Home > Halaqah Silsilah Ilmiyah > Nawaqidhul Islam > Halaqah 07 | Penjelasan Pembatal Keislaman Ke Dua Bagian 1

Halaqah 07 | Penjelasan Pembatal Keislaman Ke Dua Bagian 1

🎙 Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
📗 Kitab Nawaqidhul Islam

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه

Halaqah yang ke tujuh dari Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam yang ditulis oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.

Berkata Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab,

الثَّانِي: مَنْ جَعَلَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللهِ وَسَائِطَ يَدْعُوهُمْ وَيسْأَلُهُمْ الشَّفَاعَةَ، وَيَتَوَكَّلُ عَلَيْهِمْ كَفَرَ إِجْمَاعًا

“Ke dua, barangsiapa yang menjadikan antara dia dan Allah perantara-perantara, berdo’a kepada mereka, meminta kepada mereka syafa’at, dan bertawakal kepada mereka, maka dia telah kufur, dengan kesepakatan para ulama.”

Hubungan antara pembatal keislaman yang pertama dan ke dua, bahwa pembatal keislaman yang pertama lebih umum, karena yang pertama mencakup berbagai jenis syirik besar. Sedangkan yang ke dua ini berbicara tentang satu diantara jenis-jenis syirik yang besar. Dan dikhususkan oleh penulis – Wallahu Ta’ala A’lam – karena banyaknya manusia yang terjerumus ke dalam jenis kesyirikan yang satu ini.

Beliau mengatakan, barangsiapa yang menjadikan antara dia dengan Allah perantara-perantara. Maksudnya adalah di dalam ibadah, menjadikan makhluk, baik itu seorang Nabi, malaikat, atau orang yang shalih, sebagai perantara di dalam ibadahnya kepada Allah agar mendekatkan dia kepada Allah. Atau menjadikan dia sebagai syufa’a (orang-orang yang memberikan syafa’at baginya di sisi Allah) dan bertawakal kepada perantara tersebut, maka ini adalah perbuatan yang diharamkan, termasuk kesyirikan, karena berdo’a dan bertawakal adalah ibadah yang tidak boleh diserahkan kepada selain Allah.

Dalil yang menunjukkan bahwa do’a adalah ibadah, firman Allah,

(وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِیۤ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ إِنَّ ٱلَّذِینَ یَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِی سَیَدۡخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِینَ)

[Surat Ghafir 60]

“Dan Rabb kalian berkata, ‘Berdo’alah kalian kepada-Ku niscaya aku akan mengabulkan untuk kalian.’ Sesungguhnya orang-orang yang sombong dari beribadah kepada-Ku, niscaya mereka akan masuk ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina.”

Ayat ini menunjukkan bahwa do’a adalah ibadah, dari dua sisi:

1. Allah memerintahkan kita untuk berdo’a kepada-Nya. Berarti Allah mencintai do’a. Dan ini menunjukkan bahwa do’a adalah ibadah.

2. Allah menamakan do’a dengan ibadah. Karena setelah Allah mengatakan, ‘Berdo’alah kalian kepada-Ku’ Allah berkata setelahnya, ‘Sesungguhnya orang-orang yang sombong dari beribadah kepada-Ku’.

Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, الدُّعَاء هُوَ الْعِبَادَةُ, Do’a itu adalah ibadah.” [HR. Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, dan juga Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syeikh Al Albani Rahimahullah.

Kemudian beliau membaca ayat yang ke-60 dari surat Ghafir di atas.

Sehingga barangsiapa yang berdo’a kepada selain Allah, sungguh dia telah terjerumus ke dalam syirik yang besar, meskipun isi do’anya adalah minta dimohonkan ampunan atau minta syafa’at, atau minta didekatkan kepada Allah.

Kemudian dalil yang menunjukkan tawakal adalah ibadah, firman Allah,

وَعَلَى ٱللَّهِ فَتَوَكَّلُوۤا۟ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِینَ

[Surat Al-Ma’idah 23]

“Dan hanya kepada Allah hendaklah kalian bertawakal, kalau kalian benar-benar beriman.”

Ayat ini menunjukkan bahwa tawakal adalah ibadah, dari dua sisi:

1. Allah memerintahkan untuk bertawakal.

2. Allah menjadikan tawakal sebagai bagian dari keimanan, di dalam firman-Nya, ‘kalau kalian benar-benar beriman’.

Dan iman adalah bagian dari ibadah, karena Allah Subhānahu wa Ta’āla memerintahkan untuk beriman seperti dalam firman-Nya,

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوۤا۟ ءَامِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ

[Surat An-Nisa’ 136]

“Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya.”

Menjadikan orang yang shalih sebagai perantara, berdo’a, meminta syafa’at, dan bertawakal kepada mereka adalah perbuatan orang-orang musyrikin Quraisy.

Allah telah mengabarkan di dalam Al Qur’an,

(وَیَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا یَضُرُّهُمۡ وَلَا یَنفَعُهُمۡ وَیَقُولُونَ هَـٰۤؤُلَاۤءِ شُفَعَـٰۤؤُنَا عِندَ ٱللَّهِۚ قُلۡ أَتُنَبِّـُٔونَ ٱللَّهَ بِمَا لَا یَعۡلَمُ فِی ٱلسَّمَـٰوَ⁠تِ وَلَا فِی ٱلۡأَرۡضِۚ سُبۡحَـٰنَهُۥ وَتَعَـٰلَىٰ عَمَّا یُشۡرِكُونَ)

[Surat Yunus 18]

“Dan mereka (orang-orang musyrikin Quraisy) menyembah kepada selain Allah, sesuatu yang tidak memberikan mudhorot kepada mereka dan juga tidak memberikan manfaat. Kemudian mereka berkata, ‘Mereka ini (orang-orang shalih yang kami sembah), adalah orang-orang yang memberikan syafa’at untuk kami di sisi Allah. Katakanlah (Wahai Muhammad), apakah kalian memberi tahu kepada Allah, sesuatu yang tidak Allah ketahui di langit maupun di bumi? Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”

Dan ayat ini, Allah mengabarkan kepada kita, tentang hakikat dari peribadatan sebagian orang-orang musyrikin yang ada di zaman Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam, yaitu ada diantara mereka yang menjadikan orang-orang shalih sebagai syufa’a, yaitu orang-orang yang memberikan syafa’at bagi mereka di sisi Allah. Caranya adalah dengan menyerahkan sebagian ibadah kepada orang-orang shalih tersebut, baik berupa nadzar, menyembelih, berdo’a, atau meminta syafa’at kepada mereka seperti mengatakan, ‘Ya Fulan, berikanlah aku syafa’at di sisi Allah.’

Allah berfirman,

وَیَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا یَضُرُّهُمۡ وَلَا یَنفَعُهُمۡ

“Mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak memberikan mudhorot kepada mereka dan tidak memberikan manfaat.”

Seharusnya seseorang beribadah hanya kepada dzat yang memberikan mudhorot dan memberikan manfaat. Dialah Allah, yang manfaat dan mudhorot seluruhnya di bawah kekuasaan Allah. Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang, memberikan manfaat kepada seseorang, maka tidak ada yang bisa menolaknya. Dan apabila Allah menghendaki mudhorot, maka tidak ada yang bisa menolaknya.

(وَإِن یَمۡسَسۡكَ ٱللَّهُ بِضُرࣲّ فَلَا كَاشِفَ لَهُۥۤ إِلَّا هُوَۖ وَإِن یُرِدۡكَ بِخَیۡرࣲ فَلَا رَاۤدَّ لِفَضۡلِهِۦۚ یُصِیبُ بِهِۦ مَن یَشَاۤءُ مِنۡ عِبَادِهِۦۚ وَهُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِیمُ)

[Surat Yunus 107]

“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudhorotan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan untukmu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dialah yang memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya, dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Orang-orang yang shalih, mereka sudah meninggal dunia. Menolong diri mereka sendiri saja mereka tidak mampu, lalu bagaimana mereka bisa menolong orang lain?

Memohonkan ampun untuk diri sendiri sudah tidak bisa, lalu bagaimana mereka memohonkan ampunan untuk orang lain?

Telah terputus amalan mereka sebagaimana telah terputus amalan selain mereka. Lalu apa alasan mereka berdo’a kepada orang-orang shalih tersebut?

Allah mengatakan,

وَیَقُولُونَ هَـٰۤؤُلَاۤءِ شُفَعَـٰۤؤُنَا عِندَ ٱللَّهِۚ

“Mereka mengatakan, ‘Merekalah yang akan memberikan syafa’at bagi kami di sisi Allah.’”

Alasan orang-orang musyrikin ketika berdo’a kepada orang-orang shalih tersebut bukan karena meyakini bahwa mereka mencipta, memberikan rezeki, atau mengatur alam semesta. Akan tetapi tujuannya adalah supaya mereka-mereka ini memberikan syafa’at bagi mereka di sisi Allah.

Diantara sesembahan mereka adalah Latta.

Allah berfirman,

(أَفَرَءَیۡتُمُ ٱللَّـٰتَ وَٱلۡعُزَّىٰ)

[Surat An-Najm 19]

“Kabarkan kepadaku tentang Al Latta dan Al ‘Uzza.”

Ada yang membaca dengan Al Latta, dengan mentasydid ت.

Sebagian salaf menyebutkan bahwa Al Latta ini adalah orang yang shalih. Dan dahulu apabila datang musim haji, dia sering memberi makan kepada orang-orang yang sedang beribadah haji. Dan ketika meninggal dunia, maka dia disembah selain Allah. Orang-orang musyrikin datang ke kuburannya dengan maksud meminta syafa’at.

Kemudian Allah Subhānahu wa Ta’āla membantah keyakinan orang-orang musyrikin tersebut. Allah mengatakan,

قُلۡ أَتُنَبِّـُٔونَ ٱللَّهَ بِمَا لَا یَعۡلَمُ فِی ٱلسَّمَـٰوَ⁠تِ وَلَا فِی ٱلۡأَرۡضِۚ

“Katakanlah (Wahai Muhammad), apakah kalian wahai orang-orang musyrikin mengabarkan kepada Allah sesuatu yang Allah tidak ketahui di langit maupun di bumi?”

Dari mana kalian tahu?

Maksudnya, dari mana kalian tahu bahwa cara mendapatkan syafa’at adalah dengan menyembah mereka dan menyerahkan sebagian ibadah kepada mereka?

Ini adalah bantahan dari Allah terhadap orang-orang musyrikin karena mereka berkata atas nama Allah, apa yang mereka tidak ketahui. Padahal Allah Subhānahu wa Ta’āla dan Rasul-Nya tidak pernah mengabarkan bahwa untuk mendapatkan syafa’at dari orang-orang shalih adalah dengan cara mendekatkan diri, beribadah, atau berdo’a kepada mereka. Cara seperti ini berasal dari bisikan syaithan kemudian persangkaan mereka semata.

Allah mengatakan,

سُبۡحَـٰنَهُۥ وَتَعَـٰلَىٰ عَمَّا یُشۡرِكُونَ

“Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka sekutukan.”

Allah menamakan perbuatan yang mereka lakukan tersebut sebagai perbuatan syirik.

Oleh karena itu Syeikh mengatakan,

كَفَرَ إِجْمَاعًا “Dia telah kufur secara ijma’.”

Karena syirik yang besar adalah satu diantara jenis kekufuran.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini. Semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top