilakukan oleh orang itu sendiri.

Misalkan: masalah jima’ (ini tidak boleh diwakilkan), kalau akad nikah atau akad perceraian bisa diwakilkan tapi untuk urusan mabit (bermalam) maka ini tidak boleh diwakilkan, karena harus orang itu sendiri tidak bisa diwakilkan.

Demikian juga sumpah atau nadzar, ini hal-hal yang tidak bisa untuk diwakilkan kepada orang lain, harus dia sendiri.

Sahabat BiAS yang semoga dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Intinya seorang muslim harus tawakal kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Ini sangat penting untuk kita tumbuhkan dan kita tanamkan pada diri kita sehingga kita bergantung hanya kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Sehingga kita memiliki kebahagiaan, kepercayaan, keberanian.

Berbeda kalau kita bergantung kepada selain Allāh, maka akan ada kepanikan ada ada kegelisahan kegundahan dalam diri kita.

Barangsiapa bertawakal kepada Allāh maka dia akan menjadi seorang yang pemberani. Semakin dia tawakal, semakin dia berani. Semakin dia berkurang tawakalnya, semakin dia penakut dan pengecut.

Demikian.

وصلى الله و سلم على نبينا محمّد وعلى آله وصحبه أجمعين

____________________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top