Bab 06 | Halful Fudhūl Dan Pernikahan Dengan Khadijah (Bag. 3 dari 8)

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Sirah Nabawiyyah
~~~~~~~

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه

Alhamdulillāh, Allāh Subhānahu wa Ta’āla masih memberikan kita kesempatan untuk bersua kembali dalam rangka untuk mempelajari perjalanan sejarah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang sarat dan penuh dengan faedah-faedah.

Faedah-faedah itu bisa kita jadikan sebagai bekal kita dalam menjalani kehidupan kita.

In syā Allāh kita akan membahas tentang “Pernikahan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dengan sayyidah Khadījah radhiyallāhu ‘anhā”.

Khadījah radhiyallāhu ‘anhā bernama Khadījah bintu Khuwailid bin As’ad bin Abdil ‘Uzza bin Qushay bin Kilāb.

Sedangkan nasab Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah Muhammad bin ‘Abdillāh bin ‘Abdil Muththalib bin Hāsyim bin ‘Abdi Manaf bin Qushay bin Kilāb.

Keduanya bertemu pada Qushay.

Abdi Manaf, kakek Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam memiliki saudara yang bernama ‘Abdi ‘Uzza dan ‘Abdi Syamsy.

Jadi, Khadījah sendiri masih seorang wanita Quraisy dan juga memiliki nasab yang tinggi.

Khadījah merupakan keturunan yang spesial dan terkenal di kalangan orang Arab tatkala itu.

Disebutkan di dalam sejarah, bahwa diantara laqab (gelar)-nya ibunda Khadījah adalah Thāhirah (wanita yang suci), karena beliau tidak mengikuti adat-adat jāhilīyyah dan tidak pernah terjerumus ke dalam perzinahan dan hal-hal buruk lainnya.

Karena itu beliau dikenal sebagai wanita yang ‘afīfah (menjaga kehormatan).

Selain itu, Ibunda Khadijah juga terkenal akan kecantikannya dan kekayaannya.

Beliau banyak memperkerjakan kaum lelaki dengan sistem mudhārabah untuk memperdagangkan hartanya.

Padahal Khadījah adalah seorang wanita janda.

Disebutkan bahwa sebelum beliau menikah dengan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, Khadījah sudah menikah dua kali yaitu dengan:

⑴ Atiq bin Makhzumiy
⑵ Abū Halah ibnu Zurarah At Tamimiy

⇒ Jadi, Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah suami beliau yang ke-3.

Meskipun beliau wanita janda, karena kesucian, akhlaqnya yang mulia, kekayaan hartanya dan kecerdasannya, banyak lelaki yang datang melamarnya.

Namun Khadījah radhiyallāhu ‘anhā menolak semua lamaran itu. Beliau tidak terburu-buru untuk menikah.

Sampai akhirnya Khadījah mendengar tentang seorang pemuda yang bernama Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang terkenal dengan amanahnya, akhlaqnya. Maka Khadījah ingin agar Muhammad bekerja sebagai pekerjanya.

Inilah cerdasnya Khadījah, beliau sudah tertarik dengan Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam namun tidak terburu-buru minta dilamarkan kepada Muhammad.

Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bekerja dengan Khadījah sebagai pekerjanya.

Akhirnya berangkatlah Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam memperdagangkan barang dagangan Khadījah radhiyallāhu ‘anhā.

Ketika Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berangkat berdagang, beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam ditemani oleh budaknya Khadījah radhiyallāhu ‘anhā yang bernama Maysarah.

Khadījah radhiyallāhu ‘anhā memiliki maksud dengan memerintahkan Maysarah menemani Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, yaitu untuk meneliti Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Ini diantara indikasi yang menunjukkan bagaimana cerdasnya Khadījah radhiyallāhu ‘anhā, dimana beliau memiliki sifat tidak terburu-buru dan al anat (tenang).

Khadījah radhiyallāhu ‘anhā sebenarnya sudah tertarik kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, namun beliau ingin menguji Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam terlebih dahulu.

Ujian ini dilakukan bukan saat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam berdagang di Mekkah, melainkan saat safar, karena sebagaimana perkataan para ulamā bahwa safar itu akan membuka tabir akhlaq seseorang yang sebenarnya.

Diriwayatkan ketika ada seseorang yang hadir di depan ‘Umar bin Khaththab radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, maka ‘Umar berkata kepada khayalak:

“Siapa yang mentazkiah/merekomendasikan/mengatakan engkau orang baik?”

Maka ada seorang yang menjawab:

“Saya, wahai ‘Umar.”

Maka ‘Umar bertanya kepada orang yang ingin mentazkiah lelaki ini:

“Apakah engkau pernah bersafar bersama dia?”

Jawab orang ini: “Tidak pernah.”

Lalu kata ‘Umar:

“Engkau pernah berhubungan dengannya tentang masalah uang?”

Jawabnya: “Tidak.”

Lalu ‘Umar bertanya:

“Apakah engkau tetangganya sehingga mengetahui kapan masuknya dan keluarnya?”

Jawabnya: “Saya bukan tetangganya.”

Kata ‘Umar:

“Demi Allāh yang tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Dia, engkau tidak kenal laki-laki ini.”

Demikianlah, jika seseorang ingin mengetahui bagaimana hakikat orang lain maka ajaklah bersafar atau bertransaksi uang dengannya sehingga dapat diketahui orang tersebut orang yang amanah atau gemar berdusta.

Untuk itulah, Khadījah menguji Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dalam 2 perkara yang penting, yaitu:

⑴ Safar
⑵ Masalah keuangan

Inilah mungkin alasan kenapa safar disebut yusfir (membuka tabir seseorang). Karena saat safar akan nampak akhlaq seseorang, apalagi jika safar dilakukan bersama orang-orang lain secara berkelompok.

Dari Abū Hurairah, dari Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, beliau bersabda:

السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ الْعَذَابِ ، يَمْنَعُ أَحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَنَوْمَهُ ، فَإِذَا قَضَى نَهْمَتَهُ فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أَهْلِهِ

“Safar adalah bagian dari adzab (siksa). Ketika salah seorang dari kalian melakukan safar maka ia akan sulit makan, minum dan tidur. Jika urusannya telah selesai, maka bersegeralah kembali kepada keluarganya.”

(HR. Bukhāri nomor 1804 dan Muslim nomor 1927)

Setelah Maysarah kembali selepas safar bersama Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan melihat cara berdagang Beliau, Maysarah pun segera mengabarkan kepada Khadījah tentang bagaimana hakikat Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Setelah mendengar testimony Masyarah, maka semakin bertambah ketertarikan Khadījah kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Akhirnya Khadījah radhiyallāhu ‘anhā pun bermaksud meminang Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Demikian yang bisa disampaikan, In syā Allāh besok kita lanjutkan pada pembahasan selanjutnya.
_______