Home > Bimbingan Islam > Aqiidatut Tauhiid > Halaqah 09: Syarat Laa Ilaha Illallah : Inqiyad dan Shidqu

Halaqah 09: Syarat Laa Ilaha Illallah : Inqiyad dan Shidqu

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Abdussalaam Busyro, Lc. حفظه لله تعالى
📗 Kitab عقيدة التوحيد (Aqiidatut Tauhiid ) Hal 45-53
📝 Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al Fauzan حفظه لله تعالى
〰〰〰〰〰〰〰

سم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه لاحول ولاقوة إلا بالله

لقول تعالى فى الكتاب الكرم وَمَن يُسۡلِمۡ وَجۡهَهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ وَهُوَ مُحۡسِن فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰۗ

Ikhwan wa akhawatiy Fīllāh rahimakumullāh.

Syukur kita kehadirat Allāh Subhānahu wa Ta’āla atas nikmat dan karunia-Nya, kembali kita melanjutkan pada kesempatan kali ini kita membahas terkait dengan syarat Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ).

*▪ Syarat Yang Keempat : Inqiyad*

الشرط الرابع : الانقياد لما دلت عليه : قال تعالى : {وَمَن يُسۡلِمۡ وَجۡهَهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ وَهُوَ مُحۡسِن فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰۗ}، و العروة الوثقى لا إله إلا الله، ومعنى { يُسْلِمُ وَجْهَهُ} أي: يَنْقَادُ للَّهِ بِالإِخْلَاصِ لَهُ

Tunduk dan patuh terkait dengan kandungan yang terdapat di dalam syahadat.

Hendaklah orang hidup ini tunduk, sebagaimana langit dan bumi tunduk, maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَن فِى ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ طَوْعًۭا وَكَرْهًۭا وَظِلَـٰلُهُم بِٱلْغُدُوِّ وَٱلْـَٔاصَالِ

_”Hanya kepada Allāh-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari”_

(QS. Ar-Rad: 15)

Apa yang ada di langit milik Allāh sebagaimana yang ada di bumi juga milik Allāh dan semuanya sujud kepada Allāh.

Siapa saja yang berada di langit atau di bumi senang atau tidak senang, rela atau tidak rela, semuanya sujud kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Mana buktinya? Meninggalnya seseorang mau tidak mau, pasti tidak pasti, mesti. Dan semua orang mengucapkan In syā Allāh karena dia khawatir apa yang dijanjikan tidak terjadi.

“Pak besok hari sabtu, malam ahad ada rencana rapat desa, mau hadir tidak pak?” In syā Allāh.

Sebagian orang mengucapkan In syā Allāh karena dia memiliki kemungkinan bisa hadir bisa juga tidak, tapi ada juga ketika ditanya, “Pak, besok malam ahad mau ada rapat, bisa hadir tidak pak? Koq dia lihat langit dia berpikir mencari alasan. Karena sepertinya tidak bisa kemudian dia mengucapkan In syā Allāh.

Demikian seseorang sehingga Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pun pernah ditegur oleh Allāh:

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَا۟ىْءٍ إِنِّى فَاعِلٌۭ ذَٰلِكَ غَدًا ۞ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُۚ

_”Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi” kecuali engkau mengucapkan In syā Allāh”_

(QS. Al-Kahfi: 23-24)

Terkadang ada kata In syā Allāh, yang memiliki artinya yakin yaitu tatkala kita melewati kuburan.

Salah satu potongan doanya adalah:

وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ

_”Dan kami suatu saat nanti (In syā Allāh) akan menyusul kalian wahai para penghuni kubur”_

In syā Allāh di sini memiliki arti yakin.

Langit tunduk kepada Allāh, bumi tunduk kepada Allāh, maka manusia hina.

Manusia harus meyakini bahwasanya dia diciptakan dari sesuatu yang hina yaitu

مِن مَّآءٖ دَافِقٖ

_”Dia diciptakan dari air (mani) yang terpancar”_

(QS. At-Tariq: 6)

Allāh mengajak berbicara orang-orang yang sombong.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:

ءَأَنتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ ٱلسَّمَآءُ ۚ بَنَىٰهَا

_”Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allāh telah membinanya”_

(QS. An-Nazi’at: 27)

Langit tunduk kepada Allāh, bumi tunduk kepada Allāh, maka manusia harus tunduk kepada Allāh.

وَمَن يُسۡلِمۡ وَجۡهَهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ

_”Barangsiapa yang menyerahkan dirinya وَجۡهَهُۥٓ sekalipun manusia datang kepada Allāh dengan membawa jiwa dan raganya”_

Demikian lah di dalam kaidah Arab, penyebutan salah satu bagian tapi yang dimaksud adalah totalitas (semuanya) tidak mungkin seseorang menyerahkan dan menghadap kepada Allāh hanya mukanya saja badannya ketinggalan, atau tangannya ketinggalan atau kakinya ketinggalan (tidak mungkin).

Maka dikatakan وَمَن يُسۡلِمۡ وَجۡهَهُۥٓ yang disebut adalah wajah, tapi yang dimaksud adalah semua (kepala, badan, tangan, kaki), mereka menghadapkan wajahnya kepada Allāh.

وَهُوَ مُحۡسِن

_”Sedangkan dia berbuat kebaikan”_

Menyerahkan diri kepada Allāh dan dia berbuat kebaikan, maka kemuliaan bagi mereka yang mendapatkan petunjuk. Sebelum dia menghadap Allāh dia penuh persiapan yaitu berbuat al-ihsan.

Dikatakan:

هَلۡ جَزَآءُ ٱلۡإِحۡسَٰنِ إِلَّا ٱلۡإِحۡسَٰنُ

_”Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula)”_

(QS. Ar-Rahman: 60)

Maka Allāh ungkapkan :

فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰۗ

_”Maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul (tali) yang kokoh”_

Yang dimaksud dengan ٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰۗ adalah kalimat Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ).

Berpegang di sini فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰۗ, ada sebagian laki-laki namanya Urwah.

Siapa namanya mas? Saya Urwah.

Ada di Al-Qur’ān? Ada, فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰۗ

Tapi karena orang Jawa, kadang namanya bukan Urwah tapi Ruwah.

Kenapa Ruwah? Karena lahirnya di bulan Sya’ban.

Sekarang bulan Rajab bulan depan adalah Sya’ban setelahnya Sya’ban Ramadhan.

Dan sebagian orang memiliki nama Ruwah.

“Lek Ruwah” Kenapa? Karena dia lahir di bulan Sya’ban.

Namanya Sya’ban panggilannya Ruwah.

Padahal namanya Urwatul Wusqa.

وَمَن يُسۡلِمۡ وَجۡهَهُۥٓ

_”Barangsiapa menyerahkan wajahnya”_

Dikatakan :

و معنى { يُسْلِمُ وَجْهَهُ} أي: يَنْقَادُ للَّهِ بِالإِخْلَاصِ لَهُ

_Inqada – Yanqadu yaitu patuh._

_Pasrah kepada Allāh yaitu ikhlas (ينقاد لله )_

Semua yang berada di muka bumi ini tunduk dan patuh kepada Allāh.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam saat Beliau berada di kota Madīnah, Beliau hidup bersama sahabat. Bagaimanakah para sahabat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam? Para sahabat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam tunduk kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam (In syā Allāh nanti kita bahas dalam pembahasan syahadatu ان محد رسول الله)

Makna يُسْلِمُ وَجْهَهُ yaitu patuh dan pasrah, demikian orang hidup. Orang hidup itu pasrah dan patuh karena kita tidak bisa hidup begitu saja, orang hidup dengan aturan yang di maksud aturan di sini adalah syari’at.

Jika kita tunduk kepada Allāh maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan memberikan jaminan sebagaimana sabda Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ

_”Jagalah Allāh niscaya Allāh akan menjagamu”_

احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ

_”Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu”_

فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ

_”Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allāh, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allāh”_

Kita lanjutkan:

الشّرط الخامس :
الصّدق : وهو أن يقولَ هذه الكلمة مصدّقًا بها قلبُه، فإن قالَها بلسانه، ولم يصدّق بها قلبُه؛ كان منافقًا كاذبًا ، قال تعالى : { وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِالله وَبِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ يُخَادِعُونَ الله وَالَّذِينَ آمَنُوا… } ،

إلى قوله : {وَلَهُم عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ}

▪️ *Syarat Yang Kelima : Ash-Shidq*

الإيمان لغة التصديق

_”Secara bahasa iman memiliki arti at-tashdīq”_

Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

وَمَآ أَنتَ بِمُؤْمِنٍۢ لَّنَا وَلَوْ كُنَّا صَـٰدِقِينَ

_”Dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar”_

(QS. Yusuf: 17)

الإيمان وهو التصديق، الشرك المنافي للكذب

_”Jujur itu akan menafīkan kedustaan”_

الصّدق : وهو أن يقولَ هذه الكلمة مصدّقًا بها قلبُه

_Ash-Shidq (الصّدق) yaitu mengucapkan kalimat ini dan hatinya membenarkan._

فإن قالَها بلسانه ولم يصدّق بها قلبُه كان منافقًا كاذبًا

_Tatkala dia mengucapkan dengan lisannya dan hatinya tidak meyakini (mendustakan) maka dihukumi sebagai seorang munafik dan pendusta._

Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَبِٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَمَا هُم بِمُؤۡمِنِينَ

_Dan di antara manusia ada yang berkata, “Kami beriman kepada Allāh dan hari akhir,” padahal sesungguhnya mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman._

(QS. Al-Baqarah: 8)

Kenapa mereka dikatakan tidak beriman?

يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَمَا يَخۡدَعُونَ إِلَّآ أَنفُسَهُمۡ وَمَا يَشۡعُرُونَ

_”Mereka menipu Allāh dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari”_

(QS. Al-Baqarah: 9)

Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:

فِي قُلُوبِهِم مَّرَض فَزَادَهُمُ ٱللَّهُ مَرَضٗاۖ وَلَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمُۢ بِمَا كَانُواْ يَكۡذِبُونَ

_”Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allāh menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat azab yang pedih karena mereka berdusta”_

(QS. Al-Baqarah: 10)

Wal-‘iyadzubillāh.

Seorang muslim senantiasa berdzikir kepada Allāh, tatkala kita hidup, hiduplah dengan yang terbaik.

Orang jujur itu hidupnya akan tenang, berbeda dengan pendusta , pendusta akan gundah gulana, dia akan gelisah.

Seorang mukmin harus jujur.

Tatkala Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam ditanya,

_”Apakah mungkin orang yang beriman itu berbuat zinah?” Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan, “Mungkin”._

_”Apakah mungkin orang mukmin mencuri?” Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan, “Mungkin”._

_”Apakah seorang mukmin minum khamr?”, Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan, “Mungkin”._

_Kemudian Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam ditanya, “Apakah orang yang beriman itu berdusta?” Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan, “Orang yang beriman tidak mungkin berdusta”._

وصلى الله على محمد وآل أله وصحبه وسلم

____________________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top