Home > Bimbingan Islam > Al 'Arbain An Nawawiyyah > Hadits Kedua (Bagian 03 dari 06)

Hadits Kedua (Bagian 03 dari 06)

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Al ‘Arbain An Nawawiyyah
📝 Imām Nawawi ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ
~~~~~~~

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وأخوانه

Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kita akan melanjutkan pembahasan kita dari kitāb AlbArb’ain An Nawawiyyah, kita akan melanjutkan hadīts yang ke-2.

Sebelum kita menjelaskan tentang isi kandungan dari hadīts ini, perlu kita mengenal perawi hadīts ini yaitu ‘Umar bin Khaththāb radhiyallahu ta’āla anhu (shahābiun jalil) shahābat yang sangat mulia, yang merupakan khalifah yang kedua dari Khulafaur Rasyidin, yang memiliki banyak keutamaan.

Umar bin Khaththāb radhiyallāhu ‘anhu masuk Islām berkat dakwah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Dahulu ‘Umar bin Khaththāb terkenal keras kepada kaum muslimin (tatkala dia masih dalam keadaan musyrik). Terkenal keras, menyakiti kaum muslimin.

Sampai-sampai sebagian shahābat ragu kalau dia akan masuk Islām walaupun Nabi sudah mendo’akan.

Sampai seorang shahābat mengatakan;

لا يسلم حتى يسلم حمار الخطاب

“Umar Ibnul Khatthab tidak masuk Islam, kecuali jika himarnya sudah masuk Islam.”

(HR Thabranī)

Karena kerasnya ‘Umar bin Khaththāb radhiyallāhu ‘anhu terhadap para shahābat. Akan tetapi hidayah di tangan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam berdoa, akhirnya Allāh mengabulkan do’a Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam sehingga ‘Umar pun masuk Islām. Dan setelah ‘Umar masuk Islām maka berubahlah kondisi kaum muslimin.

Ibnu Mas’ūd radhiyallāhu ‘anhu berkata:

مَا زِلْنَا أَعِزَّةً مُنْذُ أَسْلَمَ عُمَرُ.

“Kami menjadi jaya sejak Umar masuk Islam.”

(HR Bukhari nomor 3684)

Para shahābat dahulunya tidak ada yang berani shalāt di Masjidil Harām, khawatir setiap ada yang shalāt diganggu.

Nabi saja diganggu, apalagi para shahābat yang lain, diganggu.

Tidak ada yang berani shalāt terang-terangan di Masjidil Harām sampai ‘Umar masuk Islām

Tatkala ‘Umar masuk Islām, para shahābat berani shalāt di Masjidil Harām.

Kenapa?

Karena ada ‘ Umar bin Khaththāb radhiyallāhu ‘anhu.

Semua orang takut terhadap ‘Umar. Bukan hanya manusia, syaithān pun takut kepada ‘Umar bin Khaththāb radhiyallāhu ‘anhu.

Oleh karenanya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam wassalam mengatakan:

إِيهًا يَا ابْنَ الْخَطَّابِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا لَقِيَكَ الشَّيْطَانُ سَالِكًا فَجًّا قَطُّ إِلاَّ سَلَكَ فَجًّا غَيْرَ فَجِّكَ

“Wahai Ibnul Khaththab (Umar), demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada satu syaitanpun yang berjumpa denganmu pada suatu lorong, melainkan syaithan akan mencari jalan yang lain selain yang kamu lalui.”

(Hadīts riwayat Bukhāri nomor 3683)

Syaithān takut terhadap ‘Umar, demikian juga kaum musyrikin Arab. Syaithān manusia maupun syaithān jinn, takut kepada ‘Umar bin Khaththāb radhiyallāhu ‘anhu.

Dalam hadīts juga Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ يَقُولُ بِهِ

“Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta’āla meletakkan kebenaran di atas lisannya ‘Umar.”

(Hadīts riwayat Abū Dāwūd nomor 2962, di shahīhkan oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh)

Oleh karenanya kita tahu beberapa kali (4 kali kalau tidak salah), ide ‘Umar disepakati oleh Allāh dalam Al Qur’ān. Ini menunjukkan bahwasannya ‘Umar adalah orang yang mulham.

Bahkan dalam hadīts kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

لَوْ كَانَ بَعْدِي نَبِيٌّ لَكَانَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ

“Kalau seandainya ada nabi setelah ku maka ‘Umar ibnu Khaththāb yang akan menjadi Nabi.”

(Hadīts riwayat Imām Ahmad nomor 17405 dan At Thirmidzī nomor 3686)

Karena beberapa kali firasat atau ide beliau disepakati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Dan bagaimana perjuangan beliau, dimasa pemerintahan beliau. Islām tersebar sampai Persia. Persia takluk di zaman ‘Umar bin Khaththāb radhiyallāhu ‘anhu.

Hal inilah yang menjadikan sebagian orang benci kepada ‘Umar bin Khaththāb radhiyallāhu ‘anhu, kelompok sesat yang ada di dunia Islām yaitu kelompok-kelompok syiah yang kemudian menyatakan bahwasanya ‘Umar adalah orang yang kāfir, ‘Umar adalah syaithān, bahkan mereka mengatakan tidak ada syaithān yang paling parah sejak zaman nabi Ādam sampai hari kiamat seperti ‘Umar.

Mereka mengatakan ‘Umar lebih parah daripada Fir’aun.

Ini pernyataan mereka bahwasannya kebencian mereka terhadap ‘Umar luar biasa.

Oleh karenanya mereka menggambarkan ‘Umar terbalik dengan kondisi yang sebenarnya.

‘Umar adalah seorang yang hebat, jagoan, ditakuti oleh syaithān manusia maupun syaithān jinn, digambarkan oleh mereka dengan gambaran yang sangat buruk.

Mereka mengatakan ‘Umar adalah seorang yang bencong, ‘Umar adalah seorang yang melakukan homoseksual, ‘Umar selalu disodomi.

Ini pernyataan-pernyataan dari mereka, orang-orang yang biadab, yang tidak punya jasa terhadap Islām tetapi mencela para shahābat yang punya jasa besar terhadap Islām.

Apa jasa mereka sehingga mereka kemudian mencela para shahābat?

Apa yang pernah mereka sumbangsihkan kepada Islām?

Tidak ada. Yang mereka lakukan hanya kerusakan, merusak moral dan ‘aqidah (kita berlindung dari kejahatan mereka).

Inilah hadīts yang sangat agung, yang diriwayatkan oleh ‘Umar bin Khaththāb radhiyallāhu ‘anhu.

Dan ternyata kalau kita melihat penjelasan dari para ulamā tentang para perawi hadīts ini, hadits tentang hadīts Jibrīl ini bukan hanya diriwayatkan oleh ‘Umar bin Khaththāb radhiyallāhu ‘anhu.

Ternyata ada beberapa shahābat lain yang lain, yang juga meriwayatkan hadīts ini, seperti:

√ Abū Hurairah radhiyallāhu ‘anhu,
√ Ibnu ‘Umar juga meriwayatkan,
√ Ibnu ‘Abbās,
√ Jalil bin Abdillāh,
√ Abū ‘Umar Al Assyari.

Ini diantara para shahabat yang meriwayatkan hadits ini.

Ada sekitar 5 (lima) atau 8 (delapan) shahābat yang juga meriwayatkan hadīts Jibrīl ini.

Sekarang kita akan sebutkan faedah-faedah yang bisa kita ambil dari hadīts ini:

⑴ Faedah yang pertama adalah diantara uslub atau metode dalam belajar mengajar adalah tanya-jawab.

Disini Jibrīl datang bertanya kepada Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ

“Yā Muhammad, kabarkanlah kepadaku tentang Islām.”

Apa itu Islām ? Apa itu Imān? Apa itu Ihsān? Kapan hari kiamat? Dan apa tanda-tanda hari kiamat?

Ini pertanyaan Jibrīl kepada Nabi dan Nabi menjawab.

Dan metode belajar seperti ini sangat penting.

Oleh karenanya kita dapati dalam banyak hadīts dari Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, Nabi sering bertanya kepada para shahābat.

Karena kalau timbul pertanyan maka murid-murid akan timbul konsentrasi.

Dalam banyak hadīts kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

أتدرون ما الغيبة؟

“Tahukah kalian apa itu ghībah?”

Para shahābat begitu dengar pertanyaan langsung konsentrasi.

Kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dalam hadīts yang lain:

أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ؟

“Tahukah kalian siapa orang yang merugi?”

Kemudian Rasūlullāh menjelaskan, apa itu orang yang muflis.

Kemudian juga Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah bertanya kepada Muadz:

يا معاذ, أ تدرى ما حق الله على عباد و حق العباد على الله

_”Wahai Mu’adz, tahukan engkau apa itu hak
Allāh terhadap para hamba, dan apa hak para hamba terhadap Allāh?”_

Bahkan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah memberi teka-teki, kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

إِنَّ مِنَ الشَّجَرِ لَمَا بَرَكَتُهُ كَبَرَكَةِ الْمُسْلِمِ “. فَظَنَنْتُ أَنَّهُ يَعْنِي النَّخْلَةَ، فَأَرَدْتُ أَنْ أَقُولَ هِيَ النَّخْلَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. ثُمَّ الْتَفَتُّ فَإِذَا أَنَا عَاشِرُ عَشَرَةٍ أَنَا أَحْدَثُهُمْ فَسَكَتُّ، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ” هِيَ النَّخْلَةُ

“Sesungguhnya di antara pepohonan itu ada satu jenis pohon yang keberkahannya seperti seorang Muslim.”

Lalu aku mempunyai perkiraan bahwa pohon itu adalah pohon kurma, aku berkeinginan menjawab:

“Wahai Rasulullah, itu adalah pohon kurma”

Namun aku melihat bahwa di antara sepuluh orang yang ada aku adalah yang paling muda. Maka aku pun diam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian bersabda:

“Yaitu pohon kurma.”

(HR Bukhari nomor 5444)

Rasul shalallahu’alayhi wassalam menyebutkan ciri-ciri diantara:

لا يسقط ورقها …… فحدثوني ما هي

“Daun-daunnya tidak pernah jatuh. Kabarkanlah kepadaku pohon apakah itu?”

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam memberi teka-teki. Para shahābat mulai menjawab, pohon ini, pohon anu, pohon macem-macem.

Kata Ibnu ‘Umar maka para shahābat, mereka pergi ke pohon ini, pohon yang ada di lembah-lembah, pohon-pohon yang ada di kampung-kampung.

Kata Ibnu ‘Umar, “Terbetik dalam hatiku, pohon yang disebut oleh Nabi”, teka-teki Nabi tersebut maksudnya adalah pohon kurma.

Akan tetapi para shahābat yang ditanya oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, diantaranya ada Abū Bakar dan ada ‘Umar, dan keduanya tidak berbicara (menjawab pertanyaan Rasūlullāh tersebut).

Ibnu ‘Umar malu, dia adalah anak paling kecil yang hadir diantara para shahābat. Sementara pertanyaan tersebut tidak dijawab oleh Abū Bakar dan ‘Umar. Karena dia punya kesopanan, dia tidak berani menjawab. Padahal dia tahu jawabannya, pohon yang dimaksud adalah pohon kurma.

Ini uslub metode belajar-mengajar diantaranya tanya-jawab.

Oleh karenanya kalau seorang guru mulai melihat murid-muridnya mulai ngantuk, menguap, maka rubah uslubnya, diberi pertanyaan.

Pertanyaan akan membangkitkan semangat mereka. Mereka akan berpikir. Dan ini diantara metode belajar-mengajar.

Besok in Syā Allāh kita lanjutkan biidzillāhi Ta’āla.

وبالله التوفيق و الهداية
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
———————————–

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top