Halaqah 04: Obat Penyakit Ghibah

🎙 Ustadz Afit Iqwanudin, Amd., Lc. حفظه لله تعالى
📗 Kitāb Āfātul Lisān
📝 Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ
〰〰〰〰〰〰〰

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله و صلاة وسلم على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه، و لَاحول ولاقوة الا بالله

Sahabat BiAS kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kembali kita melanjutkan pembahasan dari Risalah Āfātul Lisān fī Dhau’il Kitābi wa As Sunnah ( آفات اللسان في ضوء الكتاب والسُّـنَّة), karya Syaikh Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthāni rahimahullāh.

*BAB 7: OBAT DARI PENYAKIT GHIBAH*

Kali ini penulis rahimahullāh menjelaskan seputar obat dari penyakit ghibah. Meskipun ghibah merupakan penyakit yang berbahaya akan tetapi tetap ada obat untuk menyembuhkannya.

*Terdapat dua obat utama untuk menyembuhkan penyakit kronis ini:*

• *Pengobatan Pertama* | Memahami dengan penuh kesadaran bahwa jika seseorang terjangkit penyakit ghibah maka ia akan mendapatkan murka dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla, sebagaimana dijelaskan dalam banyak hadīts shahīh.

Di antaranya adalah sabda Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ فَيَكْتُبُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ بِهَا سَخَطَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ ‏

_”Bisa jadi salah seorang di antara kalian mengucapkan separuh kata yang membuat Allāh murka, ia tidak pernah mengira kalimat itu begitu mengerikan. Sehingga Allāh Subhānahu wa Ta’āla mencatat kemurkaan untuk orang tersebut hingga hari kiamat.”_

(Hadīts hasan riwayat Ibnu Mājah nomor 3969)

Sahabat BiAS rahimani wa rahimakumullāh.

Di samping itu, dia juga harus menyadari bahwa pahala kebaikan yang dimiliki akan diberikan kepada orang yang ia gunjing. Dan jika kebaikannya telah sirna (hilang) maka sebagai gantinya, dosa orang yang telah ia gunjing akan dibebankan kepadanya hingga utang ghibah telah lunas. Jika demikian adanya maka ia terancam untuk dilemparkan ke dalam api neraka (Na’ūdzubillāhi min dzālik).

Meskipun kebaikannya masih tersisa setelah dosa ghibah tersebut lunas, maka sungguh berkurangnya kebaikan di hari akhir sudah cukup menjadi hukuman dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla atas dosa ghibah yang telah ia kerjakan. Belum lagi ditambah dengan adanya pengadilan dihari kiamat hingga hisab nantinya.

Jika seorang muslim benar-benar beriman terhadap sabda Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam, tentunya ia akan menjauhkan lisannya dari penyakit ghibah. Ia justru akan banyak introspeksi diri menyadari berbagai kekurangan. Dia juga akan berusaha menjauhkan diri dari aib orang lain agar tidak menggunjingnya.

Dan bagi siapa saja yang telah menyadari kekurangan dalam dirinya, hendaknya dia malu kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, Dzat yang Maha Mengetahui hal yang tersembunyi, Al Khabīr (الْخَبِيرُ).

Hendaknya ia tidak menyebut-nyebut kekurangan orang lain namun justru berusaha memberikan udzur kepada mereka.
Kemudian dia juga menyadari bahwa sebagaimana ia masih memiliki kekurangan dan belum sanggup menutupinya maka begitu juga dengan orang lain.

Ketahuilah saudaraku, jika ia menyebutkan kekurangan orang lain yang berhubungan dengan fisiknya, tentang badannya, tangannya, kakinya dan sebagainya, maka sejatinya ia secara tidak langsung telah mencela sang Al Khāliq (الخالق). Sebab, mencela ciptakan merupakan bagian dari mencela Sang Pencipta.

• *Pengobatan Kedua* | Hendaknya ia berusaha mengusut faktor yang mendorongnya untuk berbuat ghibah. Sebab pengobatan terhadap penyakit ghibah akan semakin manjur jika sudah mengetahui sumber utama penyakit tersebut.

① Jika penyakit ghibah disebabkan karena amarah yang muncul dalam hati, maka hendaknya dia merenungi bahwasanya jika ia memberikan amarah untuk menguasainya, maka ditakutkan Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan murka kepadanya.

② Jika dilatar belakangi oleh faktor keinginan untuk membuat senang teman-temannya, maka cara menanganinya ialah dengan meyakini bahwa Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan murka tatkala ia meraih keridhaan manusia dengan cara melakukan apa yang Allāh benci.

Bagaimana mungkin seorang rela membuat Allāh Subhānahu wa Ta’āla, Dzat yang Maha Kuasa, hanya demi menyenangkan makhluk yang bahkan tidak memiliki kuasa apapun (tidak bisa mendatangkan manfaat atau bahaya).

③ Jika sebab ghibah adalah karena: الغضب لله , membenci perbuatan seseorang karena Allāh Subhānahu wa Ta’āla semata-mata, maka hendaknya dia tidak menyebutkan nama orang tersebut. Cukup menyebutkan kesalahan yang terjadi.

④ Jika sebab dia mengghibahi orang lain adalah agar menganggapnya dirinya bersih kemudian melimpahkan kesalahan kepada orang lain, maka ketahuilah bahwa murka Allāh Subhānahu wa Ta’āla jauh lebih dahsyat dari kemarahan manusia. Belum lagi, tidak ada jaminan bahwa kita akan selamat dari amarah manusia di dunia. Sebab siapa saja yang mengorbankan keridhaan Allāh demi meraih keridhaan manusia maka Allāh beserta makhluk_Nya akan murka kepadanya.

⑤ Keinginan untuk dipandang lebih mulia di mata manusia, sehingga ia berusaha untuk menjatuhkan martabat orang lain dan mereka berpikir bahwa dirinya tak memiliki kekurangan tersebut.

Ketahuilah bahwa jika kita bersikap demikian maka sejatinya kita telah menghapus kemuliaan kita di hadapan Allāh Subhānahu wa Ta’āla demi meraih kemuliaan manusia yang belum tentu kita dapatkan.

Dan ketahuilah, jika mereka menyadari kemuliaan dalam diri kita, jika orang-orang menyadari kemuliaan kita, maka niscaya tidak ada suatu apapun yang bisa memalingkan mereka darinya. Sebab, hati manusia berada di antara dua jari Ar Rahman, di mana Allāh Ta’āla membolak-balikkan hati tersebut sekehendaknya.

فعليك أن تتدبر!

Maka renungilah hal ini dengan sebaik mungkin, jangan sekali-kali tertipu dengan apa yang tampak dari orang lain.

⑥ Jika faktor yang melatar belakangi ghibah adalah sifat hasad terhadap orang lain, maka ketahuilah bahwa kita telah mengumpulkan dua penderitaan, yaitu rasa tersiksa saat melihat nikmat orang lain dan siksaan telah menunggu di hari akhirat.

Maka orang yang hasad telah menggabungkan dua penderitaan, di dunia dan di akhirat kelak. Dan ia sejatinya telah berbuat baik kepada orang yang ia hasadi. Dan justru mengkhianati dirinya sendiri, sebab ia dengan suka rela memberikan pahala kebaikan yang dimilikinya kepada orang lain atau rela memikul kesalahan tersebut jika tidak tersisa lagi pahala kebaikan yang ia miliki.

⑦ Jika sebab ghibah adalah dorongan untuk mengejek dan mengolok-olok orang lain, maka hendaknya ia menyadari bahwa kapan pun ia melakukan keburukan tersebut, niscaya semakin bertambah keburukannya dihadapan Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Dan hal ini merupakan kerugian yang amat nyata.

⑧ Jika didasari dengan niatan untuk menunjukkan rasa iba kepada orang lain, maka ketahuilah bahwa niat tersebut adalah niat yang cacat. Sebab jika ia sungguh menginginkan kebaikan untuk orang lain seharusnya ia menasihati dan mengarahkannya bukan malah menghibahinya.

⑨ Jika sebab ghibah karena perasaan takjub hingga menertawakan perbuatan orang lain, maka hendaknya ia merasa takjub terhadap dirinya, sebab bagaimana mungkin ada orang yang rela menghancurkan dirinya sendiri karena orang lain.

Seorang manusia yang berakal akan segera bertindak dengan memanfaatkan berbagai obat penyakit ghibah begitu menyadarinya. Sehingga ia selamat dari berbagai bahaya ghibah

وأسأل الله بأسمائه الحسنى وصفاته العُلى

Kami memohon kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla dengan nama-Nya yang baik dan sifat-sifat-Nya yang mulia, agar menjadikan kita termasuk orang yang mengatakan kebenaran. Bersegera melakukan amal shalih yang dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

*BAB 8: TATA-CARA BERTAUBAT DARI DOSA GHIBAH (طريق التوبة من الغيبة)*

Bagi siapa saja yang telah menggunjing seorang muslim dan ingin bertaubat, maka hendaknya ia meminta maaf dan meminta keridhaan dari orang tersebut jika memang hal tersebut tidak akan menimbulkan masalah yang lebih besar.

Adapun jika hal tersebut justru menimbulkan kemungkaran atau masalah lain maka hendaknya ia menyebutkan kebaikan-kebaikan orang yang telah ia gunjing di majelis yang sebelumnya ia telah menggunjingnya.

Serta berusaha membelanya jika ada orang yang menggunjingnya dengan sekuat mungkin. Dengan demikian in syā Allāh dia telah dinilai bertaubat dari dosa ghibah dengan catatan tetap memperhatikan syarat-syarat taubat yang lain.

وبالله التوفيق

____________________