Home > Bimbingan Islam > Kitābul Jāmi' > Hadits 24 | Larangan Mengadu Domba (Bagian 1 dari 3)

Hadits 24 | Larangan Mengadu Domba (Bagian 1 dari 3)

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Kitābul Jāmi’ | Bulughul Maram
📝 AlHāfizh Ibnu Hajar ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ
~~~~~~~

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, kita masuk pada pembahasan yang baru yaitu hadīts ke-24, yaitu tentang peringatan terhadap dosa namimah.

وَعَنْ حُذَيْفَةَ – رضى الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم -{ لَا يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ قَتَّاتٌ }

Dari shahābat Hudzaifah radhiyallāhu ‘anhu beliau berkata, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

“Tidak akan masuk surga al-qattat (tukang adu domba.”

(HR Bukhāri nomor 5596, versi Fathul Bari nomor 6056 dan Muslim nomor 153, versi Syarh Muslim nomor 105)

Sabda Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ,

Ada beberapa tafsiran, yaitu:

(1) Tidak akan masuk surga jika seseorang menghalalkan perbuatan namimah.

Barangsiapa menghalalkan perbuatan dosa besar maka dia keluar dari Islām.

Namun jarang, kebanyakan orang melakukan namimah, dia tidak merasa itu berbuatan yang halal.

Jadi seorang yang menghalalkan suatu dosa maka dia keluar dari Islām.

Ada orang berzina namun dia tahu bahwa itu adalah kesalahan, maka dia tidak keluar dari Islām.

Tetapi ada seorang, meskipun dia tidak berzina namun dia mengatakan zina itu dihalalkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla maka dia telah keluar dari Islām karena dia telah mengingkari syari’at Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Namun kebanyakan orang berzina, dia tahu dan merasa salah.

Sama seperti namimah. Kebanyakan orang melakukan namimah dan dia tahu bahwasanya namimah adalah perbuatan buruk, dia tahu akan hal tersebut dan dia tidak mengatakan Allāh menghalalkan namimah.

Jadi tafsiran pertama: ل اَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ ( tidak akan masuk surga) yang maksudnya kāfir ini dibawakan kepada orang yang menganggap namimah itu dihalalkan oleh Allāh (namun ini jarang).

⑵ Tidak masuk surga orang yang melakukan namimah artinya dia tidak akan masuk surga bersama orang-orang yang pertama masuk surga.

Artinya dia harus terhalangi dahulu, harus masuk neraka dahulu, tidak bisa masuk surga sebagaimana orang-orang yang shālih masuk pertama kali kedalam surga.

Adapun: قَتَّاتٌ (qattāt) ini datang dalam shighah mubalaqah artinya menunjukkan seringnya perbuatan tersebut.

⇒Qatta – yaqutu – qattan artinya namimah

Al qattat = nammām, yaitu orang yang suka melakukan namimah, sebagaimana disebutkan di dalam sebagian riwayat.

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ

“Tidak masuk Surga orang yang suka namimah (mengadu domba).”

(Hadīts riwayat Muslim)

⇒Jadi qattāt maknanya sama dengan nammām, yaitu orang yang melakukan namimah.

Dikatakan oleh Ibnu Atsīr rahimahullāh ta’āla:

“Seorang dikatakan qattāl hadītsa, melakukan yang qattā terhadap pembicaraan, jika dia persiapkan perkataan, dia perindah, dia melakukan kedustaan agar niat dia untuk mengadakan kerusakan di antara dua pihak. Dan ini dilakukan juga oleh nammām.”

Jadi namimah maknanya yaitu, orang menukil perkataan dari satu pihak kepada pihak lain yang niatnya agar timbul pengrusakan di antara mereka (memutuskan hubungan di antara mereka).

Secara umum qattāt dan nammām maknanya sama karena keduanya datang dalam riwayat. Tetapi sebagian ulamā membedakan antara qattāt dengan nammām.

√ Qattāt yaitu seorang yang dia mendengarkan perkataan suatu kaum (dia tidak bersama mereka) tetapi dia berusaha mendengar perkataan mereka kemudian ditangkap lalu dia nukilkan kepada kaum yang lain agar terjadi kerusakan di antara dua kelompok tersebut.

√ Nammām yaitu seorang duduk bersama mereka seakan-akan merupakan bagian dari mereka, kemudian dia menukil apa yang mereka bicarakan kepada pihak yang lain kemudian dia pergi kepada pihak yang kedua dia sampaikan perkataan mereka.

Dan sebaliknya, ketika dia berada di pihak kedua seakan-akan dia berpihak kepada mereka, namun tatkala dia berada dipihak pertama dia akan menukil pembicaraan dari pihak kedua.

Sebagian ulamā membedakan antara nammām dengan qattāt.

Adapun qattāt dia tidak bersama mereka akan tetapi dia berusaha mencari berita, mendengarkan kemudian dia nukilkan kepada pihak yang lain.

Hadīts ini menunjukkan bahwasanya namimah adalah dosa besar dan terlalu banyak dalīl yang menunjukkan bahwa namimah adalah dosa besar.

Yang pertama dalam hadīts ini Rasūlullāh ahallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan dia tidak masuk surga dan ini merupakan ancaman yang keras.

Dalam Al Qur’ān Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyampaikan secara khusus di dalam surat Al Qalam ayat 11.

هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ

“Jangan ikuti orang-orang yang suka mencela dan suka berjalan ke sana kemari dengan namimah (untuk melakukan kerusakan diantara kaum muslimin).”

Di antara dalīl juga yang menyatakan bahwasanya namimah adalah dosa besar, Rasūlullāh Shallallāhu ‘alayhi wa sallam berkata:

خِيَارُ عِبَادِ اللَّهِ الَّذِينَ إِذَا رُءُوا ذُكِرَ اللَّهُ وَشِرَارُ عِبَادِ اللَّهِ الْمَشَّاءُونَ بِالنَّمِيمَةِ الْمُفَرِّقُونَ بَيْنَ الْأَحِبَّةِ الْبَاغُونَ الْبُرَآءَ الْعَنَتَ

“Sebaik-baik hamba Allāh Subhānahu wa Ta’āla yaitu orang-orang yang jika lihat maka orang-orang akan mengingat Allāh, dan seburuk-buruk hamba Allāh adalah orang yang berjalan kesana kemari dengan namimah (mengadu domba) yaitu orang-orang yang memisahkan diantara orang-orang yang saling menyintai, menuduh orang yang baik dengan tuduhan yang tidak-tidak agar mencari kesusahan bagi mereka.”

(HR Ahmad nomor 17312)

Perhatikan, di sini Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan, “Orang terbaik adalah apabila dilihat mengingatkan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla”.

Seperti Muhammad bin Sirin, kalau beliau berjalan di pasar orang-orang melihat beliau, orang-orang semua akan mengingat Allāh Subhānahu wa Ta’āla, kenapa?

Karena kondisi beliau yang selalu membuat orang lain mengingat Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Adapun orang yang buruk, yaitu orang yang ke sana kemari dengan namimah yang menjadikan orang-orang yang saling menyintai menjadi berpisah karena perbuatannya.

Ini menunjukkan namimah adalah dosa besar.

Di antara hal lain yang menunjukkan bahwasanya namimah adalah dosa besar di dalam shahīhain Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

إِنَّ شَرَّ النَّاسِ ذُو الْوَجْهَيْنِ الَّذِي يَأْتِي هَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ وَهَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ

“Sesungguhnya manusia yang paling buruk adalah orang yang bermuka dua, yang mendatangi kaum dengan muka tertentu dan mendatangi lainnya dengan muka yang lain.”

(Hadīts riwayat Bukhāri dari Abū Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Di antara tafsir para ulamā, orang yang melakukan namimah maka dia akan seperti ini modelnya: tatkala melakukan namimah, dia pergi ke kelompok A, seakan-akan dia gabung dengan mereka. Kemudian menukil perkataan kelompok B yang buruk terhadap kelompok A. Dan begitu pula sebaliknya, tatkala pergi ke kelompok B seakan-akan dia termasuk kelompok B kemudian menukil perkataan kelompok A yang buruk terhadap kelompok B.

Demikian juga di antara dalīl yang menunjukkan bahwasanya namimah adalah dosa besar, adalah hadīts yang masyhur dari Ibnu ‘Abbās radhiyallāhu ‘anhumā, bahwasanya Rasūlullāh Shallallāhu ‘alayhi wa sallam melewati dua kuburan kemudian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berbicara:

إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ

“Sesungguhnya kedua penghuni kubur itu sedang disiksa, keduanya tidak disiksa karena dosa besar, salah satu di antara keduanya disiksa karena ia berjalan kesana dan kemari untuk menebar fitnah, sedangkan yang kedua disiksa karena tidak sempurna bersuci saat buang air kecil.”

(HR Bukhari nomor 1273, versi Fathul Bari nomor 1361)

Ini dalīl bahwasanya orang yang melakukan namimah diancam oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam diadzab dalam kubur.

Dalam hadīts yang lain dari Abdullāh bin Masu’d, beliau berkata:

إِنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ مَا الْعَضْهُ هِيَ النَّمِيمَةُ الْقَالَةُ بَيْنَ النَّاسِ

Sesungguhnya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berkata:

“Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang al adhhu?”

Beliau melanjutkan:

“Yaitu mengadu domba yang disebarkan di antara manusia.”

(HR Muslim nomor 4718, versi Syarh Muslim nomor 2606)

==> Al Adhhu (الْعَضْهُ ) dalam bahasa Arab artinya kedustaan dan sihir.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjelaskan yang dimaksud sihir oleh Nabi adalah namimah yang seorang berjalan kesana kemari dalam rangka untuk mengadu domba di antara manusia.

Hadīts ini menjelaskan bahwa namimah adalah bagian daripada sihir karena, di antara fungsi sihir adalah memisahkan antara orang-orang yang saling menyintai.

Di dalam Al Qur’ān disebutkan bahwasanya sihir :

يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ

“Memisahkan antara suami dan istri.”

(QS Al Baqarah: 102)

Padahal hubungan antara suami dan istri sangat luar biasa, bisa terpecah, bisa terputus karena sihir.

Demikian pula namimah, fungsi namimah ini seperti sihir bisa memisahkan di antara dua orang yang saling menyintai, bisa menjadikan dua kelompok saling bertentangan saling membunuh, semuanya karena ada namimah, ada yang mengadu domba.

Oleh karenanya bisa jadi dampak dari namimah (sihir), seorang ingin merusak hubungan suami dan istri, dia membutuh sihir selama setahun yang dibantu seorang dukun.

Terkadang namimah tidak perlu setahun, untuk memisahkan antara dua kelompok cukup sehari, sehingga Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menyamakan namimah dengan sihir.

Semua dalīl ini menunjukkan bahwasanya namimah adalah dosa besar.

In Syā Allāh, kita lanjutkan pada pertemuan berikutnya.

Wallāhu Ra’āla A’lam bishawab.

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
————————————-

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top