Halaqah 05 : Iman Terhadap Wujud Allāh ﷻ
🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA حفظه لله تعالى
📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah Fīl ‘Aqīdah (شرح أصول الإيمان نبذة في العقيدة)
📝 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ
〰〰〰〰〰〰〰
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد الله وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله واصحابه و من والاه، و لا حول ولا قوة إلا بالله اما بعد
Sahabat BiAS, kaum muslimin rahīmani wa rahīmakumullāh.
In syā Allāh kita melanjutkan pembahasan dari Risalah Syarah Ushul Iman Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullāhu ta’āla.
Kita masuk pada pembahasan:
▪︎ BERIMAN KEPADA ALLĀH (الإيمان بالله تعال)
Iman kepada Allāh meliputi :
⑴ Iman kepada Wujud Allāh Ta’āla.
⑵ Iman kepada Rububiyyah Allāh Ta’āla.
⑶ Iman kepada Uluhiyyah Allāh Ta’āla.
⑷ Iman kepada Asma dan shifat Allāh Ta’āla.
In syā Allāh, kita akan membahas satu persatu apa yang mesti kita imani tentang Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kita akan awali iman kepada Allāh dengan mengimani wujud Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Mengimani tentang wujud Allāh, ditunjukkan oleh dalīl fitrah, dalīl akal, dalīl syari’ maupun dalīl hissi (dalīl kenyataan).
Dalīl fitrah bahwa setiap makhluk hidup difitrahkan oleh Allāh, mengimani sang pencipta tanpa pakai memikir, tanpa pakai pembelajaran, dan tidak ada yang bisa memalingkan dari fitrah ini.
Sebagaimana Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menyebutkan tentang fitrah yang lurus,
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
_”Tidaklah setiap yang lahir kecuali dilahirkan di atas fithrah, kedua orang tuanya lah yang menjadikan anak ini yahudi atau nashrani atau majusi.”_
(Hadīts riwayat Al Bukhāri)
Dan Nabi tidak menyebutkan أويسلمنيه atau yang menjadikan dia Islām, karena fithrah mereka adalah Islām, lurus, selamat. Adapun penyimpangan-penyimpangan menjadi yahudi, nashrani, atau majusi itu adalah di antara dampak dari pendidikan atau pengaruh lingkungan. Sehingga menyimpang dari fitrahnya.
• Dalīl Fithrah
Termasuk di antara dalīl fithrah adalah apabila ada seorang anak anda tempeleng kemudian anak itu menangis dan anda mengatakan kepada anak tersebut, “Kenapa kamu menangis?” Anak itu menjawab, “Karena ditempeleng anda”. Kemudian anda mengatakan, “Tidak ada yang menempeleng kamu”. Anak itu tidak akan terima, karena fithrahnya ada tempelengan dan pasti ada yang menempeleng.
Demikian pula fithrahnya manusia, ada ciptaan pasti ada yang menciptakan. Ini adalah dalīl fithrah yang ada pada setiap diri manusia.
• Dalīl Akal
Adapun dalīl akal, bahwasanya akal manusia berkaitan dengan wujud Allāh Subhānahu wa Ta’āla sesuatu yang ada, ini pasti ada yang mendahuluinya, pasti ada yang mengadakannya. Adanya ciptaan ini pasti ada yang menciptakannya, ini sesuatu yang sangat logis.
Akal manusia demikian, mereka akan berbicara, mereka akan mengingkari. Secara akal bahwasanya sesuatu itu tercipta dengan sendirinya, tercipta tanpa ada yang menciptakan. Ini adalah sesuatu yang didengar oleh akal manusia.
Oleh karena itu di antara ayat yang sangat mengagungkan, yang menjadikan sebab salah seorang sahabat masuk ke dalam Islām adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla,
أَمۡ خُلِقُوا۟ مِنۡ غَیۡرِ شَیۡءٍ أَمۡ هُمُ ٱلۡخَـٰلِقُونَ
_”Apakah mereka tercipta tanpa sesuatu, maksudnya tercipta dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan sama sekali?”_
(QS. Ath-Thur: 35)
أَمۡ هُمُ ٱلۡخَـٰلِقُونَ
_Apakah mereka yakin, bahwa mereka adalah yang menciptakan segala yang ada itu?_
Sama sekali mereka tidak akan yakin, baik itu segala yang ada ini tercipta tanpa pencipta apalagi mereka menyakini mereka sebagai pencipta sesuatu yang ada ini.
Akal mereka akan mengatakan bahwa segala yang ada ini pasti ada yang menciptakan, sebagaimana Allāh katakan di dalam surat At Tur ayat 35. Ayat ini mengkisahkan seorang sahabat yang bernama Zubair bin Mut’im radhiyallāhu ‘anhu, ketika Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam membaca ayat tersebut sampai pada ayat,
أَمۡ خُلِقُواْ مِنۡ غَيۡرِ شَيۡءٍ أَمۡ هُمُ ٱلۡخَٰلِقُونَ ۞ أَمۡ خَلَقُواْ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَۚ بَل لَّا يُوقِنُونَ ۞ أَمۡ عِندَهُمۡ خَزَآئِنُ رَبِّكَ أَمۡ هُمُ ٱلۡمُصَۜيۡطِرُونَ
_”Apakah mereka ini tercipta tanpa ada yang menciptakan? Apakah mereka itu (bahkan) merasa meyakini sebagai sang pencipta? Apakah mereka menciptakan langit dan bumi?”_
(QS. Ath-Thur: 35-37)
بَل لَّا يُوقِنُونَ
_Pasti mereka tidak akan meyakini itu semua._
Mereka tidak meyakini segala yang ada itu, tercipta tanpa pencipta, atau bahkan mereka meyakini dirinya adalah sang pencipta dan mereka juga tidak meyakini bahwa mereka yang menciptakan langit dan bumi.
Maka Zubair bin Mut’im saat itu yang masih musyrik mengatakan:
كاد قلبي أن يطير وذلك أول ما وقر الإيمان في قلبي
_”Hampir-hampir hatiku ini terbang, hampir-hampir jantungku itu lepas dan itulah awal iman menancap di dalam hatiku”_
Ayat yang memberikan gambaran logis, bagaimana akal manusia dibimbing oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla sebagaimana fithrahnya dan sebagaimana fungsi akal.
Bahwasanya akal akan menegaskan segala yang ada pasti ada yang mengadakan, sehingga segala ciptaan ini pasti ada yang menciptakan dan tidak mungkin sesuatu yang ada ini, ada dengan sendirinya.
Para pemirsa yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Maka seorang badui tidak susah ketika ditanya dalīl tentang adanya sang pencipta di balik alam semesta ini.
Apa di antara kata mereka?
Adanya kotoran unta pasti ada untanya, tidak mungkin ada kotoran unta tanpa ada untanya.
Adanya bekas telapak kuda atau telapak unta, pasti ada kuda atau unta yang lewat.
Itu sesuatu yang sangat gampang, dengan akal yang sangat sederhana (sangat mudah) maka mereka betul-betul sangat bisa memahami tentang wujudnya Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Adapun dalīl syari, bahwasanya kitāb-kitāb yang diturunkan Allāh Subhānahu wa Ta’āla, dalīl-dalīl dari kitāb terdahulu maupun kitāb Al Qur’ān Al Karīm semuanya menjelaskan tentang sang pencipta Allāh Rabbul’ālamīn dengan ayat-ayat yang sangat banyak.
Seperti di antaranya ayat Allāh.
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ
_”Allāh adalah pencipta segala sesuatu”_
(QS. Az-Zumar: 62)
• Dalīl Hissi
Adapun dalīl hissi, dalīl kenyataan yang bisa diraba tentang wujud Allāh Subhānahu wa Ta’āla, seperti apa yang kita dengar dan apa yang kita lihat, dikabulkan doa orang yang berdoa, kemudian dihilangkannya kesulitan orang yang mengalami kesulitan.
Ini merupakan dalīl yang sangat tegas tentang adanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Seperti yang Allāh jelaskan bagaimana ketika Nuh berdoa, kemudian Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengabulkan doa nabiyullāh Nuh agar kaumnya dihancurkan oleh Allāh tanpa tersisa.
Kemudian ketika Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berdoa ketika perang Badar menghadapi pasukan Badar, dan Allāh mengabulkan doa Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Bagaimana ketika seorang Badui mereka mengalami kekeringan kemudian mereka mendatangi Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, ketika itu beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam sedang khutbah Jum’at. Arab Badui itu meminta agar Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam berdoa kepada Allāh, agar Allāh menurunkan hujan. Kemudia Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam pun berdoa lalu turunlah hujan.
Kemudian turun hujan sampai membanjiri dan merusak yang ada. Kemudian Arab Badui itu kembali mendatangi Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan memohon agar beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam berdoa kepada Allāh, agar Allāh menghentikan hujan.
Maka dikabulkan doa-doa itu (semua), adalah bukti keberadaan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Sebagaimana juga tentang adanya berbagai macam muzijat-muzijat yang Allāh berikan kepada para nabiyullāh alayhishshalātu wassalām. Nabiyullāh Musa, nabiyullāh Muhammad, dan nabi-nabi yang ada.
Muzijat tongkat terbelahnya laut, tongkat menjadi ular, kemudian muzijat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dengan terbelahnya bulan. Ini semua termasuk wujud yang nyata. Bagaimana mereka dihadapkan dengan penegasan bahwa Allāh itu ada, wujud Allāh Subhānahu wa Ta’āla itu ada.
Inilah di antara yang menjadi beberapa dalīl tentang wujud Allāh Ta’āla baik secara dalīl, baik dalīl fithrah, dalīl akal, dalīl syari’ dan dalīl hissi atau dalīl kenyataan yang dilihat oleh manusia (disaksikan oleh manusia) sehingga setiap kita meyakini keberadaan Allāh baik secara fithrah maupun secara kenyataan. Apalagi dengan dalīl akal dan juga dalīl syari dan dalīl-dalīl yang ditunjukkan oleh wahyu.
Semoga bermanfaat. In syā Allāh kita lanjutkan pembahasan berikutnya,
و صلى الله عليه وسلم الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
________________