Bab 01 | Asal Usul Nenek Moyang Rasūlullah shallallahu ‘alayhi wa sallam (Bagian 3)

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Sirah Nabawiyyah
~~~~~~~

بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

إنَّ الـحَمْدَ لله نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ ونتوب إليه، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ،

أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه لا نبي بعده

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.

Para pendengar yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, alhamdulillāh, in syā Allāh kita akan membahas tentang sirah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam berdasarkan Al-Qurān dan hadits-hadits Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, karena sesungguhnya mempelajari sirah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam merupakan bagian dari agama ini.

Oleh karenanya, kita tidak sedang berbicara tentang sembarang tokoh, kita bicarakan tentang tokoh yang sangat luar biasa, spesial, yang sangat diagungkan dan dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Kata Nabi:

أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلا فَخْرَ

“Aku adalah pemimpin seluruh anak Ādam pada hari kiamat dan aku tidak sombong.”

(HR Tirmidzi nomor 3615)

Inilah tokoh yang sangat mulia, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Oleh karenanya kata Ibnu Hazm tadi “Barangsiapa yang mempelajari sirah Nabi maka dia pasti akan memeluk Islam, kalau mempelajari dengan sebaik-baiknya maka dia pasti yakin ini Muhammad adalah Rasūlullāh (utusan Allāh Subhānahu wa Ta’āla).”

Saya sering sampaikan beberapa mu’jizat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, contoh satu yang saya ulang-ulang namun tidak mengapa, yaitu adab Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang menurut kita sepele yaitu tentang adab makan. Disebutkan oleh shāhabat:

إن اشتهاه أكله وإن كرهه تركه

“Kalau Beliau suka dengan satu makanan maka beliau makan, bila tidak suka maka beliau tinggalkan (tidak pernah komentar).”

Dan ini kelihatannya sepele, adab Nabi terhadap makanan. Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam kalau ada makanan, kalau Beliau suka dimakan dan kalau tidak suka Beliau tinggalkan, tidak pernah komentar.

Kata Al-Imām Nawawi rahimahullāh Ta’āla: “Artinya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak pernah mencela makanan.”

Dalam hadits:

مَا عَابَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم طَعَامًا قَطُّ كَانَ إِذَا اشْتَهَى شَيْئًا أَكَلَهُ وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ

“Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak pernah mencela makanan sedikitpun, kalau Beliau suka Beliau makan dan kalau Beliau tidak suka Beliau tinggalkan.”

(HR Muslim nomor 3844 versi Syarh Muslim nomor 2064)

Tidak pernah Beliau mencela makanan sama sekali. Kata Imām Nawawi dalam Syarh Shahīh Muslim bahwasanya Nabi tidak pernah komentar makanan dengan mengatakan: “terlalu manis” atau “terlalu asin” atau “kurang enak” atau “terlalu panas” atau “terlalu dingin”.

Dan siapa diantara kita yang bisa seperti ini, tidak pernah komentar terhadap makanan, kita paling hobby komentar terhadap makanan. Antum bisa tidak pernah komentar dalam sebulan ? Susah, pasti kita makan komentar.

Tetapi Nabi tidak pernah komentar, bahkan tatkala Beliau terjebak dalam kondisi harus berkomentar.

Sebagian dalam hadits tatkala Khālid Ibnu Walid radhiyallāhu ‘anhu dihidangkan bersama Nabi dhabb (kadal padang pasir, hukumnya halal) yang dimasak kemudian ada kuahnya, dihidangkan kepada Nabi.

Tatkala dihidangkan, Khālid bin Walid makan dengan lahap, disebutkan sampai kuah dari daging kadal padang pasir itu mengalir di jenggot beliau.

Namun Nabi tidak menggerakkan tangannya sama sekali karena Nabi tidak suka sehingga Beliau tinggalkan. Maka tatkala itu Khalid bin Walid heran, sementara dia lahap memakan, dia bertanya: “Ya Rasūlullāh, saya lihat engkau tidak menyentuh dhabb, apakah hukumnya haram?”

Subhānallāh, di sini Khalid bertanya “Kenapa tidak makan” dan saatnyalah Nabi berkomentar. Maka Beliau menjawab dengan komentar yang indah dan tidak mencela makanan tersebut.

Beliau mengatakan:

وَ لكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِاَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ

“Kadal ini tidak ada dikampungku, tidak biasa saya makan maka saya tidak makan.”

(HR Muslim nomor 3602 versi Syarh Muslim nomor 1945)

Beliau tidak mengatakan macam-macam. Makanya kalau antum dihidangkan seperti itu, antum bilang seperti itu. Artinya, antum perhatikan ini saja, ini mu’jizat.

Apakah ada orang tidak pernah mencela makanan? Antum dalam kehidupan antum, pernahkah tidak mencela dan tidak berkomentar tentang makanan? Mustahil.

Barangsiapa yang memperhatikan hadits ini, dia akan tahu bahwa Nabi itu utusan Allāh, ini hanya masalah kecil seperti ini, tidak pernah seumur hidup Beliau mencela makanan, mengatakan “Ini terlalu manis”, “Ini terlalu asam”, “Ini terlalu asin”, “Ini terlalu kering”, tidak ada. Luar biasa.

Ini menunjukkan orang yang memperhatikan satu point ini saja yang sepertinya sederhana yakin bahwasanya Beliau utusan Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Dan benar perkataan Ibnu Hazm rahimahullāh,

(“Barangsiapa yang memperhatikan sirah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan dia adalah mu’jizat tersendiri maka pasti dia yakin Muhammad adalah utusan Allāh Subhānahu wa Ta’āla”).

Kita cukupkan disini saja, in syā Allāh besok kita lanjutkan lagi.

وبالله التوفيق والهداية
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
____________