Bab 04 | Kelahiran Dan Nasab Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam (Bag. 3 dari 6)
🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Sirah Nabawiyyah
~~~~~~~
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إنَّ الـحَمْدَ لله نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه لا نبي بعده يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون, فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
Kita akan berbicara tentang kelahiran Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, yaitu dari pernikahan ayah Beliau, ‘Abdullāh bin ‘Abdil Muththalib, dengan Aminah bintu Wahhāb (ibu Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam).
Disebutkan di dalam sejarah bahwasanya:
‘Abdul Muththalib bernadzar bahwasanya:
_”Kalau saya punya anak 10 laki-laki (lengkap) maka saya akan sembelih 1 nya.”_
Zaman jahiliyyah seperti itu. Ajaran nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām sudah hilang. Diantaranya bersumpah demikian sebagai salah satu bentuk bersyukur kepada Allāh.
Kenapa dia bernadzar demikian?
Sebagian ulamā menyebutkan karena saat ‘Abdul Muththalib menggali zamzam, ‘Abdul Muththalib baru memiliki 1 anak (yaitu) Hārits. Tatkala dia diusik oleh orang-orang Arab yang lain dia tidak bisa melawan karena anaknya cuma 1 laki-laki, sehingga dia berangan-angan seandainya dia mempunyai 10 anak laki-laki maka dia akan menyembelih 1 orang dari mereka.
Dan Allāh mengabulkan sumpah dia ini, akhirnya dia menjalankan nadzarnya. Tatkala dia mengundi untuk menentukan siapa anaknya yang akan disembelih maka keluarlah nama ‘Abdullāh (padahal dia sangat sayang kepada ‘Abdullāh).
Maka saat itu dia mengatakan:
_”Yā Allāh, dia atau 10 ekor unta.”_
Maka dilemparkan nama anaknya dan unta, maka yang keluar lagi nama ‘Abdullāh.
Maka dia berkata lagi:
_”Yā Allāh, anakku atau 10 ekor unta.”_
Dilemparkan lagi nama anak dan unta, ternyata keluar lagi nama ‘Abdullāh. Sampai yang ke-10 barulah keluar nama unta.
Dari situlah akhirnya dia tidak jadi menyembelih anaknya ‘Abdullāh dan menggantinya dengan 100 ekor unta.
Inilah dikatakan oleh para ulamā sebab kenapa diyat itu 100 ekor unta, apabila seorang membunuh oranglain.
⇒ Allāh Subhānahu wa Ta’āla menjaga ‘Abdullāh karena ‘Abdullāh adalah bapaknya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Adapun ibunda Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bernama Āminah bintu Wahbin bin ‘Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab.
⇒ Jadi bertemunya antara nasab ayah dan ibu Nabi adalah pada Kilab. Kalau Nabi adalah Qushay bin Kilab sedang kan ibunya (Āminah) Zuhrah bin Kilab (masih Quraisy tapi jauh).
Kemudian disebutkan oleh riwayat-riwayat dusta tentang ‘Abdullāh. Disebutkan bahwasanya tatkala ‘Abdullāh sudah menikahi Āminah, ‘Abdullāh sudah memiliki istri yang lain. Ada yang mengatakan ‘Abdullāh memiliki wanita pezina atau wanita yang ditawarkan (seperti yang pernah dijelaskan, ada pernikahan namanya istibdha, yaitu seorang lelaki memiliki istri, tatkala istrinya hāidh, maka ditunggu sampai bersih lalu diberikan kepada laki-laki yang dianggap nasabnya baik (memiliki kelebihan) supaya memiliki keturunan yang bagus, setelah digauli laki-laki lain maka dikembalikan kepada suaminya dan ditunggu sampai istrinya hamil baru digauli oleh suaminya sendiri).
Disebutkan oleh riwayat yang lemah, bahkan riwayat ini palsu, disebutkan bahwasanya ‘Abdullāh tatkala mendatangi wanita ini (istrinya yang lain atau wanita pezina atau istri orang lain yang minta digauli), maka wanita ini melihat ada cahaya di wajah ‘Abdullāh, namun ‘Abdullāh tidak sempat menggauli wanita tersebut dan ‘Abdullāh pergi menggauli Āminah istrinya. Setelah menggauli Āminah kemudian ‘Abdullāh kembali ke wanita tadi, ternyata cahayanya sudah hilang dan wanita itu menolaknya.
⇒ Ini kisah dengan riwayat lemah dan tidak bisa dijadikan dalīl.
Dan sebagian orang terlalu ghulūw dalam masalah ini, ingin menjelaskan bahwasanya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah bercahaya, oleh karenanya cahaya tersebut berasal dari ayahnya. Kemudian tatkala ayahnya berhubungan dengan ibunya maka cahaya tersebut menetap di Nabi kemudian hilang (tidak terlihat lagi). Ini ghulūw dan tidak benar.
⇒ Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam memang bercahaya tetapi bukan cahaya sebagaimana sinar keluar dari tubuhnya.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman tentang Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (45) وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُّنِيرًا (46)
_”Wahai Nabi, Kami mengutus engkau sebagai pemberi saksi, sebagai pemberi kabar gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan menyeru kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan lampu yang bercahaya.”_
(QS Al Ahzāb 45-46)
⇒ Memang Nabi sifatnya bercahaya (memberi cahaya), tapi maksud Allāh bukan cahaya lampu yang sebenarnya, tetapi ajaran Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah penuh dengan cahaya.
Oleh karenanya sebagian orang-orang yang berlebih-lebihan kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam menyatakan bahwa Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak punya bayangan, kenapa?
Karena tubuh beliau bercahaya sehingga tatkala terkena sinar matahari, sinar matahari tersebut terpantulkan ( kalah) dengan cahaya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Ini tidak benar.
Kita katakan, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bercahaya biasa. Wajah beliau indah, luar biasa tampan. Beliau putih dan indah dipandang. Namun bukan ada sinar keluar dari tubuh beliau sebagaimana perkataan sebagian orang.
Oleh karenanya dalam Shahīh Bukhāri dan Shahīh Muslim:
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ : كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم -وَرِجْلايَ فِي قِبْلَتِهِ- فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِي , فَقَبَضْتُ رِجْلَيَّ ، وإِذَا قَامَ بَسَطْتُهُمَا ، وَالْبُيُوتُ يَوْمَئِذٍ لَيْسَ فِيهَا مَصَابِيحُ
_’Āisyah berkata: Saya tidur didepan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, tatkala Beliau akan sujud maka Beliau memegang kakiku agar kakiku dilipat agar ada tempat untuk sujud, rumah Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam kecil, tatkala itu rumah-rumah tidak ada lampunya. Seandainya rumah ‘Āisyah ada lampunya maka ‘Āisyah akan menarik kakinya sebelum Beliau sujud, tetapi ‘Āisyah menarik kakinya menunggu disentuh oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam._
Alasan ‘Āisyah (dalam hadīts disebutkan) kenapa rumah-rumah tidak ada lampunya?
Kalau seandainya tubuh Nabi bercahaya seperti lampu, maka ‘Āisyah tidak perlu menunggu disentuh dahulu agar menarik kakinya.
Oleh karena itu, yang bercahaya adalah ajaran beliau (bukan tubuh beliau yang bercahaya) sebagaimana perkataan sebagian orang yang berlebih-lebihan kepada nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Demikian saja yang bisa kita sampaikan, kita cukupkan sampai disini, In syā Allāh besok kita lanjutkan lagi.
وبالله التوفيق و الهداية
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
_________________________