🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Kitābul Jāmi’ | Bulughul Maram
📝 AlHāfizh Ibnu Hajar ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ
~~~~~~~
وَعَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم : “سِبَابُ اَلْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ.” مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari Ibnu Mas‘ud Radhiyallāhu ‘anhu ia berkata: Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda: “Mencaci maki orang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran.”
(Muttafaqun ‘alaih).
〰〰〰〰〰〰〰
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Kita masuk pada hadīts ke-7 dari Ibnu Mas’ud radhiyallāhu ‘anhu dia berkata, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Mencela seorang muslim merupakan kefasikan dan memeranginya merupakan kekufuran.”
(Muttafaqun ‘alaih, diriwayatkan oleh Imam Bukhāri dan Imam Muslim)
Para ulama menjelaskan dalam hadīts ini, bahwasanya (سِبَابُ الْمُسْلِمِ) mencela seorang muslim merupakan kefasikan dan para ulama membedakan antara “sāb” dan “Sibāb”.
√ Kalau sāb (sābun) dalam bahasa arab artinya mencela salah seorang muslim dengan aib yang memang ada pada dirinya.
√ Sedangkan Sibāb lebih para lagi, yaitu mencela seorang muslim dengan tidak mempedulikan lagi apakah aib tersebut ada pada seorang muslim tersebut atau tidak, maka ini merupakan kefasikan.
Dan kefasikan dalam bahasa arab artinya “khuruj anilhaq” keluar dari kebenaran. Dalam bahasa syari’at maka kefasikan lebih besar (berat) daripada sekedar kemaksiatan.
Ini adalah dalīl bahwa orang yang mencela, mencaci-maki muslim yang lain (suadaranya) baik dengan celaan aib yang ada ataupun dengan aib yang tidak ada pada saudaranya maka dia telah melakukan suatu kefasikan.
Seharusnya seorang muslim menutup aib saudaranya, bukan malah mengumbarnya, apalagi menuduhnya dengan aib yang tidak ada pada dirinya. Maka dia telah menjadi seorang yang fasik.
Para ulama menyatakan, kecuali orang yang memang telah melepaskan pakaian rasa malunya.
Dia menampakkan maksiatnya, menggembar-gemborkan kerusakannya.
Dan ini sesuai dengan sabda Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافىً إلاَّ المُجَاهِرُن
“Seluruh umatku selamat (dimaafkan) kecuali orang-orang yang menampakkan.”
(Muttafaqun alaih)
Orang yang menampakkan kemaksiatannya (misalnya) di media, di televisi, bangga dengan maksiat yang dilakukannya, maka untuk orang seperti ini tidak menjadi masalah karena dia sendiri telah mengumbar aibnya.
Orang yang mencela orang yang seperti ini tidak termasuk fasik.
Yang dilarang adalah mencela seorang muslim yang zhahirnya adalah baik. Tidak boleh kita cela, bahkan kita berusaha menutup aibnya jika kita mengetahui. Terlebih lagi mencela dengan yang tidak ada pada dirinya.
Kemudian yang kedua, kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Memeranginya adalah kekufuran.”
Qitāl yaitu memerangi, memerangi seorang muslim yang lain merupakan kekufuran.
Dan tatkala Nabi menamakan perbuatan tersebut dengan kekufuran berarti ini lebih besar lagi tingkatannya daripada sekedar kefasikan. Berarti dosanya besar.
Apalagi sampai membunuh seorang muslim tersebut, karena memerangi seorang muslim akan mengantarkan kepada membunuhnya.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah berfirman dalam Al Quran:
وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِناً مُّتَعَمِّداً فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِداً فِيهَا وَغَضِبَ اللّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَاباً عَظِيماً
“Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya adalah neraka Jahannam, dia kekal dalam neraka Jahannam tersebut dan Allāh murka kepadanya dan Allāh melaknatnya dan Allāh menyiapkan baginya adzab yang pedih.”
(QS An Nisā :93)
Ini adalah ancaman yang besar bagi orang yang memerangi seorang muslim, bahkan bisa jadi sampai membunuhnya.
Karena seorang muslim darahnya adalah sangat terhormat.
Sampai-sampai Nabi bersabda:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ.
“Hilangnya dunia ini lebih ringan di sisi Allāh daripada terbunuhnya seorang muslim.”
(Hadist shahīh riwayat, an-Nasâ`i (VII/82)
Kenapa?
Karena seorang muslim mengucapkan “‘Lā ilāha illallāh” bersaksi bahwa tidak ada sesembahan selain Allāh, bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allāh, dia bertasbih, berdzikir, beristighfar, dan orang ini dibunuh.
Ini adalah perkara yang berat di sisi Allāh.
Lebih baik hilangnya dunia ini masih lebih ringan disisi Allāh, daripada terbunuhnya seorang muslim.
Oleh karenanya, jangankan membunuh seorang muslim, membunuh seorang kafir yang mempunyai perjanjian damai saja maka dia terancam.
Kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ
“Barang siapa yang membunuh orang kafir yang mempunyai perjanjian damai maka dia tidak akan mencium bau surga.”
(Hadīts riwayat Imam Bukhari nomor 2930, versi Fatul Bari nomor 3166)
Namun para ulama menjelaskan, kufur di sini bukan berarti kufur akbar (keluar dari agama), tidak, dia merupakan dosa besar Tapi “kufrun duna kufrin”, kufur asghar (kufur kecil), tidak sampai pada derajat kufur akbar.
Kenapa? Karena aqidah ahlus sunnah mengatakan bahwasanya:
“Seseorang yang membunuh seorang muslim selama dia tidak menghalalkan pembunuhan tersebut, dan dia tahu bahwa dia bersalah telah membunuh seorang muslim karena emosi dan macam-macam maka dia telah terjerumus dalam dosa besar namun dia tidak menjadi Kāfir.
Dalilnya firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla dalam surat Hujurāt ayat 9 :
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا
“Jika ada dua golongan dari kaum mukminin yang berperang saling membunuh maka damaikanlah diantara keduanya.”
Di sini Allāh mengatakan وَإِنْ طَائِفَتَانِ [Jika ada dua golongan mukminin].
Ini menunjukkan bahwasannya mereka tidak keluar dari Islam meskipun membunuh.
Bahkan setelah itu Allāh mengatakan:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ
“Sesungguhnya orang-orang beriman adalah bersaudara maka damaikanlah diantara mereka yang bertikai.”
(QS Al Hujurāt :10)
Oleh karenanya, Ikhwān dan Akhwāt yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla,
Membunuh seorang mukmin tidak sampai mengeluarkan seseorang dari Islam, akan tetapi dia telah terjerumus ke dalam dosa yang sangat besar.
Oleh karenanya ini dinamakan oleh Nabi kufrun (kekufuran), dan ini dikatakan sebagai keburukan. Kalau dia suka membunuh seorang muslim khawatir dia akan masuk dalam kekufuran (mengantarkan dalam kekufuran).
Ada yang mengatakan lagi bahwa yang dimaksud dengan kufur adalah kufur asghar tapi derajatnya lebih besar dari kefasikan namun tidak sampai derajat mengeluarkan seseorang dari Islam.
Ada juga yang mengatakan kāfir di sini adalah kufur akbar jika dia menghalalkan membunuh seseorang.
Maka ini berarti dia telah menghalalkan apa yang diharāmkan oleh Allāh, maka dia telah keluar dari Islam.
Intinya, Ikhwān dan Akhwāt yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla,
Kita seorang muslim dilarang untuk berakhlak buruk, mencaci-maki seorang muslim yang lain, apalagi sampai memeranginya, apalagi sampai membunuhnya.
Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla menjaga darah kaum muslimin dan menyatukan hati-hati kaum muslimin.
والله تعال أعلمُ بالصواب
__________
andilonahmad@gmail.com