Bab 10 | Hijrahnya Sebagian Shahabat Ke Habasyah (Bag. 2 dari 11)

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Sirah Nabawiyyah
~~~~~~~

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
​​​الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه

Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kemudian kita akan lanjutkan kisah hijrah para shahābat ke negeri Habasyah (Ethiopia).

Sesungguhnya hijrah dilakukan oleh para shahābat tiga kali yaitu dua kali hijrah ke Habasyah dan ketiganya ke Madīnah.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, berbagai macam siksaan dilakukan oleh orang-orang kāfir Quraisy kepada para shahābat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Para shahābat yang tidak memiliki kabilah yang kuat, mereka disiksa, seperti ‘Ammar bin Yāsir dan keluarganya.

Yāsir, ayahnya dibunuh. Begitupun ibunya, Sumayyah, dibunuh oleh Abū Jahal dengan menikamkan tombak dikemaluan Sumayyah radhiyallāhu ta’āla ‘anhā (beliau adalah wanita syahīd yang pertama). Demikian juga para budak lain yang bisa dibunuh maka dibunuh.

Ini semua menunjukkan bahwa mereka ingin menghabiskan kaum muslimin. Mereka tidak ingin dakwah Nabi berkembang, hanya saja yang menjadi masalah, yang masuk ke dalam Islām adalah orang-orang yang memiliki kabilah yang kuat dan nasab yang tinggi.

Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam nasabnya tertinggi. Kemudian Utsmān bin Affān (nasabnya Umawi), Abdurahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abī Waqas (memiliki nasab yang tinggi dan kabilah yang kuat). Kalau mereka diganggu maka kabilah mereka akan membantu karena ada fanatik suku yang kuat.

Kalau seandainya ada salah seorang anggota kabilah yang diganggu seakan-akan seluruh kabilah itu diganggu. Oleh karena itu mereka tidak mudah untuk mengganggu dan membunuh kaum muslimin.

Namun Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam sangat sadar bahwasanya orang-orang kāfir Quraisy ingin menghentikan dakwah Nabi sehenti-hentinya dan kalau bisa membunuh seluruh kaum muslimin tatkala itu.

Dari situ Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengisyaratkan kepada para shahābat, tatkala siksaan semakin berat, sulit untuk beribadah, tidak bisa shalāt di Masjidil Harām maka Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam memerintahkan kepada mereka untuk hijrah ke Habasyah.

Kata Nabi kepada para shahābatnya:

لَوْ خَرَجْتُمْ إِلَى أَرْضِ الْحَبَشَةِ، فَإِنَّ بِهَا مَلِكًا لَا يُظْلَمُ أَحَدٌ عِنْدَهُ، وَهِيَ أَرْضُ صِدْقٍ، حَتَّى يَجْعَلَ اللَّهُ لَكُمْ فَرَجًا مِمَّا أَنْتُمْ فِيهِ.

“Seandainya kalian pergi ke negeri Habasyah sesungguhnya di sana ada seorang raja yang tidak siapapun akan dizhālimi di sisi raja tersebut. Negeri yang dipimpin dengan kejujuran. (Sementara kalian tinggal di sana), hingga saatnya nanti Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberikan jalan keluar bagi kalian dari kondisi yang menghimpit kalian.”

Seorang raja (Najāsyī) yang beragama Nashrāni namun dia masih bertauhīd dan dia tidak menzhālimi seorangpun.

Sebetulnya banyak tempat untuk menghindar (pergi dari Mekkah) seperti ke Madīnah, ke Najed (ada banī Hanīfah), ke Thā’if (ada kabilah Tsaqif) di Hunain (ada kabilah Hawazin), akan tetapi tatkala itu kondisi di seluruh jazirah adalah musyrikin.

Seandainya para shahābat tatkala itu hijrah kekota Madīnah, maka akan menjadi masalah karena suku Aush dan suku Khazraj masih musyrik dan mereka tentu akan menolong atau membela orang-orang musyrikin karena tokoh-tokoh musyrikin di Mekkah adalah pimpinan mereka.

Oleh karena itu Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam berpikir jauh, mana tempat yang pas agar para shahābat bisa pergi dan bisa beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kemudian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengetahui ada seorang raja di negeri Habasyah (raja Najāsyī) yang kondisinya lebih baik daripada kaum musyrikin. Meskipun perjalannya jauh, harus menempuh perjalanan laut.

Maka berangkatlah (berhijrah) para shahābat menuju ke negeri Habasyah.

Jumlah mereka tidak banyak, di antaranya yang berhijrah adalah ‘Utsmān bin Affān (bersama istrinya Ruqayyah bintu Muhammad).

Mereka berhijrah ke suatu negeri yang kondisi ekonominya lebih rendah, Mekkah saat itu pusat perdagangan sehingga kondisi ekonominya kuat, kehidupan mereka nyaman sebelum ada Islām dan dakwah.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam terkenal dan ‘Utsman bin Affān orang kaya, namun tatkala ada dakwah mereka sulit untuk beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, sehingga mereka berhijrah.

Mereka berhijrah bukan ke tempat (negeri) yang ekonominya lebih baik, mereka tidak mengetahui kondisi Habasyah. Bisa jadi kondisi cuaca yang tidak cocok (terlalu dingin atau terlalu panas). Mereka juga tidak tahu apakah di sana mereka bisa bekerja atau tidak.

Di antara yang berhijrah ke Habasyah adalah ‘Utsmān bin Affān (menantu Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam) dan putrinya Ruqayyah bintu Muhammad.

Nabi ingin memberi contoh kepada para shahābat, bahwa beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) tidak hanya menyuruh para shahābat saja untuk berhijrah tetapi keluarganyapun ikut disuruh berhijrah di antaranya menantu dan putrinya, agar mereka tahu bagaimana mereka sedih meninggalkan kampung halaman mereka. Demikian pula ada anggota keluarga Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang sedih meninggalkan kampung halaman.

Bagaimana seorang ayah tidak sedih, anaknya harus pergi ke negeri Habasyah entah sampai kapan waktunya (wallāhu a’lam). Bisa jadi Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam terbunuh di kota Mekkah, beliau tidak tahu apa yang terjadi dengan anaknya di sana.

Di antara yang pergi berhijrah ke negeri Habasyah adalah saudagar kaya raya yang hidupnya begitu mewah di Mekkah yaitu ‘Abdurrahman bin ‘Auf. Kemudian Uthbah bin Rabī’ah dan istrinya Sahlah, Zubair bin Awwam, Mush’ab bin ‘Umair, Abu Salamah dan istrinya ummu Salamah, ‘Utsmān bin Madz’un dan Amir bin Rabī’ah.

Demikian saja.

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

🖋Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
________