Home > Bimbingan Islam > Aqiidatut Tauhiid > Halaqah 10: Syarat Laa Ilaha Illallah : Ikhlas dan Cinta

Halaqah 10: Syarat Laa Ilaha Illallah : Ikhlas dan Cinta

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Abdussalaam Busyro, Lc. حفظه لله تعالى
📗 Kitab عقيدة التوحيد (Aqiidatut Tauhiid ) Hal 45-53
📝 Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al Fauzan حفظه لله تعالى
〰〰〰〰〰〰〰

سم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه لاحول ولاقوة إلا بالله
رضيت بالله رباًّ وبلإ سلام دينا وبمحمد نبيا و رسولاً ربي زدني علما ورزقني فهما

Masih pada materi kita yaitu makna kalimat tauhīd Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ) dan pada kesempatan kali ini kita akan masuk pada syarat yang keenam dan ketujuh.

▪ Syarat Yang Keenam :

الشَّرْطُ السَّادِسُ : الآِخْلَاصُ: وَهُوَ تَصْفِيَةُ العَمَلِ مِنْ جَمِيعِ شَوَائِبِ الشَّرْكِ، بِأَلَّا يَقْصِدَ بِقَوْلِهَا طَمَعًا مِنْ مَطَا مِعِ الدُّنْيَا، وَلَا رِيَاءً وَلَاسُمْعَةً، لِمَا فِي الحَدِيْثِ الصَّحِيحٍ، مِنْ حَدِيْثِ عِثْبَانَ رضي الله عنه قَالَ صلا الله عليه و سلم : (فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قاَلَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ)

Al ikhlās (الآِخْلَاصُ), apakah ikhlās itu?

تَصْفِيَةُ العَمَلِ مِنْ جَمِيعِ شَوَائِبِ الشَّرْكِ

_Membersihkan amal dari berbagai macam kotoran-kotoran._

⇒ Sebagian mengartikan: شَوَائِبِ
itu dengan debu-debu kemusyrikan.

بِأَلَّا يَقْصِدَ بِقَوْلِهَا طَمَعًا مِنْ مَطَا مِعِ الدُّنْيَا

_(Diucapkan kalimat: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ) tanpa bermaksud untuk memperoleh isi dunia._

Jika mengucapkan: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ maka yang ada dibenaknya hanya sesuatu yang ditujukan untuk Allāh Subhānahu wa Ta’āla semata. Tidak untuk kepentingan di antara kepentingan dunia.

وَلَا رِيَاءً وَلَاسُمْعَةً

_Tidak pula untuk mendapatkan pujian dan sanjungan._

Dari hadīts ‘Utsbān radhiyallāhu ‘anhu, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda :

فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ

_”Karena sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan mengharamkan api neraka,_

مَنْ قاَلَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ،

_Bagi siapapun yang mengucapkan: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ_

يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ

_Dan diucapkan dalam rangka untuk memperoleh keridhaan Allāh”_

⇒ Tauhīd lawan kata dari kata syirik.

Apa itu syirik?

أن تجعلَ للهِ نِدًّا وهو خلقكَ

_”Engkau menjadikan Allāh Subhānahu wa Ta’āla sekutu dalam peribadatan, padahal Allāh Subhānahu wa Ta’āla adalah dzat yang telah menciptakanmu.”_

يعمل الإنسان ابتغاء وجه الله

_Seorang melakukan ketaatan dalam rangka memperoleh keridhaan dari Allāh._

Inilah hakikat ikhlās.

Ada beberapa hal yang dengannya seseorang bisa memperoleh ikhlās.

Upaya seseorang untuk mendapatkan ikhlās, di antaranya adalah:

⑴ Berdo’a

Manusia itu dhaif (lemah).

Terkadang ketika odol habis, dia merasa lemah. Ketika odol habis ditekan-tekan (agar keluar sisa dari odol tersebut).

Terkadang shampo habis dikocok-kocok, kemudian dituang air ke dalam botol shampo tersebut, lalu dipakai.

Siapa yang memakai?

Ayahnya.

Setelah ayahnya pergi mungkin yang mandi berikutnya istrinya. Ternyata sama si istri melakukan hal yang sama, menuang air ke dalam botol agar mendapatkan sisa shampo (buih-buih shampo).

Kemudian ketika anaknya mandi dan akan menggunakan shampo tersebut, sisa shampo tersebut habis.

Apa yang dilakukan sang anak?

Si anak akan mencium botolnya.

Manusia itu dhaif.

Maka upaya seseorang untuk memperoleh ikhlās adalah dengan berdo’a.

‘Umar bin Khaththāb radhiyallāhu ‘anhu, pernah berkata dan berdo’a:

اللَّهُمْ اجْعَلْ عَمَلِي كُلَّهُ صَالِحَاً وَاجْعَلْهُ لِوَجْهِكَ خَالِصَاً

_”Yā Allāh jadikanlah seluruh amal yang aku lakukan adalah amal shalih dan jadikan seluruh amal shalih yang aku lakukan ikhlās hanya untuk Mu semata.”_

Maka di sinilah pentingnya seseorang ikhlās. Apabila tidak bisa, minimal berdo’a. Karena ikhlās itu sulit dan berdo’a adalah yang paling baik.

⑵ Memperbanyak amal

Beramal, beramal dan beramal lagi.

√ Membaca Al-Qur’ān (Alhamdulillāh)
√ Shalat fardhu (Alhamdulillāh)
√ Dzikir (Alhamdulillāh)
√ Pulang dari masjid (Alhamdulillāh karena badannya sehat)
√ Melihat kotak infaq kemudian berinfaq (Alhamdulillāh).
√ Melihat fakir miskin kemudian bersedekah (Alhamdulillāh).

Demikianlah seorang mukmin. Upaya seseorang untuk memperoleh ikhlās adalah dengan memperbanyak amal.

Ketika dibuka donasi pembangunan masjid, dan diumumkan, “Siapa yang ingin menyumbang semen, silahkan.” Kemudian seseorang berkata, “Saya sanggup menyumbang dua sak semen (100 ribu),” dan ketika itu dilihat orang.

Karena sedekah pertama dilihat orang, khawatir 100 ribu yang pertama tidak ikhlās khawatir muncul riya’ dan sum’ah, akhir dia meniatkan menyumbang 100 ribu lagi tanpa dilihat orang.

Jika malam-malam memasukan infak 100 ribu di masjid dan tidak ada yang melihat (in syā Allāh) di sinilah ikhlās (memperbanyak amal).

Upaya seseorang untuk memperoleh ikhlās adalah: أخْفَى العمل (menyembunyikan amal).

Di zaman dahulu ada seorang bapak yang berdagang di pasar. Sebelum berangkat ke pasar istrinya selalu menyiapkan sarapan (makan dan minuman).

Setelah si istri menyiapkan makanan dan minuman, sang suami pergi ke pasar dengan membawa bekal makanan tersebut (si istri berpikir makanan tersebut akan dimakan ketika suami tiba di pasar).

Setelah sampai di pasar sang suami bertemu seorang fakir miskin, kemudian bekal makanan dan minuman itu diberikan kepada fakir miskin tersebut.

Orang-orang di pasar mengatakan, “Si bapak di rumah sudah sarapan, karena sarapannya ada sisa maka makanannya dibawa ke pasar.”

Subhānallāh, أخْفَى العمل (menyembunyikan amal).

Sang suami menyembunyikan amal, masing-masing memiliki praduga dan prasangka yang berbeda. Dan ternyata si suami saat itu sedang puasa, sampai istrinya sendiri tidak mengetahui bahwa suaminya sedang berpuasa.

⑶ Ingat kematian (ذكر الموت)

Di antara upaya seseorang ikhlās adalah khawatir jika amalnya tidak diterima oleh Allāh.

Itulah di antara pembahasan bagaimana upaya kita untuk memperoleh ikhlās.

Orang hidup hendaknya ikhlās untuk Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Rasul menyebutkan (memberikan janji):

مَنْ قاَلَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

_”Barangsiapa yang mengucapkan Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ).”_

Dikatakan dari hadīts Utsbān:

فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . يَبْتَغِى بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ

_”Sesungguhnya Allāh akan mengharamkan kepada api neraka bagi orang yang mengucapkan Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ) dalam rangka untuk memperoleh keridhaan Allāh.”_

(Hadīts shahīh riwayat Al Bukhāri nomor 425 dan Muslim nomor 33)

Materi berikutnya adalah:

الشرط السابع

_▪ Syarat Yang Ketujuh :_

المَحَبَّةُ لِهَذِهِ الكَلِمَةِ

_”Cinta terhadap kalimat Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ).”_

وَلِمَا تَدٌلُّ عَلَيْهِ، وَلِأَهْلِهَا العَامِلِينَ بِمُقْتَضَاهَا،قَالَ تَعَالَى: وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِيْنَ ءَامَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ (البقرة: ١٦٥)
فَأَهْلُ (لاَإِلَهَ إِلَّا اللَّهُ) يُحِبُّونَ اللَّهَ حُبَّا خَالِصَا، وَأَهْلُ الشِّرْكِ يُخِبُّونَهُ وَيُخِبُّونَ مَعَهُغَيْرَهُ، وَهَذايُنَافِي مُقْتَضـى (لاَإِلَهَ إِلَّا اللَّهُ)

Al mahabbah (المَحَبَّةُ) yaitu cinta.

Kadang kita melihat Al Qur’ān dengan artinya alhamdulillāh. Mereka yang belajar bahasa Arab, begitu melewati ayat mahabbah dia berharap agar menjadi ;

√ Orang-orang yang cinta kepada Allāh.
√ Orang-orang cinta terhadap surga.
√ Orang-orang cinta terhadap hari akhirat.

والأخراة لك من الأولى والأخروأبق

Apabila kita tidak mengerti bahasa Arab dengan baik maka lihatlah Al Qur’ān.

Kita lihat Al Qur’ān sekaligus terjemahannya agar mengetahui maksudnya.

Yang saya baca itu apa maksudnya?

Salah satu yang akan kita jumpai di dalam Al Qur’ān adalah kata-kata mahabbah.

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ

_”Jika kamu (benar-benar) mencintai Allāh….”_

تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ

_”Mereka satu sama lain saling mencintai.”_

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

أَوَلاَ أَدُلُّكُم عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُم، أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ

_”Maukah aku tunjukan suatu amalan jika kalian melakukannya niscaya satu sama lain di antara kalian akan saling tumbuh rasa cinta.”_

Rasūlullāh bersabda:

أَفْشُوا السَّلامَ بَيْنكُم

_”Sebarkanlah salam diantara kalian.”_

(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 224)

Maka di antara pembahasan yang perlu kita ketahui bersama adalah mahabbah (kecintaan).

المَحَبَّةُ لِهَذِهِ الكَلِمَةِ، وَلِمَ تَدٌلُّ عَلَيْهِ

Maksudnya adalah mencintai kalimat ini berserta dengan isinya.

وَلِأَهْلِهَا العَامِلِينَ بِمُقْتَضَاهَا

_Dan mencintai siapa saja orang yang mengamalkan,_

Sebagaimana konsekuensi yang terdapat di dalamnya.

Sebagaimana firman Allāh:

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًۭا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ ٱللَّهِ

_”Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allāh mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allāh.”_

Demikianlah orang-orang musyrik mereka mencintai Latta, Uzza dan Manat, sebagaimana mereka mencintai Allāh.

Bagaimanakah keadaan orang-orang beriman?

وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّۭا لِّلَّهِ

_”Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allāh.”_

(QS. Al Baqarah:165)

Adapun orang-orang yang beriman maka mereka sangat cinta kepada Allāh.

Kenapa?

Karena mereka meng-Esa-kan Allāh.

Sehingga mereka hanya mencintai Allāh. s
Sementara orang-orang musyrik, mereka mencintai Allāh juga mencintai selain Allāh.

Maka Allāh perintahkan dan ingatkan untuk kaum muslimin yang mereka berhaji.

Sesudah mereka wukuf di Arafah tanggal 9 Dzulhijjah kemudian di malam tanggal 10 Dzulhijjah mereka akan tidur di Muzdalifah sampai pagi (ini adalah sunnah bahkan termasuk wajib haji).

⇒ Termasuk wajib haji adalah bermalam di Muzdalifah.

Namun ada sebagian dari jamā’ah kita, mereka
ke Muzdalifah hanya untuk mengambil kerikil kemudian pergi.

Imam Syafī’i di dalam mahdzabnya mengatkakan, “Orang ketika berada di Muzdalifah harus sampai separuh malam lebih.” Tetapi ada sebagian orang hanya: مُرُوْر (lewat saja) dan ini tidak benar.

Yang benar (sunnahnya) adalah mereka bermalam di Muzdalifah sampai shalat subuh.
Setelah shalat subuh dianjurkan untuk berdo’a di Muzdalifah.

⇒ Muzdalifah sekarang dikenal dengan: الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ

Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:

فَإِذَآ أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَـٰتٍۢ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ

_”Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafah, berdzikirlah kepada Allāh.”_

(QS. Al Baqarah :198)

كَذِكۡرِكُمۡ ءَابَآءَكُمۡ أَوۡ أَشَدَّ ذِكۡرٗاۗ

_”Maka berdzikirlah kepada Allāh, sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu, bahkan berdzikirlah lebih dari itu.”_

(QS. Al Baqarah:200)

⇒ Orang-orang munafik mereka pun berdzikir tetapi dzikir mereka hanya sedikit.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman :

وَلَا يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلٗا

_”Dan mereka tidak mengingat Allāh kecuali sedikit sekali.”_

(QS An Nissā:142)

Maka dikatakan:

فَأَهْلُ (لاَإِلَهَ إِلَّا اللَّهُ) يُحِبُّونَ اللَّهَ حُبَّا خَالِصَا

_Maka mereka orang-orang yang bertauhīd, orang-orang yang mencintai Allāh, tulus ikhlās kecintaannya hanya untuk Allāh Subhānahu wa Ta’āla._

وَأَهْلُ الشِّرْكِ يُخِبُّونَهُ وَيُخِبُّونَ مَعَهُغَيْرَهُ

_”Sementara ahli syirik, dia mencintai Allāh dan mencintai selain Allāh.”_

⇒ Berhala yang selama ini mereka agungkan.

وَهَذَا يُنَافِي مُقْتَضَى لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

Dan orang-orang musyrikin, dia mencintai Allāh juga mencintai selain Allāh.

Mau tidak mau, rela tidak rela, suka tidak suka, sesungguhnya mereka telah menafīkan kalimat Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ).

⇒ Bertentangan dengan kalimat Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ) yang terkandung di dalamnya.

صلى الله على محمد وآل أله وصحبه وسلم
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

________________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top