Bab 04 | Kelahiran Dan Nasab Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam (Bag. 1 dari 6)

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Sirah Nabawiyyah
~~~~~~~

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إنَّ الـحَمْدَ لله نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه لا نبي بعده يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون, فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

Alhamdulillāh, Allāh masih memberi kesempatan kita untuk bersua kembali dalam rangka mempelajari sejarah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Beliaulah orang yang harus lebih kita cintai daripada orangtua kita, ayah kita, ibu kita, daripada anak-anak kita dan daripada seluruh umat manusia.

Kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده، وولده، والناس أجمعين

_”Tidaklah berimān salah seorang dari kalian sampai aku lebih dia cintai daripada orangtuanya, anak-anaknya dan daripada seluruh manusia.”_

(Hadīts hasan shahīh, yang diriwayatkan oleh Al Baghawi dalam Syahus Sunnah no 104, Ibnu Abi Ashim dalam As Sunnah no 15,hadīts ini di dhaifkan oleh Syaikh Al Albāniy rahimahullāh)

Karena Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam telah memberikan jasa yang besar kepada kita. Dengan mengikuti sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam kita, akan meraih kebahagiaan di dunia, terlebih lagi kebahagiaan di akhirat kelak.

Dan in syā Allāh, kita akan membahas tentang nasab Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, tentang lahirnya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan kalau ada waktu kita selesaikan dengan disusuinya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam tatkala di Bani Sa’diyyah.

Adapun nasab Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam maka Beliau dipilih Allāh Subhānahu wa Ta’āla pada nasab yang sangat mulia tatkala itu.

Beliau bernama:

_⇒ Muhammad bin ‘Abdillāh bin ‘Abdil Muththalib bin Hāsyim bin ‘Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab._

Sebagaimana yang telah kita jelaskan pada pertemuan lalu bahwa Qushay bin Kilab ini adalah kakek Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang mengumpulkan orang-orang Quraysh yang tercerai berai (dikumpulkan jadi satu), kemudian merebut kekuasaan Ka’bah yang tadinya dipegang oleh Bani Khuzā’ah.

Kemudian:

_Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghālib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinānah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyās bin Mudhar bin Nizār bin Ma’ad bin Adnān._

(Ibnu Hisyam: Sirah An Nabawiyah, 1:1)

⇒ Inilah yang disepakti oleh para ulamā tentang nasab Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam sampai ke Adnān.

Adapun dari kakek Nabi Adnān sampai ke Ismā’īl ‘alayhissalām maka ada khilaf di kalangan ulamā dan tidak ada hadīts yang shahīh yang menjelaskan tentang hal ini.

√ Ada yang mengatakan dari Adnān sampai ke Ismā’īl ‘alayhissalām ada 40 bapak atau kakek.

√ Ada yang mengatakan jumlah kakek dari Adnān sampai ke Ismā’īl ‘alayhissalām 7 atau 9 atau 10.

Intinya tidak ada kesepakatan diantara para ulamā.

Adapun dari Ismā’īl ‘alayhissalām bin Ibrāhīm ‘alayhissalām sampai ke Ādam lebih tidak pasti lagi.

⇒ Yang dipastikan oleh para ulamā yaitu dari Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam sampai kakek beliau (Adnān).

Dalam hadīts Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda, diriwayatkan oleh Imām Muslim:

إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ ، وَاصْطَفَى بَنِي هَاشِمٍ مِنْ قُرَيْشٍ ، وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ”

_”Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah memilih Bani Kinānah dari anak-anak Ismā’īl ‘alayhissalām dan dari keturunan Kinānah, Allāh memilih suku Quraysh dan Allāh memilih dari suku Quraysh (Bani Hāsyim) dan Allāh memilih aku dari Bani Hāsyim.”_

(Hadīts shahīh riwayat Muslim no 2276)

⇒ Disini, Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjelaskan tentang bagaimana mulianya nasab Beliau ‘alayhi shallatu wa sallam.

Diantara kakek-kakek Nabi yang terkenal selain Qushay bin Kilab adalah ‘Abdul Muththalib.

‘Abdul Muththalib adalah kakek Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Dia semakin terkenal kedudukannya di kalangan orang-orang Arab karena dialah yang telah bertemu dengan Abrahah tatkala meminta kembali 200 ekor untanya. Dan semakin terpandang tatkala dialah yang menemukan sumur zamzam.

Jadi, sumur zamzam muncul tatkala di zaman Nabi Ismā’īl ‘alayhissalām (sebagaimana telah kita jelaskan pada pertemuan yang telah lalu), kemudian orang-orang Arab mengambil air dari mata air zamzam tersebut.

Namun dijelaskan oleh para ulamā, akhirnya sumur zamzam tersebut hilang disebabkan karena kemaksiatan yang mereka lakukan di Mekkah. Sehingga lama-lama hilang airnya akhirnya dilupakan (posisi sumurnya), hal ini terjadi sampai ratusan tahun.

Tatkala Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam akan dilahirkan, maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla ingin mengembalikan zamzam tersebut yang tadinya telah surut dan tertutup agar keluar lagi airnya (zamzam).

Dan yang menemukan air zamzam tersebut adalah kakek Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yaitu ‘Abdul Muththalib, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Ishāq dalam Sirahnya yang tercantumkan dalam Sirah Ibnu Hisyām dengan tasrih bissamā’ Ibnu Ishāq.

Beliau (Ibnu Ishāq) adalah seorang yang shadūq, menurut penilaian ahli hadīts ulamā jarh wa ta’dil.

Kalau Ibnu Ishāq mengatakan, “Haddatsanii,” atau, “Sami’tu,” maka sanadnya menjadi hasan.

Adapun jika dia mengatakan, “‘An, an, an (dari),” maka sanadnya lemah karena dia mudallis.

Dan dalam riwayat ini, ada Tashrih bit Tahdīts, dia mengatakan, “Haddatsanii Yazīd bin Abī Habīb Al Mishriy,” sampai menyebutkan sanadnya kepada ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu.

Jadi yang akan kita kisahkan adalah kisah ‘Ali bin Abi Thālib.

⇒ ‘Ali bin Abi Thālib anaknya Abū Thālib, Abū Thālib anaknya ‘Abdul Muththalib.

Jadi, ‘Ali bin Abi Thālib menceritakan tentang kisah kakeknya, ini bukan hadīts tetapi ‘Ali bin Abi Thālib bercerita tentang kisah kakeknya yaitu ‘Abdul Muththalib.

Karena ‘Ali bin Abi Thālib sepupunya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Bagaimana kisahnya?

Disebutkan dalam Sirah Ibnu Ishāq, ‘Abdul Muththalib bercerita:

_Suatu hari saya tidur di Hijr Ismā’il (dekat Ka’bah), tiba-tiba saya bermimpi, ada sesuatu yang datang kepadaku kemudian mengatakan kepadaku, “Galilah thayyibah.”_

_Aku bertanya:_

_”Apa itu thayyibah?”_

_Yang datang tersebut pergi, maka sayapun terbangun dan tidur kembali._

_Kemudian suara itu datang kembali dan mengatakan:_

_”Galilah barrah.”_

_Maka aku berkata:_

_”Apa itu barrah?”_

_Diapun pergi tidak menjelaskan._

_Besoknya sayapun tidur lagi, dan datang lagi suara itu. Pada mimpi yang ketiga berkata:_

_”Galilah zamzam.”_

_Maka aku bertanya:_

_”Apa itu zamzam?”_

_”Maka dijelaskan zamzam adalah air yang tidak akan surut, dengan air tersebut kau akan memberi minum para jama’ah haji, dan disebutkan posisinya (yaitu) ditempat sarang semut.”_

_(Bahkan dalam riwayat lain ada burung gagak yang mematuk-matuk disitu, dijelaskan namanya dan dijelaskan posisinya untuk digali.)_

_Karena mimpi yang ketiga lebih jelas maka keesokan harinya ‘Abdul Muththalib berangkat dengan cangkulnya._

Kita cukupkan di sini saja, In syā Allāh besok kita lanjutkan lagi.

وبالله التوفيق و الهداية
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

____________________________