Bab 10 | Hijrahnya Sebagian Shahabat Ke Habasyah (Bag. 4 dari 11)

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Sirah Nabawiyyah
~~~~~~~

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
​​​الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه

Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kemudian, kita akan lanjutkan kisah hijrah para shahābat ke negeri Habasyah (Ethiopia).

Saya bacakan kisah perjalanan para shahābat atau bagaimana terjadinya dialog antara Raja Najāsyī dengan Amr bin ‘Āsh dan Ja’far bin Abī Thālib radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, sebagaimana diriwayatkan oleh Imām Ahmad di dalam Musnadnya dengan sanad yang hasan.

Yang menceritakan kisah ini adalah Ummu Salamah yang juga telah berhijrah ke negeri Habasyah.

Beliau berkata:

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رضي الله عنها قَالَتْ لَمَّا نَزَلْنَا أَرْضَ الْحَبَشَةِ جَاوَرْنَا بِهَا خَيْرَ جَارٍ النَّجَاشِيَّ أَمَّنَّا عَلَى دِينِنَا وَعَبَدْنَا اللَّهَ تَعَالَى لَا نُؤْذَى وَلَا نَسْمَعُ شَيْئًا نَكْرَهُهُ

“Tatkala kami singgah di negeri Habasyah, di situ kami bersama teman yang baik (di bawah perlindungan raja Najāsyī). Kami merasa aman dengan agama kami.”

⇒ Inilah ketenangan yang mereka cari.

Allāh menyuruh berhijrah, jika tidak bisa beribadah dengan tenang di suatu tempat, maka jangan nekat, karena bumi Allāh luas.

Oleh karenanya begitu keras para ulamā untuk melarang orang-orang pergi ke negeri kāfir, kecuali jika ada mashlahat.

Jika tidak ada mashlahat maka khawatir, mungkin dia selamat lalu bagaimana dengan keadaan anak-anaknya?

Misalnya, dia tinggal di negeri kāfir hanya sekedar mencari rizqi padahal di negerinya juga bisa, hanya sekedar ingin mendapat gaji lebih besar. Mungkin dia selamat tapi bagaimana dengan anak-anaknya (pergaulan mereka). Perkaranya tidak mudah. Mungkin shalāt tidak mudah dan makan tidak mudah, tergantung kondisi di negara tersebut.

Oleh karenanya keamanan dan ketentraman untuk beribadah itu dituntut.

Oleh karenanya ummu Salamah mengatakan:

وَعَبَدْنَا اللَّهَ تَعَالَى لَا نُؤْذَى وَلَا نَسْمَعُ شَيْئًا نَكْرَهُهُ

“Dan kami beribadah kepada Allāh tidak ada yang mengganggu kami, dan kami tidak pernah mendengar sesuatu yang membuat kami tidak suka.”

فَلَمَّا بَلَغَ ذَلِكَ قُرَيْشًا ائْتَمَرُوا أَنْ يَبْعَثُوا إِلَى النَّجَاشِيِّ فِينَا رَجُلَيْنِ جَلْدَيْنِ وَأَنْ يُهْدُوا لِلنَّجَاشِيِّ هَدَايَا مِمَّا يُسْتَطْرَفُ مِنْ مَتَاعِ مَكَّةَ وَكَانَ مِنْ أَعْجَبِ مَا يَأْتِيهِ مِنْهَا إِلَيْهِ الْأَدَمُ

“Tatkala hal ini sampai kepada orang-orang kāfir Quraisy bahwa kami sudah sampai di Habasyah maka merekapun sepakat untuk mengirim dua orang hebat dan kuat dalam berjidal, maka merekapun datang dan membawa hadiah (oleh-oleh) untuk raja Najāsyī.”

Hadiah yang mereka paling suka adalah hadiah yang berupa kulit (orang-orang Habasyah suka dengan hadiah ini).

Bayangkan, orang-orang kāfir Quraisy, mereka ingin tahu apa yang disuka oleh penduduk Habasyah. Kemudian mereka mencarikan hadiah yang disukai (bukan sembarang hadiah).

Kemudian mereka mengirim ‘Amr bin Āsh dan ‘Abdullāh bin Abī Rabī’ah.

Kata orang-orang kafir Quraisy:

فَخَرَجَا فَقَدِمَا عَلَى النَّجَاشِيِّ وَنَحْنُ عِنْدَهُ بِخَيْرِ دَارٍ وَخَيْرِ جَارٍ فَلَمْ يَبْقَ مِنْ بَطَارِقَتِهِ بِطْرِيقٌ إِلَّا دَفَعَا إِلَيْهِ هَدِيَّتَهُ قَبْلَ أَنْ يُكَلِّمَا النَّجَاشِيَّ

Sebelum kalian berdua menemui raja Najāsyī, mereka berdua harus mendatangi pembesar-pembesar negeri Habasyah (mungkin menteri), lalu memberikan hadiah tersebut terlebih dahulu kepada pembesar-pembesar itu dan mengatakan, “Kalau saya berbicara dengan raja Najāsyī kalian dukung kami.”

Kemudian kata ummu Salamah:

فَلَمْ يَبْقَ مِنْ بَطَارِقَتِهِ بِطْرِيقٌ إِلَّا دَفَعَا إِلَيْهِ هَدِيَّتَهُ قَبْلَ أَنْ يُكَلِّمَا النَّجَاشِيَّ

Sebelum mereka berbicara dengan raja Najāsyī, tidak ada satu pembesar negeri Habasyah kecuali sudah diberi hadiah oleh mereka berdua.

ثُمَّ قَالَا لِكُلِّ بِطْرِيقٍ مِنْهُمْ إِنَّهُ قَدْ صَبَا إِلَى بَلَدِ الْمَلِكِ مِنَّا غِلْمَانٌ سُفَهَاءُ

Kemudian mereka berdua berkata kepada para pembesar Habasyah tersebut, “Sesungguhnya telah keluar dari adat nenek moyang kita dan mereka pergi ke negeri ini (Habasyah) anak-anak muda yang bodoh.”

⇒ Jadi mereka berdua (‘Amr bin Āsh dan ‘Abdullāh bin Abī Rabī’ah) ingin menjatuhkan derajat para shahābat yang berhijrah.

⇒ Mereka mengatakan: غِلْمَانٌ سُفَهَاءُ , anak-anak muda yang bodoh.

Kemudian kata mereka:

فَارَقُوا دِينَ قَوْمِهِمْ وَلَمْ يَدْخُلُوا فِي دِينِكُمْ

“Mereka meninggalkan agama nenek moyang mereka dan anehnya mereka tidak ikut agama kalian (agama Nashrāni).”

Jadi, hujah mereka:

⑴ Mereka mengatakan, “Anak-anak yang bodoh.”

⑵ Mereka mengatakan, “Mereka (para shahabat) meninggalkan agama nenek moyang mereka dan anehnya mereka tidak ikut agama kalian (agama Nashrāni).”

وَجَاءُوا بِدِينٍ مُبْتَدَعٍ لَا نَعْرِفُهُ نَحْنُ وَلَا أَنْتُمْ وَقَدْ بَعَثَنَا إِلَى الْمَلِكِ فِيهِمْ أَشْرَافُ قَوْمِهِمْ لِنَرُدَّهُمْ إِلَيْهِمْ

“Mereka datang dengan membawa agama baru dan agama baru ini kami tidak mengenalnya dan kalian pun tidak mengenalnya. Dan pembesar-pembesar kaum mereka (Mekkah) telah mengutus kami agar mengembalikan mereka.”

فَإِذَا كَلَّمْنَا الْمَلِكَ فِيهِمْ فَأَشِيرُوا عَلَيْهِ بِأَنْ يُسَلِّمَهُمْ إِلَيْنَا وَلَا يُكَلِّمَهُمْ

“Kalau kami berbicara dengan raja kalian, tolong kami didukung, agar raja mengembalikan kepada kami dan jangan sampai raja berbicara dengan mereka.”

فَإِنَّ قَوْمَهُمْ أَعْلَى بِهِمْ عَيْنًا وَأَعْلَمُ بِمَا عَابُوا عَلَيْهِمْ

“Sesungguhnya kaum mereka (orang kafir Quraisy) selalu mengawasi mereka (para shahabat) dan kaum mereka lebih tahu tentang aib-aib mereka.”

Kemudian pembesar-pembesar tersebut mengatakan:
نَعَمْ

“Iya.”

Perhatikan disini!

‘Amr bin Āsh radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu cerdas, maka dia berbicara dengan cara yang licik tatkala itu, dia mengatakan:

⑴ Bahwa yang datang ke negeri Habasyah adalah anak-anak muda yang bodoh.
⑵ Mereka membawa ajaran baru, “Kami tidak tahu agama tersebut dan kalianpun tidak tahu agama mereka.”
⑶ Nenek moyang mereka atau orang-orang tua mereka berada di Mekkah, “Tugas kami mengembalikan anak-anak yang sesat ini kepada orang tua mereka.”

Ini adalah perkataan indah, jadi kesannya mereka berniat baik mengembalikan anak-anak sesat itu kepada orang tua mereka.

Demikian saja.

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

🖋Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
________