Bab 10 | Hijrahnya Sebagian Shahabat Ke Habasyah (Bag. 7 dari 11)

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Sirah Nabawiyyah
~~~~~~~

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
​​​الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه

Para sahbat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kemudian, kita akan lanjutkan kisah hijrah para shahābat ke negeri Habasyah (Ethiopia).

Adapun kisah yang masyhur di buku-buku sejarah tentang shahābat Nabi yang bernama ‘Ubaidillāh bin Jahsyn yang katanya dia hijrah ke negeri Habasyah kemudian dia masuk Nashrāni maka kisah ini tidak ada dalīl yang shahīh.

Bahkan bertentangan dengan hadīts-hadīts yang shahīh, yang menunjukkan dia tetap dalam keadaan Islām.

Tatkala itu dia berhijrah ke Habasyah bersama istrinya, Ramlah Ummu Habibah bintu Abī Sufyān, yang nanti akan menjadi istri Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Ketika sampai di Habasyah, dia sakit (dalam hadīts shahīh riwayat Ibnu Hibban) dan mewasiatkan kepada Nabi untuk menikahi istrinya.

Akhirnya Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam menikahi Ummu Habibah jarak jauh (dengan perantara). Nabi di Mekkah dan Ummu Habibah di Habasyah.

Di antara dalīl yang menguatkan bahwasanya dia tetap Islām dan tidak mati dalam keadaan Nashrāni adalah kisah pertemuan Heraklius dengan Abū Sufyān. Tatkala Heraklius bertemu dengan Abū Sufyān, Heraklius bertanya tentang sifat-sifat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Di antara pertanyaan yang diajukan, Heraklius bertanya:

“Apakah ada di antara pengikut Muhammad satu orang yang murtad karena dia benci kepada agama Muhammad?”

Kata Abu Sufyan: “Tidak ada.”

⇒ Intinya tidak ada dari shahābat Nabi yang murtad.

Kalau seandainya ‘Ubaidillāh bin Jahsyn murtad maka pasti Abū Sufyān tahu karena istrinya ‘Ubaidillāh adalah putrinya Abū Sufyan.

Seandainya menantu, Abū Sufyān (Ubaidillāh bin Jahsy), masuk ke dalam agama Nashrāni pasti mertuanya (Abū Sufyān) tahu. Namun tatkala Heraklius bertanya, “Adakah pengikutnya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang murtad?” Abū Sufyān menjawab, “Tidak ada.”

Ini dalīl bahwasanya berita tentang Ubaidillāh bin Jahsyn menjadi seorang Nashrāni adalah tidak benar.

Maka kita tidak boleh menceritakan kisah ini kepada masyarakat karena ini tidak benar, Bagaimana ‘Ubaidillāh bin Jahsy lari dari kesyirikan, pergi ke tempat yang jauh, penuh kesulitan, sampai di sana menjadi Nashrāni?

⇒ Ini jauh dari Sirah para shahābat radhiyallāhu Ta’āla ‘anhum.

Para shahābat yang berhijrah 2 kali ke negeri Habasyah dan ke Madīnah (meskipun belakangan) maka mereka memiliki keutamaan sendiri.

Pada waktu Perang Khaibar ada salah seorang yang datang terlambat, jadi para shahābat tetap terus di Habasyah, kira-kira mereka 15 tahun, mereka tidak disuruh pulang kecuali setelah perang Khaibar.

Padahal tatkala itu telah terjadi peristiwa-peristiwa besar antara kaum muslimin dengan orang-orang kāfir. Ada Perang Badr, Perang Uhud, Perang Khandaq, namun sama sekali Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak menyuruh untuk pulang.

Kapan Nabi menyuruh mereka pulang?

Yaitu setelah terjadi Perjanjian Hudaibiyyah. Tatkala kondisi telah tenang, maka mereka pulang, karena ada perjanjian damai dengan kaum musyrikin.

Sebagian ulamā mengatakan mengapa Nabi tidak menyuruh pulang?

Kata para ulamā, Nabi tetap menjaga agar dakwah ini berjalan, harus ada yang selamat.

Nabi tidak tahu masa depan (misalnya) ada yang terjadi pada Nabi dan para shahābat di Madīnah. Kalau mereka dibumi hanguskan di Mekkah maka masih ada yang berdakwah di Habasyah (dakwah tidak boleh berhenti). Sehingga Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak memanggil mereka kecuali sudah ada ketenangan.

Setelah ada perjanjian damai baru Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam meminta para shahābat kembali.

Akhirnya Ja’far bin Abī Thālib dan para shahābat yang sudah tinggal lama di Habasyah pulang ke Mekkah dan langsung ikut Perang Khaibar.

Tatkala itu ada sebagian shahābat yang terlambat datang dari Habasyah ke Khaibar.

Dan ada shahābat yang tidak ikut hijrah ke Habasyah melainkan mereka hijrah ke Madīnah, dan shahābat yang ikut hijrah ke Habasyah belum ke Madīnah.

Tatkala para shahābat yang berhijrah ke Habasyah belakangan (datang ke Madinahnya) sebagian shahābat yang berhijrah ke Madīnah sedikit membanggakan dengan mengatakan, “Kami lebih dahulu hijrah ke Madīnah dan kalian belakangan.”

Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam membela mereka dengan berkata:

ليس بأحق بي منكم

“Bahwasanya orang itu tidak lebih berhak tentang aku daripada kalian.”

Karena Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang menyuruh mereka dulu (para shahābat) hijrah ke negeri Habasyah.

Kata Nabi:

وله ولأصحابه هجرة واحدة، ولكم أنتم – أهل السفينة – هجرتان

“Bagi orang tadi yang bangga dengan shahābat-shahābatnya, dia hanya dapat satu hijrah, adapun kalian mendapat dua hijrah (hijrah ke Habasyah dan hijrah ke Madīnah).”

Demikian saja.

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

________