Home > Bimbingan Islam > Al 'Arbain An Nawawiyyah > Hadits Kedua | Penjelasan Penyimpangan Dalam Tauhid Uluhiyyah Syirik Kecil (Bagian 09 dari 12)

Hadits Kedua | Penjelasan Penyimpangan Dalam Tauhid Uluhiyyah Syirik Kecil (Bagian 09 dari 12)

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Al ‘Arbain An Nawawiyyah
📝 Imām Nawawi ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ
~~~~~~~

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
​​​الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه

Sahabat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Para ulamā khilāf tentang jimat yang murni terbuat dari Al Qur’ān.

Ada sebuah riwayat dari ‘Abdullāh bin ‘Amr bin Āsh, dia membaca wirid dari Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Karena anak-anaknya belum bisa membaca maka dia menulis wirid tersebut kemudian dipakaikan di leher anaknya. Tetapi riwayat ini lemah karena ada perawinya yang bernama Muhammad bin Ishāq dan dia mudalis waqad ‘an ‘an, sehingga riwayatnya tidak shahīh.

Akan tetapi bila kita melihat dari penyataaan para ulamā, memang sebagian salaf membolehkan jimat dengan Al Qur’ān, tetapi Al Qur’ān murni.

Dan sebagian salaf membenci dan melarang jimat meskipun terbuat dari Al Qur’ān. Alasan mereka yang melarang adalah:

⑴ Tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
⑵ Al Qur’ān diturunkan untuk dibaca bukan untuk ditempel.

Oleh karenanya kalau ada seseorang yang menempelkan ayat kursi di rumahnya dengan maksud agar syaithān tidak masuk, percuma, karena syaithān akan tetap akan masuk, syaithān tidak akan membaca ayat kursi tersebut.

Oleh karenanya seluruh yang diajarkan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam harus kita baca bukan kita tempel di rumah.

Kalau seandainya boleh menempel ayat kursi sebagai benteng maka tidak perlu diajarkan dzikir-dzikir yang perlu kita baca. Tidak perlu kita membaca do’a sebelum tidur, cukup kita tempel saja do’a sebelum tidur, selesai!

Namun tidak ada, semua yang diajarkan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam untuk dibaca. Al Qur’ān untuk dibaca dan keberkahan Al Qur’ān dengan dibaca bukan dengan ditempel atau dipajang.

⑶ Karena orang yang memakai Al Qur’ān sebagai jimat (biasanya anak-anak keci) seperti ada penghinaan terhadap Al Qur’ān sehingga dilarang.

Karena tidak jarang orang yang memakai jimat ketika masuk kamar mandi atau WC atau orang dewasa ketika jima’ dengan pasangannya lalu jimatnya tetap menempel di tubuhnya, ini penghinaan terhadap Al Qur’ān.

Ini pendapat yang lebih kuat. Kita katakan meskipun ada khilāf di antara para ulamā, tetapi kebanyakan ulamā melarang.

Kemudian, orang yang memakai jimat dari Al Qur’ān, apalagi kalau ada kyai bawa jimat, maka akan dijadikan dalīl bolehnya memakai jimat oleh semua orang. Sehingga akhirnya semua orang memakai jimat.

Kenyataan yang ada, hampir-hampir tidak ada jimat yang murni hanya Al Qur’ān saja. Kebanyakan dicampur dengan rajah.

Saya punya shahābat seorang kepala polisi di masjid Nabawi. Dia bercerita, beberapa waktu lalu dia pergi ke Afrika dan bertemu dengan orang-orang Afrika yang menggunakan jimat. Ketika mereka ditegur, orang-orang Afrika tersebut mengatakan, “Ini adalah jimat dari Al Qur’ān, yā syaikh.”

Kemudian teman saya, karena dia jenderal jadi dia berani mengatakan kepada orang-orang Afrika tersebut, “Kumpulkan semua jimat kalian, kalau memang ada dari Al Qur’ān murni saya akan memberi uang kepada kalian dan saya akan ikuti keyakinan kalian. Tetapi jika tidak ada maka kalian ikut keyakinan saya.”

Akhirnya jimat-jimat tersebut dikumpulkan dan dibuka satu-satu. Ternyata benar, tidak murni Al Qur’ān, jimat itu ditulis disebuah kulit dan ditulis dengan darah. Ada yang di isinya Al Qur’ān kemudian diisi rajah-rajah, ada yang hurufnya dipisah-pisah. Ini semua tidak benar, bukan seperti itu yang dibolehkan oleh para salaf.

Jimat ini sering digunakan oleh para dukun untuk menipu. Mereka mengatakan, “Ini jimat dari Al Qur’ān,” padahal tidak tahu jimat itu ditulis menggunakan apa.

Kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla :

وَلَا تَلْبِسُوا۟ ٱلْحَقَّ بِٱلْبَـٰطِلِ

“Jangan kalian campur adukan antara kebenaran dengan kebathilan.” (QS Al Baqarah: 42)

Oleh karenanya pendapat yang lebih kuat, jimat terlarang karena keumuman hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Dan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak mengecualikan dan Nabi tidak pernah mempraktekan, sehingga seluruh jimat tidak boleh dipakai termasuk jimat yang murni dari Al Qur’ān karena tadi telah kita sebutkan sebab-sebabnya.

Demikian saja kajian kita pada kesempatan kali ini, besok in syā Allāh kita lanjutkan lagi dengan idzin Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

______________________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top