Home > Bimbingan Islam > Kitābul Jāmi' > Hadits 04| Jauhilah Sifat Pelit (Bagian 2)

Hadits 04| Jauhilah Sifat Pelit (Bagian 2)

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Kitābul Jāmi’ | Bulughul Maram
📝 AlHāfizh Ibnu Hajar ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ
~~~~~~~

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Ikhwan dan akhwat,

Kita lanjutkan pembahasan hadits ke-4 tentang “وَاتَّقُوا اَلشُّحَّ ” / “Jauhilah Sifat Pelit”.

Sesungguhnya sifat pelit adalah sifat yang sangat tercela.

Pelit ada banyak bentuknya sebagaimana diisyaratkan oleh para ulama, seperti Syaikh Abdurrahman bin Sa’di rahimahullāhu Ta’ala dalam tafsirnya, yaitu:

يمنعون ما عندهم مما آتاهم الله من فضله، من المال والجاه والعلم

“Orang-orang yang tidak memberikan karunia Allāh yang diberikan kepada mereka, seperti harta, kedudukan dan ilmu.”

Jadi, Allāh memberi karunia kepada mereka akan tetapi mereka tidak memberikan (membagi) karunia tersebut kepada hamba-hamba Allāh yang lain.

Karunia itu seperti: “al māl” (harta), “al jāh” (kedududkan) dan juga ‘ilm (ilmu).

Ini menunjukkan bahwa ada orang yang bakhil dengan hartanya dan ada yang bakhil dengan kedudukannya, misalnya dia mampu untuk memberi syafa’at (pertolongan) tapi dia tidak mau melakukannya.

Ada juga orang yang bakhil dengan ilmunya, dia mempunyai ilmu akan tetapi jika ditanya tidak mau menjawab atau tidak berdakwah bahkan berusaha menyembunyikan ilmunya.

Ini adalah bakhil dengan ilmunya.

Juga ada bentuk kebakhilan yang lain seperti dalam hadits Rasulullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

وَإِنَّ أَبْخَلَ النَّاسِ مَنْ بَخِلَ بِالسَّلامِ

“Sesungguhnya orang yang paling bakhil yaitu orang yang bakhil dengan salam.”

Yaitu tatkala bertemu dengan saudaranya dia bakhil untuk mengucapkan salam, bahkan bakhil juga untuk menjawab salam ketika diberi salam.

Salam adalah perkara yang mudah yang tidak ada ruginya bahkan tidak ada biaya yang keluar.

Sehingga ketika bertemu saudara tinggal mengucapkan, “Assalāmu’alaikum.”

Kalau dia mengucapkan salam berarti telah mengucapkan doa dan berpahala dan saudaranya juga mendapatkan pahala jika menjawab salamnya.

Bakhil seperti ini biasanya karena ada keangkuhan di dalam dirinya .

Kebakhilan ada beberapa derajat.

Derajat pertama, yaitu

▪BAKHIL TERHADAP DIRI SENDIRI

Ada orang yang seperti ini kehidupannya. Dia memiliki kelebihan harta namun dia bakhil terhadap dirinya sendiri.

Sampai disebutkan oleh Ibnu Qudamah rahimahullāh:

فكم من بخيل يمسك المال ويمرض فلا يتداوى،

“Betapa banyak orang yang bakhil. Dia mempunyai harta namun dia tidak menggunakan hartanya tersebut, sehingga jika dia sakit tidak mau berobat karena tidak ingin megeluarkan biaya.”

Ada seseorang yang sakit dan ketika diajak untuk berobat ketempat yang mahal yang lebih baik dia enggan. Dia memilih berobat dengan yang lebih murah namun akhirnya meninggal dunia.

Kalau dia tidak mempunyai uang maka hal ini wajar, akan tetapi kalau dia mempunyai uang (harta) maka orang seperti ini berbahaya.

Kenapa?

Karena dia bukan hanya menyiksa dirinya sendiri dengan kebakhilannya akan tetapi juga menyiksa orang-orang terdekatnya, misalkan istrinya.

Istrinya melihat suaminya kaya namun dia tidak mendapat bagian harta, tidak dibelikan macam-macam (keperluannya).

Kemudian anak-anaknya pun menderita.

Saya pernah mendengar suatu ceramah tentang seseorang yang bakhil.

Tatkala meninggal, setelah dicek ternyata diketahui bahwa hartanya banyak. Maka anak-anaknyapun marah.

Sang hakim yang memberitahukan bahwa ayahnya memiliki harta yang banyak menjadi heran.

Anak-anaknya berkata: “Kami tidak mengetahui kalau ternyata ayah kami kaya. Selama ini kami hidiup dalam kondisi yang susah.”

Mereka bukan senang tatkala mengetahui harta warisannya banyak, justru mereka marah kepada ayah mereka.

Oleh karenanya orang bakhil seperti ini bukan hanya menyiksa dirinya akan tetapi juga menyiksa orang-orang yang disekitarnya.

Dan sungguh menakjubkan orang yang bakhil, sebagaimana perkataan Ibnu Muflih:

“Orang seperti ini hidupnya susah. Dia bakhil agar terhindar dari kefakiran. Dia mengumpulkan uang supaya tidak menjadi fakir. Namun kenyataanya kehidupannya seperti orang miskin. Dia justru terjerumus pada kondisi yang ingin dihindari yaitu kefakiran.”

Dia ingin mengumpulkan harta yang banyak supaya menjadi orang kaya, namun karena dia bakhil maka dia hidup seperti orang miskin dan ini musibah.

Dia hidup seperti orang miskin di dunia namun di akhirat dia akan dihisab dengan hisabnya orang kaya.

Inilah nasib buruk bagi seorang yang bakhil.

Derajat yang kedua,

▪BAKHIL TERHADAP ORANG LAIN

Ini masih lebih ringan dari pada yang pertama.

Seharusnya kita tidak perlu bakhil karena kalau kita memberikan harta kita selama tidak membuat mudharat bagi kita maka akan berpahala.

Makanya Allāh mengatakan:

وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ

“Barang siapa bakhil maka sesungguhnya dia bakhli kepada dirinya sendiri.”

(QS Muhammad: 38)

Kenapa?

Karena orang yang bakhil akan menghalangi pahala bagi dirinya sendiri.

Karena hartanya yang sesungguhnya adalah harta yang dia keluarkan, yang diberikan di jalan Allāh seperti diberikan kepada fakir miskin.

Itulah tabungan dia di akhirat kelak. Di akhirat kelak dia sangat butuh dengan pahala.

Jadi ingat, bahwa orang yang bakhil sesunguhnya dia bakhil terhadap dirinya sendiri.

Demikianlah para ikhwan dan akhwat,

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla menjauhkan kita dari sifat bakhil.

والله أعلمُ بالصواب
___________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top