Home > Grup Islam Sunnah > Kitab Sifat Shalat Nabi ﷺ > Halaqah 26 – Pembahasan Sholat Di Atas Mimbar

Halaqah 26 – Pembahasan Sholat Di Atas Mimbar

🌍 Grup Islam Sunnah | GiS
🎙 Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A.
📗 صفة صلاة النبي ﷺ من التكبير إلى التسليم كأنك تراها
📝 Syaikh Al-Albani رحمه الله
~~~•~~~•~~~•~~~•~~~

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه

Kaum muslimin dan muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS atau Grup Islam Sunnah yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu ‘Alaihi sa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).

Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang shalat di atas mimbar.

Shalat di atas mimbar ini pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa salam dan ini dibolehkan. Terutama untuk tujuan memberikan pengajaran kepada kaum muslimin sebagaimana hal tersebut dilakukan oleh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa salam.

Disebutkan oleh Syaikh Albani Rahimahullah:

وصلى صلى الله عليه وسلم مرة على المنبر

Dan Rasulullah shalallahu alaihi wa salam pernah sekali waktu shalat di atas mimbar.

Jadi, Rasulullah naik ke atas mimbar kemudian shalat.

وفي رواية أنه ذو ثلاث درجات

Dan di dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa mimbar tersebut memiliki tiga anak tangga.

Ini menunjukkan bahwa mimbarnya Rasulullah shalallahu alaihi wa salam dahulu memiliki tiga anak tangga.
Apakah tiga anak tangga ini sunnah ataukah Rasulullah shalallahu alaihi wa salam atau para shahabatnya membuat tangga tersebut memang karena seperti itulah kebutuhannya waktu itu?

Ada yang mengatakan itulah yang disunnahkan, tiga anak tangga itu.

Ada yang mengatakan hal tersebut bukan dimaksudkan oleh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa salam, hanya saja kebutuhannya pada waktu itu memang seperti itu.

Namun, keluar dari permasalahan ini, apabila seseorang yang membuat mimbar tujuannya meniru mimbarnya Rasulullah shalallahu alaihi wa salam maka orang yang demikian mendapatkan pahala, karena semangatnya meniru yang Rasulullah shalallahu alaihi wa salam lakukan.

Jadi, tidak ada keharusan mimbar harus sama dengan mimbarnya Rasulullah shalallahu alaihi wa salam. Karena memang keadaan bisa sangat berbeda antara zaman Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa salam dengan zaman setelahnya.

Apalagi di zaman seperti ini, jamaah kaum muslimin jumlahnya sangat besar sekali. Apabila mimbar dibatasi dengan bentuk mimbar di zaman Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam akan sangat memberatkan kaum muslimin. Orang yang di belakang bisa jadi tidak tidak melihat, saking banyaknya jamaah. Sehingga tidak mengapa misalnya di sebuah masjid mimbarnya di tinggikan agar semua jamaah bisa melihat seorang imam atau seorang khatib ketika sedang berkhotbah.

فقام عليه

Maka Rasulullah shalallahu alaihi wa salam berdiri di atasnya (di atas mimbar).

فكبر، وكبر الناس ورآه وهو على المنبر

Kemudian Beliau bertakbir dan para jamaah di belakangnya mengikuti takbir beliau dan ketika itu Beliau posisinya masih di atas mimbar.

ثم ركعا وهو عليه

Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam beruku’ dan Beliau posisinya masih di atas mimbar.

ثم رفع

Kemudian Beliau mengangkat kepalanya (dari posisi rukuk menjadi i’tidal).

فنزل قهقرى حتى سجد

Ketika Beliau akan sujud Beliau mundur turun.

Dengan keadaan mundur. Asalnya di atas mimbar, sekarang Beliau turun. Karena sujud di atas mimbar tidak bisa akhirnya beliau mundur.

حتى سجد

Akhirnya Beliau sudutnya di atas tanah.

حتى سجد في الأصل منبر

Sampai Beliau akhirnya sujud di kaki mimbar.

ثم عاد

Kemudian Beliau kembali lagi ke mimbar.

Setelah selesai dari sujud, lalu duduk, kemudian sujud lagi. Kemudian berdiri lagi, kemudian naik ke atas mimbar lagi.

Di sini ada banyak ragam untuk turun dari mimbar dan gerakan untuk naik ke mimbar.

Apakah seperti ini tidak membatalkan shalat ustadz?

Kita katakan kalau gerakan tersebut karena suatu hal, suatu kebutuhan yang mendesak, maka tidak membatalkan shalatnya dan tidak mengganggu shalat seseorang. Karena memang gerakan tersebut untuk kebutuhan yang mendesak. Seperti, gerakan-gerakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ini, turun dari mimbar kemudian naik ke mimbar. Ini tujuannya adalah untuk mengajari kaum muslimin, memberikan pengajaran kepada umat. Hal yang seperti ini tidak mempengaruhi shalat seseorang.

Kalau tidak ada kebutuhan untuk itu, baru ini hendaknya ditinggalkan, kalau memang tidak ada kebutuhan. Kalau ada kebutuhan, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka tidak mengapa dilakukan.

Jangan sampai membuat kesimpulan bahwa shalat di mimbar itu sunnah, akhirnya setiap shalat melakukannya di atas mimbar. Bukan seperti ini cara menyimpulkan hukum dari sebuah dalil. Melihat Rasulullah shallallahu alaihi wassalam shalat sekali saja, kemudian seperti itu terus agar di dilihat aneh misalnya, cari sensasi. Tidak seperti ini.

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam melakukan ini karena ingin memberikan pengajaran kepada kaum muslimin.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di rakaat kedua, ketika posisi dalam keadaan berdiri, Beliau naik lagi ke atas mimbar.

فصنع فيها كما صنع ركعة أولى

Kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wa salam di rakaat yang kedua ini melakukan gerakan-gerakan sebagaimana yang Beliau lakukan di rakaat pertama.

Jadi, Beliau rukuk di atas mimbar dan i’tidal di atas mimbar. Ketika mau sujud Beliau turun lagi dan sujud di kaki mimbar. Kemudian duduk, sujud, duduk. Begitu sampai akhir shalat Beliau.

حتى فرغ من آخر صلاته

Sampai Beliau menyelesaikan shalatnya.

ثم أقبل على الناس

Kemudian Beliau menghadap kepada para jamaah.

فقال : 《يا أيها الناس

Ini yang menunjukkan bahwa Beliau melakukan hal tersebut karena hal tertentu. Bukan seperti itu seterusnya atau sering beliau lakukan. Tapi ketika itu Beliau membutuhkan untuk melakukan shalat di atas mimbar.

يا أيها الناس إني صنعت هذا لتأتموا بي

Aku melakukan hal ini agar kalian bermakmum kepadaku.

ولتعلموا صلاتي

Dan agar kalian belajar shalat dariku.

Inilah tujuan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa salam ketika itu melakukan hal ini.

Sehingga, apabila ada seorang guru, seorang ustadz, ingin memberikan pengajaran sebagaimana yang Rasulullah inginkan ketika itu, maka boleh bagi beliau untuk melakukan kan hal ini. Agar murid jelas bagaimana gerakan-gerakan di dalam shalat. Karena makmum bisa melihat semuanya. Kalau antara imam dan makmum sejajar, yang belakang tidak bisa melihat gerakan imam. Berbeda kalau imamnya berada di atas mimbar akan kelihatan walaupum oleh Makmun shaf kedua ataupun shaf seterusnya.

Maka, di dalam awal pembahasan, Syaikh Albani rahimahullah menjelaskan:

وصلى عليه وسلم مرة

Pernah sekali waktu beliau shalat.

على المنبر

Di atas mimbar.

Jadi Ini harus dibatasi dengan sekali waktu. Sekali-kali melakukan hal tersebut karena kebutuhan yang sama dengan kebutuhan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa ‘Ala.

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top