Halaqah 02: Ghibah dan Namimah
🎙 Ustadz Afit Iqwanudin, Amd., Lc. حفظه لله تعالى
📗 Kitāb Āfātul Lisān
📝 Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ
〰〰〰〰〰〰〰
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله و صلاة وسلم على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه، و لَاحول ولاقوة الا بالله
Sahabat BiAS kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
In syā Allāh, kita akan kembali melanjutkan pembahasan dari kitāb Āfātul Lisān Fī Dhau’il Kitābi Wa As-Sunnah ( آفات اللسان في ضوء الكتاب والسُّـنَّة) karya Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Al-Qahthāni rahimahullāhu ta’āla.
BAB 1: GHIBAH DAN NAMIMAH
Bab pertama dalam risalah ini mengangkat tema seputar ghibah dan namimah. Di mana pembahasan seputar ghibah beliau jelaskan terlebih dahulu. Para ulama berbeda pendapat dalam menjelaskan definisi ghibah, namun jika diperhatikan lebih seksama akan kita sadari bahwa semua definisi tersebut memiliki makna yang serupa, hanya saja antara satu dengan yang lain berbeda penyebutan atau yang satu lebih spesifik dari yang lain.
Mari kita perhatikan bersama!
Al-Raghib Al-Isfahani rahimahullāh menggambarkan ghibah sebagai keadaan saat seseorang menyebutkan aib orang lain tanpa ada kebutuhan.
Imam Al-Ghazali rahimahullāh menuturkan:
حدّ الغيبة أن تذكر أخاك بما يكرهه لو بلغه
Ghibah adalah menyebutkan sesuatu tentang saudaramu yang tidak akan ia sukai jika ia mendengarnya.
Ibnu Atsīr rahimahullāh mengatakan:
الغيبة أن تذكر الإنسان في غيبته بسوء وإن كان فيه.
Ghibah adalah menjelek-jelekkan seseorang saat ia tidak ada meskipun kejelekan tersebut memang ada pada dirinya.
Imam An-Nawawi rahimahullāh memberikan definisi ghibah yang cukup panjang dalam kitabnya Al-Adzkār.
Beliau mengatakan:
الغيبة ذكر المرء بما يكرهه، سواء كان ذلك في بدن الشخص، أو دينه، أو دنياه، أو نفسه، أو خَلقه، أو خُلقه، أو ماله، أو ولده، أو زوجه، أو خادمه، أو ثوبه، أو حركته، أو طلاقته، أو عبوسته، أو غير ذلك مما يتعلق به، سواء ذكرته باللفظ أو بالإشارة والرمز
Ghibah adalah saat seseorang menyebutkan kejelekan orang lain yang akan ia benci jika mengetahuinya, entah berkaitan dengan bentuk tubuhnya, agamanya, urusan dunianya, parasnya, akhlaknya, hartanya, raut wajahnya saat gembira atau saat masam, dan hal-hal lain yang serupa. Baik disebutkan secara terang-terangan atau secara tersirat.
Imam Nawawi memberikan contoh ghibah yang tersirat, beliau katakan:
ومن ذلك قول كثير من الفقهاء في التصانيف: قال بعض من يدّعي العلم
Dan di antara bentuk ghibah adalah ungkapan sebagian ahli fiqih dalam kitāb mereka. Mereka mengatakan sebagian orang yang mengaku berilmu telah mengatakan seperti ini dan seperti itu.
Namun Imam An-Nawawi menggaris bawahi ungkapan ini, ungkapan ini dapat masuk kategori ghibah jika orang yang membacanya bisa mengetahui orang yang dimaksud dalam perkataan tersebut. Dan masih banyak contoh-contoh ghibah yang seperti ini.
Kemudian penulis menegaskan bahwa ghibah tidak hanya terjadi dengan lisan namun sarana apapun yang digunakan untuk menggambarkan kejelekan seseorang, bisa dengan tulisan, isyarat atau dengan mengikuti gerak-gerik orang tersebut. Seperti (misalnya) menirukan tata-cara jalan orang lain dengan maksud merendahkannya, bahkan hal ini lebih parah dari ghibah, sebab ia memberikan gambaran yang jauh lebih jelas.
Kemudian sahabat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
BAB 2: PERBEDAAN GHIBAH DAN NAMIMAH
Adakah perbedaan antara ghibah dan namimah?
Ibnu Hajar rahimahullāh menjelaskan bahwa pendapat yang lebih tepat dalam masalah ini adalah; antara ghibah dan namimah memiliki kesamaan sekaligus memiliki perbedaan.
Di mana namimah merupakan perbuatan menceritakan kejelekan seseorang dengan niat merusak sebuah hubungan, baik orang yang dibicarakan mengetahuinya ataupun tidak. Sedangkan ghibah tidak harus memiliki tujuan untuk merusak, akan tetapi sesuatu bisa disebut ghibah jika orang yang dibicarakan tidak hadir saat itu.
BAB 3: HUKUM GHIBAH
Sudah sangat jelas bahwa hukum ghibah adalah haram berdasarkan ijma’ kaum muslimin dan berdasarkan dalīl-dalīl yang ada, baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah yang menguatkan akan hal ini.
BAB 4: ANCAMAN BAGI PELAKU GHIBAH
Cukup banyak dalīl dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang mengandung ancaman bagi para pelaku ghibah, di antaranya:
Allāh berfirman:
لاَّ يُحِبُّ الله الْـجَهْرَ بِالسُّوَءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلاَّ مَن ظُلِمَ وَكَانَ الله سَمِيعًا عَلِيمًا
“Allāh tidak menyukai perkataan buruk yang diucapkan secara terus terang kecuali oleh orang yang dizhalimi. Dan Allāh Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” (QS. An-Nissā: 148)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَـحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا الله إِنَّ الله تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari kesalahan orang lain, dan jangan ada di antara kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentulah kamu merasa jijik.” (QS. Al-Hujurat: 12)
Dalam sebuah hadīts Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah menjelaskan definisi ghibah.
Beliau bersabda:
ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ
“Engkau menyebutkan sesuatu tentang saudaramu yang ia benci.”
(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 2589)
Para sahabat lantas bertanya bagaimana jika kejelekan yang diceritakan memang ada padanya?
Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam lantas menjawab, “Jika hal tersebut memang ada pada dirinya, maka engkau telah menggunjingnya. Namun jika tidak, maka engkau telah berdusta tentangnya”.
Dalam hadīts lain yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud rahimahullāh, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah menceritakan apa yang beliau lihat saat peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Di mana beliau melihat sekelompok orang yang memiliki kuku dari tembaga, mereka mencakar muka dan dada mereka dengan kuku-kuku tersebut.
Kemudian beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam bertanya, “من هؤلاء يا جبريل؟ (siapa mereka wahai Jibril)?” Malaikat Jibril kemudian menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia, yaitu mereka melakukan ghibah dan menodai kehormatan mereka”.
Dan masih banyak dalīl-dalīl lain yang menjelaskan ancaman bagi mereka yang berani berbuat ghibah.
BAB 5: APA YANG KITA LAKUKAN JIKA MENDENGAR SESEORANG BERBUAT GHIBAH DIHADAPAN KITA?
Imam An-Nawawi rahimahullāh menjelaskan jika kita mendengar seseorang melakukan ghibah maka hendaknya kita mencegah dan menegurnya.
√ Jika tidak sanggup mencegah dengan tangan, maka tegurlah dengan lisan.
√ Jika tetap tidak sanggup maka pergilah dari tempat tersebut.
Jika orang yang dighibahi adalah guru kita, ustadz kita atau orang yang memiliki kemuliaan, memiliki kedudukan, memiliki keilmuan, para ulama (misalkan) maka usaha mencegah hal tersebut haruslah lebih besar.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda:
مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيهِ رَدَّ اللَّهُ عَنْ وَجْهِهِ النَّارَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang mencegah ghibah terhadap saudaranya, maka Allāh akan menyelamatkan wajahnya dari api neraka kelak pada hari kiamat.”
(Hadīts riwayat At-Tirmidzi nomor 1931, Ahmad 6/450)
Dalam hadīts lain Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam juga bersabda:
مَنْ ذَبَّ عَنْ لَحْمِ أَخِيهِ بِالْغِيبَةِ، كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُعْتِقَهُ مِنْ النَّارِ
“Barangsiapa yang mencegah ghibah terhadap saudaranya maka dia berhak untuk Allāh Subhānahu wa Ta’āla selamatkan dari api neraka.”
(Hadīts riwayat Ahmad 6/461)
Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla menjauhkan kita dari perbuatan ghibah serta perbuatan-perbuatan yang Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan Rasul-Nya shallallāhu ‘alayhi wa sallam larang.
وصلى الله على نبينا محمّد و على آله و صحبه وسلم
____________________