Home > Bimbingan Islam > Al 'Arbain An Nawawiyyah > Hadits Kedua (Bagian 02 dari 06)

Hadits Kedua (Bagian 02 dari 06)

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Al ‘Arbain An Nawawiyyah
📝 Imām Nawawi ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ
~~~~~~~

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وأخوانه

Kita akan melanjutkan pembahasan kita dari kitāb Al Arba’in An Nawawiyyah.

Pada kesempatan kali ini, kita akan melanjutkan pada hadīts yang kedua.

Saya telah jelaskan, kenapa muncul hadits ini, ada kisahnya. Kisahnya karena munculnya kelompok ahlul bid’ah yang mereka mengingkari takdir. Dan Ibnu Umar menyatakan bahwasannya amalan mereka tidak bakalan diterima, meskipun emas sebesar gunung Uhud mereka infaqkan, apalagi yang lainnya. Sampai mereka beriman dengan takdir.

Dalilnya apa?
Ibnu Umar menyebutkan sebuah hadits.

Hadits yang panjang ini diriwayatkan oleh Ibnu Umar dari bapaknya.

Lihat bagaimana tarbiahnya Umar bin Khatthab radhiyallahuta’ala-anhu, menjadikan anaknya menghafal hadits yang panjang ini.

Ini sering kita lupakan. Anak kita, kita serahkan ke pondok, kita seakan-akan gak ada waktu untuk ngajarin anak kita hafal Al Fatihah, ngajarin anak kita untuk hafal Al Qur’an, ngapalkan sebagian surat. Semuanya serahkan kepada guru.

Lihat Umar bin Khatthab radhiyallahu anhu, Ibnu Umar mengatakan, “Saya mendengar ayahku berkata,” berarti hadits ini disampaikan oleh sang ayah kepada sang anak.

Umar berkata:

“Tatkala kami sedang duduk bersama Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, pada suatu hari, tiba-tiba muncul seseorang, datang tiba-tiba (dialah Jibril yang menyamar atau menjelma menjadi manusia) dalam kondisi bajunya sangat putih, kemudian rambutnya sangat hitam, tidak nampak ada bekas-bekas safar (ini aneh). Dan tidak seorang pun dari kami mengenal dia.”

Orang, jika datang menemui Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, ada 2 kemungkinan: orang dari kampung tersebut atau orang dari jauh.

Jika orang dari kampung tersebut, tentu para shahabat kenal, “Oh, ini si fulan, shahabat kita, tanya pada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.”

Tetapi, “Kami tidak kenal,” berarti orang dari jauh.

Jika orang dari jauh, berarti harusnya ada bekas-bekas safar. Entah rambut yang agak berdebu atau baju yang agak kotor. Namun dua-dua kemungkinan ini tidak ada.

“Orang ini tidak kita kenal dan tidak ada juga bekas safar.”

Jika demikian dari mana, tiba-tiba muncul orang ini. Ternyata dia malaikat Jibril.

Kemudian:

حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ

(Datanglah orang tersebut) sampai dia mendekat kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam , duduk di depan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, kemudian dia menempelkan lututnya dengan lutut Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam . Kemudian dia meletakkan kedua tangannya di atas pahanya.

وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ

Kemudian dia berkata:

“Wahai Muhammad, kabarkan lah kepadaku tentang Islam.”

Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjawab (Nabi menyebutkan rukun Islam 5).

اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً

“Rukun Islam adalah engkau bersaksi bahwasannya tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Allāh dan aku adalah Rasulullah, engkau menegakkan shalat, engkau membayar zakat, engkau berpuasa, dan engkau berhaji jika engkau mampu.”

Apa jawaban orang ini ?

صَدَقْتَ

“Engkau benar.”

Ini lebih aneh lagi. Tiba-tiba muncul, datang orang, dia tanya, dia bilang kamu benar.

Ini ngetes atau bagaimana? Para shahabat jadi bingung.

Kata Umar:

فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ

Mengherankan kami. Orang ini tanya kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, dijawab, dia bilang benar.

Berarti dia tahu jawabannya. Bukan pertanyaan orang yang tidak tahu tapi pertanyaan orang yang ngetes.

Kemudian, orang ini bertanya lagi:

فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ –

“Kabarkanlah kepada ku tentang apa itu iman.”

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjawab dengan rukun iman (6 perkara).

أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

“Engkau beriman kepada Allāh, engkau beriman kepada malaikat-malaikat-Nya, beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada para Rasul, beriman kepada para Rasul, beriman kepada kepada hari akhirat dan beriman kepada takdir, takdir yang baik maupun takdir yang buruk.”

قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ

Dia berkata:

“Engkau benar, kabarkanlah kepadaku tentang ihsan.”

Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjawab:

أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“Engkau beribadah kepada Allāh seakan-akan engkau melihat-Nya dan jika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Allāh telah melihatmu.”

Dia bertanya lagi:

فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ

“Kabarkanlah kepada ku kapan hari kiamat.”

Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjawab:

مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ

“Yang ditanya, tidak lebih tahu dari yang bertanya.”

Kata Nabi, “Saya dan kau Jibril, sama-sama tidak tahu kapan hari kiamat.”

“Yang ditanya, tidak lebih tahu dari yang bertanya,” artinya sama-sama tidak tahu. Yang tahu hanyalah Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Pertanyaan berikutnya:

قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا

“Kabarkanlah kepada ku tentang tanda-tanda hari kiamat.”

قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ

“Seorang budak wanita melahirkan tuannya dan engkau akan melihat orang-orang yang tidak memakai alas kaki dalam keadaan tidak memakai pakaian (artinya pakaiannya kurang), dalam keadaan miskin (an a’la) mereka adalah para pengembara kambing, tiba-tiba mereka berlomba-lomba meninggikan bangunan.”

ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا،

(Kata Umar) Kemudian setelah itu dia pergi. Orang itu pergi, aku pun terdiam lama.

Kemudian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berkata kepada ku:

يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟

“Tahukah engkau siapa tadi yang bertanya?”

قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ –

Kata Umar:

“(Aku tidak tahu), Allāh dan rasul-Nya yang lebih tahu.”

Kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ

“Yang datang tadi Jibril, dia ingin mengajarkan kepada kalian, mendatangi kalian, untuk mengajarkan kepada kalian agama kalian.”

Inilah hadits yang dikenal dengan hadits Jibril dan dia hadits pertama yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya.

Yang disebutkan oleh Ibnu Umar dengan hadits yang panjang ini, Ibnu Umar cuma ingin berdalil tentang rukun iman, bahwasannya di antara rukun iman beriman kepada takdir Allāh, takdir yang baik dan takdir yang buruk.

Karena mereka yang menolak takdir, tidak beriman dengan takdir, maka amalan mereka tidak diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Karena barangsiapa yang mengingkari 1 rukun iman dari 6 rukun iman (1 saja diingakri), maka dia telah kafir, keluar dari Islam.

Meskipun mereka baca Al Qur’an, sebagaimana mereka ini membaca Al Qur’an, mempelajari ilmu. Namun tatkala terjerumus dalam syubhatnya iblis, sehingga mereka menggunakan otak mereka, sehingga mereka akhirnya menolak takdir, maka amalan mereka tidak diterima oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, sampai mereka kembali beriman kepada takdir.

Hadits ini adalah hadits yang sangat agung, sehingga disebutkan oleh Al Imam An Nawawi rahimahullah sebagai “aslul Islam” (pokok Islam).

Kenapa?

Karena hadits ini mencakup banyak pelajaran, baik masalah aqidah bahkan masalah adab (nanti akan kita sebutkan adab-adab yang terdapat dalam hadits ini). Masalah Islam, masalah iman, masalah ihsan, semuanya disebutkan dalam hadits ini.

Oleh karenanya sebagian ulama menamakan hadits ini dengan “ummul hadits” yaitu induknya hadits-hadits Nabi.

Sebagaimana Al Fatihah dinamakan dengan Ummul Kitab atau Ummul Qur’an, karena Al Fatihah adalah induknya Al Qur’an, seakan-akan Al Qur’an seluruhnya itu adalah penjabaran dari Al Fatihah. Seakan-akan Al Fatihah itu adalah matan, adapun Al Qur’an sisanya adalah syarahnya.

Demikian juga hadits Jibril ini, seakan-akan seluruh hadits yang lain merupakan penjabaran dan penjelasan dari intisarinya di hadits Jibril. Makanya dikatakan dengan “ummul hadits” (induknya hadits-hadits Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam).

Besok in Syā Allāh kita lanjutkan biidzillāhi Ta’āla.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top