Halaqah 07: Berkata Atas Nama Allāh ﷻ Tanpa Ilmu

🎙 Ustadz Afit Iqwanudin, Amd., Lc. حفظه لله تعالى
📗 Kitāb Āfātul Lisān
📝 Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ
〰〰〰〰〰〰〰

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله و صلاة وسلم على رسول الله أما بعد

Sahabat BiAS kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kembali kita akan melanjutkan pembahasan dari Risalah Āfātul Lisān fī Dhau’il Kitābi was Sunnah ( آفات اللسان في ضوء الكتاب والسُّـنَّة), karya Syaikh Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthāni rahimahullāhu ta’āla.

Kali ini kita memasuki bab baru dari risalah ini yaitu:

*▪︎ BERKATA ATAS NAMA ALLĀH TANPA ILMU (القول على الله بغير علم)*

Bab ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama ialah seputar berdusta atas nama Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan Rasul-Nya shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Penulis membawakan pembahasan yang pertama yaitu:

⑴ Definisi Dusta

Imam An Nawawi rahimahullāh pernah berkata, menurut madzhab Ahlus Sunnah definisi dusta adalah mengabarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Baik disengaja ataupun tidak. Akan tetapi jika tidak disengaja maka ia tidaklah berdosa.

⑵ Ancaman terhadap seseorang berdusta atas nama Allāh dan Rasul-Nya shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Ikhwani Fīdīn rahimani wa rahimakumullāh.

Tidak diragukan lagi berdusta atas nama Allāh dan Rasul-Nya merupakan perkara yang lebih buruk serta lebih besar dosanya dari dusta yang lainnya. Terdapat banyak dalīl dalam masalah ini, di antaranya adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

فَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّنِ ٱفۡتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبٗا لِّيُضِلَّ ٱلنَّاسَ بِغَيۡرِ عِلۡمٍۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ

_”Siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allāh untuk menyesatkan orang-orang tanpa pengetahuan?” Sesungguhnya Allāh tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.”_

(QS. Al An’ām: 144)

Dalam ayat yang lain, Allāh berfirman:

وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَ ٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِـَٔايَٰتِنَا وَٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡأٓخِرَةِ وَهُم بِرَبِّهِمۡ يَعۡدِلُونَ

_”Dan jangan engkau ikuti hawa nafsu orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, dan mereka mempersekutukan Tuhan.”_

(QS. Al An’ām:150)

Dan masih banyak ayat-ayat lain yang menjelaskan ancaman bagi mereka yang berani berdusta atas nama Allāh Ta’āla dan Rasul-Nya shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Dalam sebuah hadīts shahīh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda:

لاَ تَكْذِبُوا عَلَىَّ، فَإِنَّهُ مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ فَلْيَلِجِ النَّارَ ‏

_”Janganlah kalian berdusta atas namaku, dan barangsiapa berdusta atas namaku maka hendaknya dia bersiap untuk memasuki neraka.”_

(Hadīts shahīh riwayat Al Bukhāri nomor 106)

Suatu ketika shahabat Az Zubair radhiyallāhu ‘anhu pernah ditanya oleh putra beliau, “Mengapa aku jarang melihatmu menceritakan hadīts-hadīts Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, tidak seperti orang lain.”

Kemudian beliau menjawab, “Sejatinya aku senantiasa menyertai Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam akan tetapi aku pernah mendengar Beliau bersabda:

مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ ‏

_Barangsiapa yang dengan sengaja berdusta atas namaku maka hendaknya ia persiapkan tempat duduknya di neraka.”_

(Hadīts shahīh riwayat Ibnu Mājah nomor 37)

Hadīts dengan makna yang serupa juga banyak diriwayatkan oleh shahabat lain di antaranya oleh shahabat Anas bin Mālik, Abu Hurairah dan Salamah bin Al Aqwa radhiyallāhu ‘anhum.

Dalam hadīts yang lain Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam juga pernah bersabda:

“Sesungguhnya di antara kebohongan yang besar adalah bila seseorang mengaku sebagai anak dari orang yang bukan bapaknya atau seorang mengaku melihat sesuatu dalam mimpi padahal tidak bermimpi apapun atau seseorang mengatakan sesuatu atas nama Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam apa yang tidak disabdakan.”

Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam juga pernah bersabda:

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

_”Cukuplah seseorang dianggap berbohong apabila dia menceritakan segala sesuatu yang ia dengar.”_

(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 5)

Imam Mālik rahimahullāh pernah menuturkan:

“Ketahuilah bahwa seseorang tidak akan selamat jika ia menceritakan segala sesuatu yang ia dengar dan ia juga tidak akan pernah menjadi seorang pemimpin.”

Ungkapan serupa pernah disampaikan oleh Abdurrahman bin Mahdi rahimahullāh.

⑶ Perbedaan berdusta atas nama Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan berdusta pada selainnya.

Setidaknya ada lima poin yang dijelaskan oleh pengarang rahimahullāh.

• Poin Pertama | Berdusta atas nama Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam merupakan perbuatan yang jauh diharamkan dan merupakan tindakan yang sangat buruk akan tetapi pelakunya tidak sampai pada derajat kafir kecuali dia menghalalkan hal tersebut, ini merupakan pendapat mayoritas ulama.

• Poin Kedua | Imam Abu Muhammad Al Juwaini rahimahullāh berpendapat bahwa siapa saja yang berdusta atas nama Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dengan sengaja maka ia telah kufur.

Alasannya ialah, jika seseorang dengan sengaja berdusta dengan mengatakan bahwa Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam telah menghalalkan suatu perbuatan padahal sejatinya hal tersebut diharamkan maka secara tidak langsung dia telah menghalalkan sesuatu yang diharamkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Di mana hal tersebut merupakan sebuah kekufuran, akan tetapi pendapat beliau ini dibantah oleh para ulama.

• Poin Ketiga | Ibnu Hajar rahimahullāh pernah menuturkan dosa berdusta atas nama Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam amatlah besar, sedangkan dusta selainnya kecil. Sehingga dalam hal ini berbeda meskipun keduanya terancam dengan api neraka.

Namun keadaannya tidaklah sama, bisa jadi keduanya berada dalam neraka yang sama. Akan tetapi orang yang berdusta atas nama Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam akan tinggal lebih lama dari pelaku dusta biasa.

Terlebih lagi dalam hadīts sebelumnya
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menggunakan kalimat: فليتبوأ , yang mana mengisyaratkan makna tinggal dalam jangka waktu yang cukup panjang, bahkan secara sepintas menunjukkan orang tersebut akan tinggal dalam neraka selamanya.

Sebab Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak menyebutkan tempat tinggal lain dalam hadīts tersebut, hanya saja berbagai dalīl lain yang tak terbantahkan menunjukkan bahwa orang yang kekal di dalam neraka hanyalah orang yang kafir.

Ikhawani Fīdin rahimani wa rahimakumullāh.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda:

إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ

_”Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta atas nama orang lain.”_

(Hadīts shahīh riwayat Muslim)

• Poin Keempat | Barangsiapa yang berdusta atas nama Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam maka ia telah fasik dan secara otomatis seluruh hadīts yang ia riwayatkan akan tertolak dan tidak akan bisa dijadikan sebagai hujjah.

• Poin Kelima | Berdusta atas nama Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam sejatinya merupakan bentuk kedustaan atas nama Allāh Subhānahu wa Ta’āla sebab Allāh Subhānahu wa Ta’āla pernah berfirman:

وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ ۞ إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡيٞ يُوحَىٰ

_”Dan tidaklah dia (Muhammad) mengucapkan sesuatu berdasarkan hawa nafsu. Ucapannya itu tiada lain adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.”_

(QS. An Najm: 3-4)

Oleh karenanya siapapun yang berani berdusta atas nama Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam maka ia terancam dengan firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

قُلۡ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَفۡتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ لَا يُفۡلِحُونَ

_Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allāh niscaya dia tidak akan beruntung.”_

(QS. Yūnus: 69)

صلى اللّٰه على نبينا محمّد و على آله وصحبه و سلم
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

____________________