Home > Bimbingan Islam > Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah dan Hari Tasyrik > Halaqah 09: Sesuatu yang Menentukan Status Hewan Kurban dan Hukum-hukumnya

Halaqah 09: Sesuatu yang Menentukan Status Hewan Kurban dan Hukum-hukumnya

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Abul Aswad Al-Bayaty, BA حفظه لله تعالى
📖 Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah dan Hari Tasyrik Serta Beberapa Panduan Praktis Berkurban
📗 Lathā’if Ma’ārif Karya Imam Ibnu Rajab dan Talkhish Kitab Ahkam Udhiyyab wa Ad-Dzakah Karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمهما الله
〰〰〰〰〰〰〰

بسم الله الرحمن الرحيم
الـحـمـد لله و الـصـلاة و الـسـلام عـلـى رسول الله وعلى آله وصحبه و من والاه ومن اتبع هداه إلى يوم نلقاه امابعد

Ikhwaniy wa Akhawatiy Fīllāh rahīmani wa rahīmakumullāh wa A’adzakumullāh yang senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Alhamdulillāh kita dipertemukan kembali pada kesempatan kali ini dan kita akan melanjutkan pembahasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kurban, yaitu :

فيما تتعين به الأضحية وأحكامه

▪︎ Dengan Apa Hewan Itu Bisa Ditetapkan Sebagai Kurban

Tentang sesuatu yang menentukan status satu hewan itu sebagai kurban.

Satu hewan bisa ditetapkan sebagai hewan kurban dengan beberapa cara di antaranya:

اللفظ بأن يقول

⑴ Dengan lafadz, seperti seseorang mengatakan, _”Kambing ini akan saya jadikan sebagai hewan kurban”_, berarti ketika sudah diucapkan seperti ini maka kambing tersebut yang awalnya tidak berstatus kurban berubah statusnya menjadi calon hewan kurban.

الفعل وهو نوعان

⑵ Dengan perbuatan.

Dan perbuatan ini ada dua yaitu:

① Dengan menyembelih satu kambing dan diniatkan sebagai kurban.
② Seseorang membeli kambing dan diniatkan sebagai kurban.

Dua perbuatan tersebut merubah status hewan yang awalnya dia hewan biasa menjadi hewan kurban. Apabila satu hewan sudah berstatus sebagai hewan kurban maka ada beberapa hukum yang berkaitan dengan hewan kurban (kambing) tersebut.

Kambing kurban adalah kambing yang telah ditetapkan sebagai calon hewan kurban, jika sudah ditetapkan sebagai calon hewan kurban maka akan berlaku hukum-hukum sebagai berikut:

أنه لا يجوز التصرف بها بما يمنع التضحية به من بيع وهبة ورهن وغيرها

• Pertama | Satu hewan yang sudah berstatus sebagai calon hewan kurban tidak boleh dilakukan pada dirinya perkara-perkara yang bisa menghalangi dari penyembelihan hewan kurban tersebut.

Misalnya:

Kambing A sudah ditetapkan sebagai hewan kurban maka sejak itu, ia tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, tidak boleh digadaikan. Karena perbuatan-perbuatan tersebut bisa membatalkan status hewan tersebut sebagai hewan kurban.

Kecuali apabila calon kambing kurban tersebut dijual dalam rangka untuk ditukarkan dengan hewan lain yang jauh lebih berkualitas atau lebih baik.

Misalnya kambing A ini harganya 2 Juta kemudian pemiliknya memiliki tambahan uang dan dia jual kambing tersebut untuk ditukarkan dengan kambing seharga 3 Juta. Hal seperti ini boleh.

أنه إذا مات بعد تعيينها لزم الورثة تنفيذها، وإن مات قبل التعيين فهي ملكهم يتصرفون فيها بما شاءوا

• Kedua | Jika satu hewan itu sudah ditetapkan sebagai calon hewan kurban kemudian pemiliknya meninggal dunia, maka wajib bagi ahli warisnya untuk tetap melaksanakan kurban tersebut (tetap menyembelih kambing tersebut) meskipun pemilik dari kambing tersebut sudah meninggal dunia.

Orang yang berniat ingin berkurban lalu dia meninggal dunia maka ahli warisnya harus tetap menyembelih hewan tersebut.

أنه لا يستغل شيئاً من منافعها فلا يستعملها في حرث ونحوه، ولا يركبها إلا إذا كان لحاجة وليس عليها ضرر

• Ketiga | Hewan yang sudah ditetapkan sebagai calon hewan kurban tidak boleh dimanfaatkan, baik untuk kepentingan cocok tanam atau dikendarai kecuali ada kepentingan darurat.

أنها إذا تعيبت عيباً يمنع من الإجزاء مثل أن يشتري شاة فيعينها فتبخق عينها حتى تكون عوراء بينة العور فلها

• Keempat | Apabila sudah ditetapkan satu hewan itu sebagai calon hewan kurban, kemudian muncul satu aib atau cacat yang menyebabkan hewan tersebut tidak sah untuk dijadikan hewan kurban.

Kambing A sudah diniatkan sebagai hewan kurban, sebelum disembelih ternyata salah satu matanya buta (misalnya) padahal syarat hewan kurban tidak boleh buta.

Dalam masalah ini ada dua kondisi; Apabila cacat tersebut muncul dikarenakan ulah si pemilik hewan kurban, maka pemiliknya harus mengganti. Namun jika catat tersebut muncul secara alami bukan karena keteledoran pemilik hewan tersebut maka hewan tersebut tetap disembelih dan itu sudah sah baginya.

Si fulan membeli kambing A dan sudah diniatkan sebagai hewan kurban, ternyata sebelum hewan tersebut disembelih hewan itu salah satu matanya buta. Bila kebutaan ini disebabkan keteledoran si A, maka si A harus mengganti hewan kurban tersebut.

Tetapi jika kebutaan tersebut muncul secara alami bukan karena keteledoran maka hewan tersebut tetap disembelih dan sah menjadi kurbannya si A.

أنها إذا ضاعت أو سرقت فلها حالان أيضاً

• Kelima | Jika calon hewan kurban tersebut hilang sebelum disembelih, maka ada dua kondisi juga.

√ Pertama, hilangnya calon hewan kurban tersebut karena keteledoran si pemilik, maka si pemilik harus menggantinya dengan kambing yang baru.

√ Kedua, hilangnya calon hewan kurban tersebut bukan karena keteledoran, maka si pemilik tidak wajib untuk mengganti calon hewan kurban tersebut

أنها إذا أتلفت فلها ثلاث حالات

• Keenam | Apabila sebelum disembelih hewan kurban tersebut mati, maka ada tiga keadaan.

⑴ Jika matinya karena keteledoran, maka wajib mengganti

⑵ Jika matinya karena sebab alami seperti sakit bukan karena keteledoran pemiliknya, maka dia tidak harus mengganti.

⑶ Jika matinya disebabkan oleh orang lain (oleh berbuatan orang lain yang bukan pemilik hewan tersebut) maka bagi pemilik hewan tersebut jika memungkinkan dia meminta ganti (menuntutnya di pengadilan) dan jika tidak memungkinkan untuk menuntut maka tidak ada kewajiban bagi si pemilik hewan kurban tersebut.

• Ketujuh | Apabila calon hewan kurban tersebut disembelih sebelum waktu penyembelihan (meskipun diniatkan sebagai kurban).

Misalnya disembelih sebelum seseorang melaksanakan shalat Iedul Adha, meskipun diniatkan sebagai kurban, maka si pemilik harus mengganti dengan hewan kurban yang lainnya (hewan kurban yang baru).

Sebagaimana sabda Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُعِدْ مَكَانَهَا أُخْرَى

_”Barangsiapa menyembelih sebelum ia melaksanakan shalat Iedul Adha, hendaknya ia mengganti dengan hewan kurban yang lain.”_

(Hadīts shahīh riwayat Al-Bukhāri nomor 5562)

Ikhwaniy wa Akhawatiy Fīllāh rahīmani wa rahīmakumullāh wa A’adzakumullāh yang senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kemudian pembahasan terakhir pada sesi ini adalah penyebutan dua kaidah:

• Kaidah Pertama

Jika hewan kurban hilang sesudah disembelih, dicuri atau diambil oleh pihak yang tidak mungkin menuntutnya, dan pemiliknya tidak teledor padanya, maka ia tidak bertanggung jawab untuk menggantinya.

Jadi setelah disembelih, dia tinggalkan lalu sembelihan itu dicuri orang dan itu bukan karena keteledoran pemiliknya, maka dia tidak harus mengganti.

Namun jika ia teledor, maka dia bertanggung jawab pada bagian yang wajib disedekahkan dan dia harus menyedekahkannya.

• Kaidah Kedua

Jika hewan kurban melahirkan setelah penentuan (sesudah hewan itu ditetapkan sebagai hewan kurban) sebelum disembelih, maka hukum anaknya sama dengan hukum induknya dalam segala apa yang disebutkan.

Namun jika ia melahirkan sebelum penentuan, sebelum ditetapkan sebagai calon hewan kurban, maka ia mengambil hukum tersendiri. Tidak mengikuti induknya sebagai hewan kurban karena ia tidak menjadi hewan kurban kecuali sudah terpisah dari induknya.

Itu saja yang bisa kita sampaikan, mudah-mudahan bermanfaat.

Wallāhu ta’āla a’lam bishawab.

____________________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top