🎙 Ustadz Muhammad Ihsan, M.HI حفظه لله تعالى
📗 Kitāb Qawā’du Fīl Buyū’ (قواعد في البيوع)
📝 Fadhillatus Syaikh Sulaiman bin Salim Ar-Ruhaili حفظه لله تعالى
〰〰〰〰〰〰〰
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله رب العالمين وأصلي وأسلم على نبينا الكريم وعلى آله وصحبه أجمعين امام بعد
Ikhawaniy wa Akhawatiy, Saudara Saudariku kaum Muslimin di manapun berada, semoga kita semua dilimpahkan rahmat oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kita lanjutkan pembahasan kita dari kaidah-kaidah riba. Yang mana kita telah sampai pada kaidah terakhir dari pertemuan ini, yaitu:
*▪︎ Riba Harus Dihapus*
Riba harus dihapus. Riba harus dihilangkan. Riba harus dibatalkan. Sebagaimana telah kita jelaskan di pertemuan sebelumnya bahwasanya transkasi riba adalah transkasi yang sangat berbahaya. Yang mana Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengancam keras orang yang berani melakukan transaksi riba.
Oleh karenanya ketika seorang mukmin sadar (tahu) bahwasanya dia sedang melakukan transaksi riba yang dimurkai oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, maka hendaklah dia bersegera melepaskan diri dari harta tersebut, (membatalkan) akad transaksi tersebut.
Dia berusaha menghilang riba yang sedang dia lakukan dengan cara yang bisa dia lakukan (semampunya). Inilah makna kaidah riba: الربا موضوع (harus dihilangkan).
Bagaimana cara berlepas diri dari riba?
Para ulama merinci masalah ini.
Keadaan pertama, ketika transaksi riba sedang berlangsung.
Maksudnya apa? Maksudnya belum selesai transkasinya. Dia masih bergelimang dengan transaksi tersebut, masih melakukan transaksi tersebut, dia masih menyetorkan uang riba ini.
Dalam keadaan seperti ini bagaimana cara dia berlepas diri dari transaksi riba?
Jika ada cara yang memungkinkan untuk menggugurkan riba tersebut untuk menghapuskan riba tersebut, maka wajib dilakukan.
Misalkan:
Dia punya utang riba 5 Juta tapi dia harus membayar 7 Juta.
Maka dia temui orang yang meminjamkan uang. Dia temui kreditur lalu dia katakan, “Mas saya ingin Anda menghapuskan riba ini, saya bayar tunai sekarang.”
Misalkan sisa uangnya 4 Juta yang belum dia bayarkan. Dia baru setor 1 Juta. Sedangkan dia harus menyetor 7 Juta, pokoknya 5 Juta, 2 Jutanya riba. Dia baru bayar 1 Juta, maka ada 4 Juta pokok lagi yang belum dilunasi.
Maka apa dilakukan?
Kalau bisa dia menggugurkan riba tersebut dengan cara apapun, dengan cara yang dihalalkan tentunya.
Dia datang kepada Si Kreditur, lalu dia katakan, “Mas, tolong gugurkan 2 Juta riba, 2 Juta yang menjadi tambahan utang saya, saya lunasi hari ini 4 Juta lagi.” Kalau seandainya dia (kreditur) mau maka wajib untuk dikerjakan, tidak boleh dia tunda sehingga dia membayar riba.
Kalau dengan itu, dengan pelunasan hari itu juga bisa menggugurkan ribanya maka wajib dia lakukan.
Namun kebanyakannya, keseringannya, susah untuk melakukan hal tersebut. Dia telah bicara dengan orang tersebut, berbicara dengan baik-baik, dia katakan, “Tolong gugurkan riba tersebut, saya tidak ingin terjatuh kepada keharaman yang Allāh haramkan,” misalkan.
Lalu orang tersebut tidak mau mendengarkan alasan, dia tetap keukeuh si peminjam harus melunasi 7 Juta, harus tetap membayar riba tersebut.
Kalau seandainya memang dia tidak bisa, setelah dia berusaha, maka apa yang dia lakukan?
Maka hendaklah dia bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla bertekad kuat untuk tidak kembali lagi. Berazam (berkeinginan kuat) agar dikemudian hari dia tidak lagi terjatuh kepada transaksi haram seperti riba ini.
Tidak perlu juga dia menjual, misalkan dia kredit motor, tidak perlu juga dia jual motornya. Kenapa?
Karena sama saja, kalau dijual motornya dia juga tetap jatuh kepada riba. Kalau dia jual motornya lalu dia lunasi uang kreditan tersebut, tetap saja akan membayar ribanya.
Namun kalau seandainya dia ingin menjual motornya dan dia tidak terkena mudharat, misalkan untuk segera berlepas diri dari riba, agar dia tidak lagi menjadi terbebani dengan utang riba tersebut maka ini jauh lebih baik.
Namun tidak diwajibkan dia untuk menjual motor tersebut.
Kenapa?
Karena tidak ada bedanya, dia mau jual atau tidak jual dia tetap jatuh kepada riba. Dia tetap membayar riba. Tapi seandainya dia ingin cepat berlepas diri dari harta riba maka itu jauh lebih baik.
Ini ketika dia masih terlilit transaksi riba.
Lalu bagaimana keadaannya ketika telah selesai transkasi riba?
Ini berlaku untuk orang yang meminjamkan uang, berlaku untuk orang-orang yang mendapatkan harta riba, sebagai kreditur.
Dia pinjamkan orang 50 Juta lalu kembali 80 Juta. Dia pinjamkan orang 50 Juta namun dia tarik dari orang tersebut riba 30 Juta sehingga dia menerima 80 Juta. Maka ada 30 Juta uang riba.
Bagaimana cara dia berlepas diri dari 30 Juta ini? Bolehkah dia memanfaatkan uang 30 Juta tersebut?
Para ulama mengatakan:
Pertama jika harta riba tersebut habis, maka kewajibannya cukup bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Benar-benar menyesal terhadap transaksi yang pernah dia lakukan dan berjanji bertekad kuat tidak akan kembali mengulangi perbuatan haram tersebut.
Misalkan:
30 Juta riba tadi sudah habis dia gunakan lalu dia ingin bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Apakah wajib dia keluarkan 30 Juta ini kepada fakir miskin?
Para ulama mengatakan tidak, dia cukup bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kenapa? Karena 30 Juta sudah dihabiskan (harta ribanya) sudah dia gunakan.
Maka dia bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan memperbanyak sedekah dan istighfar kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengampuni dosa riba tersebut.
Sekarang bagaimana kalau seandainya harta riba tersebut masih ada, 30 Juta ini masih ada, apa yang harus dia lakukan?
Maka para ulama mengatakan, “Seandainya dia belum tahu hakikat riba, dia belum tahu bahwa transaksi yang dia lakukan diharamkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, misal sebelumnya dia seorang kafir atau seorang muslim yang jahil (tidak tahu), tidak tahu ternyata hal ini dilarang oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla dia tidak paham, kalau seandainya keadaannya begitu maka mayoritas ulama mengatakan dia tetap harus berlepas diri dari uang 30 Juta tersebut.
Namun Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili di sini mengikuti pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh mengatakan orang yang seperti ini dia tidak wajib mengeluarkan 30 Juta. Dia boleh memanfaatkan harta tersebut.
Karena apa? Karena dia tidak tahu.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌۭ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ
_”Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan).”_
(QS. Al Baqarah: 275)
Siapa yang datang peringatan dari Rabb-Nya lalu dia berhenti, jadi sebelumnya dia tidak tahu ini haram, lalu datang orang yang menjelaskan bahwanya perbuatan ini haram dimurkai oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, lalu dia berhenti gara-gara itu, apa kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla?
فَلَهُۥ مَا سَلَفَ
_Maka dia boleh memiliki harta riba yang telah lalu._
Oleh karenanya di sini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berdalīl dengan ayat ini. Orang yang sebelumnya tidak tahu bahwasanya transaksi itu riba atau transkasi tersebut diharamkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, ketika dia tahu lalu dia berhenti maka uang-uang yang telah ia dapatkan dari penghasilan riba tersebut boleh dia manfaatkan.
Kalau seandainya dia ingin disedekahkan maka itu lebih baik, namun secara hukum yang dikuatkan oleh Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah dia tidak perlu membuang uang tersebut dengan memberikan uang tersebut kepada fakir miskin. Dia boleh memanfaatkannya. Walaupun bersedekah jauh lebih baik.
Kemudian keadaan orang yang kedua, dia sudah tahu harta riba, dia sudah tahu transkasi ini haram rapi dia tetap sengaja melakukan transaksi tersebut karena hawa nafsunya, karena dia ingin mencari kekayaan atau keuntungan, ingin mengejar kehidupan dunia, bagaimana hukum orang ini?
Maka mayoritas ulama mengatakan orang tersebut wajib berlepas diri dari harta tersebut bukan dalam makna sedekah namun dengan niat membersihkan hartanya. Bukan untuk bersedekah namun untuk membuang harta haram ini.
Kemana dia berikan?
Diberikan kepada fakir miskin atau untuk keperluan maslahat umum bukan dalam rangka sedekah atau mengharapkan pahala. Tidak! Tapi untuk membersihkan harta.
Karena harta ini tidak boleh dia manfaatkan. Harta ini haram dia gunakan, karena dia tahu bahwasanya harta tersebut diharamkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Dia tahu transkasi tersebut tidak dibolehkan namun dia dengan sengaja melakukan transaksi tersebut, maka orang seperti ini wajib berlepas diri membersihkan hartanya, mengeluarkan harta riba tersebut.
Kalau seandainya tadi kita katakan dia pinjamkan orang 50 Juta lalu dia tarik 80 Juta, maka di situ ada 30 Juta riba. Dan 30 Juta ini wajib dia keluarkan dia berikan kepada fakir miskin. Disamping dia bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla atas perbuatan yang pernah dilakukan.
Wallāhu Ta’āla A’lam.
Sampai sini pembahasan kita, kajian sepuluh dalam masalah kaidah-kaidah Jual Beli dan Riba. Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberikan hidayah kepada kita semua, berikan kita ilmu yang bermanfaat dan memberikan kita taufik untuk mengamalkan ilmu yang telah kita pelajari.
وصلى الله على نبينا محمّد و على آله وصحبه وسلم ثم السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
____________________