Halaqah 06: Namimah (النميمة)
🎙 Ustadz Afit Iqwanudin, Amd., Lc. حفظه لله تعالى
📗 Kitāb Āfātul Lisān
📝 Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ
〰〰〰〰〰〰〰
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله و صلاة وسلم على رسول الله أمابعد
Sahabat BiAS kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kembali kita akan melanjutkan pembahasan dari Risalah Āfātul Lisān fī Dhau’il Kitābi was Sunnah ( آفات اللسان في ضوء الكتاب والسُّـنَّة), karya Syaikh Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthāni rahimahullāhu ta’āla.
*▪︎ NAMIMAH (النميمة)*
Kali ini kita akan memasuki pembahasan seputar namimah.
Definisi dari namimah pernah disampaikan oleh Imam Al Ghazali rahimahullāh: النميمة في الأصل (namimah pada dasarnya adalah) menceritakan perkataan seseorang kepada orang lain, di mana hal tersebut merupakan sesuatu yang dibenci oleh orang yang mengatakan atau orang yang mendengarnya (baik merupakan aib atau bukan).
Seperti contohnya: Ada seorang yang biasa menyembunyikan hartanya lalu kita ungkapkan kepada orang lain, maka hal ini termasuk namimah.
Imam Nawawi rahimahullāh dalam Syarah Shahīh Muslim pernah menjelaskan bahwa definisi namimah ini adalah menceritakan ucapan seseorang pada orang lain untuk tujuan memicu kerusakan di antara mereka.
Dalam Shahīhnya, Imam Al Bukhāri membuat bab yang berjudul: ما يكره من النميمة (namimah yang terlarang). Menanggapi hal tersebut Imam Hajar rahimahullāh kemudian mengambil kesimpulan bahwa Imam Al Bukhāri memilih pendapat bolehnya melakukan namimah pada orang kafir sebagaimana dibolehkannya tajassus atau mencari-cari kelemahan di negeri orang kafir.
*▪︎ HUKUM NAMIMAH*
Namimah merupakan perbuatan yang diharamkan berdasarkan ijma’ kaum muslimin sebagaimana dijelaskan di dalam Al Qur’an dan Hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
*▪︎ ANCAMAN BAGI PELAKU NAMIMAH*
Allāh Ta’āla berfirman:
هَمَّازٖ مَّشَّآءِۭ بِنَمِيمٖ ۞ مَّنَّاعٖ لِّلۡخَيۡرِ مُعۡتَدٍ أَثِيمٍ
_”Suka mencela dan ke sana ke mari menyebarkan namimah. Menghalang-halangi perbuatan baik, suka melampaui batas dan gemar berbuat dosa.” :-)_
(QS. Al Qalam: 11-12)
وَيۡلٞ لِّكُلِّ هُمَزَةٖ لُّمَزَةٍ
_”Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela.”_
(QS. Al Humazah: 1)
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ
_”Tidak akan masuk surga pelaku adu domba.”_
(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 105)
Dalam riwayat lain disebutkan dengan lafazh: قَتَّاتٌ. Sebagian ulama berpendapat bahwa perbedaan antara: نَمَّامٌ dan قَتَّاتٌ ialah:
√ Nammām (نَمَّامٌ) merupakan orang yang menyaksikan langsung kejadian yang ia ceritakan.
√ Qattāt (قَتَّاتٌ) hanya mendengar dari orang.
Ibnu Hajar rahimahullāh kemudian menjelaskan maksud dari sabda Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam: – لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ – (tidak akan masuk surga) adalah ia tidak akan langsung masuk surga.
Makna ini juga terkandung dalam hadīts-hadīts yang serupa dan hal ini merupakan madzhab Ahlus Sunnah wal Jamā’ah di mana mereka tidaklah mengkafirkan kaum muslimin karena perbuatan maksiat yang mereka kerjakan kecuali jika terdapat dalīl yang menjelaskannya secara khusus.
Ibnu Abdil Barr rahimahullāh pernah menuturkan bahwa pelaku namimah mampu membuat kerusakan dalam waktu singkat yang bahkan tidak mampu dilakukan oleh penyihir dalam kurun waktu setahun.
Dalam sebuah hadīts disebutkan bahwa Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah mendengar dua orang yang disiksa dalam kuburnya. Kemudian Beliau menjelaskan bahwa orang pertama diadzab karena tidak menjaga kencingnya sedangkan orang kedua diadzab karena gemar mengadu-domba.
Kemudian Beliau memerintahkan untuk diambilkan sebatang dahan kurma yang masih basah lalu beliau belah menjadi dua dan Beliau tancapkan di atas kuburan keduanya. Kemudian Beliau bersabda, “Mudah-mudahan siksanya diringankan selama dahan ini belum mengiringi.”
Ayyuhal ikhwah rahimani wa rahimakumullāh.
*▪︎ SIKAP YANG TEPAT JIKA ADA ORANG YANG DATANG UNTUK TUJUAN MENGADU-DOMBA*
Imam An Nawawi rahimahullāh menuturkan jika kita didatangi oleh orang yang berniat untuk mengadu domba antara kita dengan orang lain, maka hendaknya kita melakukan enam hal.
⑴ Tidak mempercayainya sebab namimah atau mengadu domba adalah orang fasik.
⑵ Menasihati dan mencegah orang tersebut dari perbuatan namimah.
⑶ Membencinya karena Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
⑷ Tidak berprasangka buruk terhadap orang yang diceritakan.
⑸ Tidak berusaha mencari-cari kesalahan orang yang diceritakan.
⑹ Tidak membalas dengan menceritakan namimah orang tersebut seperti dengan menceritakan perbuatan namimah orang tersebut kepada orang lain.
*▪︎ MANUSIA BERMUKA DUA (ذو الوجهين)*
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda:
إنّ شَرّ النَّاسِ ذُو الْوَجْهَيْنِ
_”Sesungguhnya manusia yang paling buruk adalah seorang yang bermuka dua.”_
(HR. Bukhari dan Muslim)
Di mana ia mendatangi sekelompok orang dengan satu sikap dan datang kepada orang lain dengan sikap yang berbeda.
Ibnu Hajar rahimahullāh menjelaskan bahwa sikap seperti ini termasuk dalam kategori namimah dan alasan para pelakunya mendapat gelar manusia yang terburuk adalah karena sikap tersebut menyerupai perangai orang munafik yang penuh dengan kedustaan.
Di mana ia berakting dihadapan suatu kaum seolah mendukung mereka dan memusuhi lawannya dan ini merupakan perbuatan nifak (penuh kedustaan dan tipuan).
Adapun jika seseorang melakukannya dengan tujuan untuk memperbaiki hubungan kedua belah pihak yang sedang berselisih, dengan cara menceritakan kebaikan pihak pertama kepada pihak kedua dan menutupi kejelekannya agar mereka bisa memaklumi, maka hal ini merupakan sikap yang terpuji.
Dalam hadīts lain Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda, “Barangsiapa yang memiliki dua wajah di dunia, niscaya pada hari kiamat ia akan memiliki dua lidah dari api neraka.”
*▪︎ ALASAN SESEORANG BERBUAT NAMIMAH*
Tidak diragukan lagi alasan yang mendorong seseorang untuk berbuat ghibah dan mendorong seseorang berbuat namimah, di samping itu beberapa alasan lain juga bisa menjadi sebab munculnya namimah di antaranya adalah:
√ Perasaan benci kepada seseorang.
√ Keinginan untuk dekat dengan seseorang.
√ Ambisi untuk menciptakan kerusuhan dan fitnah hingga memecah-belah masyarakat dan menanamkan amarah di hati mereka.
*▪︎ OBAT PENYAKIT NAMIMAH (علاج الغيبة)*
Obat untuk penyakit ini sama persis dengan obat untuk penyakit ghibah yang pernah kita bahas sebelumnya.
*▪︎ NAMIMAH YANG DIBOLEHKAN*
Imam An Nawawi rahimahullāh pernah menuturkan jika memang darurat dan dibutuhkan maka namimah diperbolehkan dalam keadaan tertentu.
Seperti jika ada seseorang yang ingin membahayakan dirinya, harta atau keluarganya. Melaporkan seorang yang gemar berbuat kerusakan kepada pihak yang berwajib di mana sudah menjadi kewajiban bagi mereka untuk mengatasinya. Maka dalam keadaan seperti ini namimah diperbolehkan, bahkan terkadang menjadi wajib atau pun sunnah sesuai dengan kondisi yang ada.
Dalam Shahīhnya, Imam Al Bukhāri rahimahullāh membawakan sebuah hadīts yang menceritakan saat Ibnu Mas’ūd radhiyallāhu ‘anhu melapor kepada Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam perihal seseorang yang merasa bahwa pembagian harta rampasan perang tidaklah adil.
Maka saat itu Beliau bersabda, “Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla merahmati Nabi Musa, sungguh ia telah mendapatkan perlakuan yang lebih buruk dari ini namun ia mampu untuk bersabar.”
Adapun namimah yang terlarang adalah jika bertujuan menimbulkan kerusakan, adapun jika bertujuan baik melakukannya dengan penuh kejujuran serta tidak menyakiti orang lain maka hal tersebut tidaklah terlarang.
Namun kebanyakan orang tidak mampu membedakan antara dua hal ini, maka jalan yang paling selamat ialah menjauhi namimah meskipun dalam keadaan yang mungkin kita diperbolehkan untuk melakukannya.
صلى اللّٰه على نبينا محمّد وعلى آله وصحبه وسلم
____________________