Home > Bimbingan Islam > Aqiidatut Tauhiid > Halaqah 07: Syarat Asy-Syahadatain (شروط الشهادتين) Bagian Pertama

Halaqah 07: Syarat Asy-Syahadatain (شروط الشهادتين) Bagian Pertama

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Abdussalaam Busyro, Lc. حفظه لله تعالى
📗 Kitab عقيدة التوحيد (Aqiidatut Tauhiid ) Hal 45-53
📝 Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al Fauzan حفظه لله تعالى
〰〰〰〰〰〰〰

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه لاحول ولاقوة إلا بالله ، أما بعد

Ikhwah Fīllāh rahimakumullāh kembali kita lanjutkan materi kita masih Kitāb Aqidah At Tauhīd karya Syaikh Shalih Fauzan Al Fauzan.

Pada halaman 53 pembahasan yang ketiga yaitu:

▪ SYARAT ASY SYAHADATAIN (شروط الشهادتين )

Dikatakan al allifu:

شروط لا إلهَ إلَّا الله:

Syarat yang terkandung dalam makna: Lā ilāha illallāh

لابُدَّ في شهادة أنْ (لا إلهَ إلا الله) مِنْ سبعةِ شُروط

Di dalam mengucapkan atau bersaksi dengan Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ) ada 7 (tujuh) syarat yang harus terpenuhi

لا تَنفَعُ قائِلَها إلا باجتماعها

Tidak akan bermanfaat bagi yang mengucapkannya, kecuali harus terpenuhi semuanya (7 syarat) secara global (keseluruhan)

و هي على سبيل الإجمال:

Secara global 7 syarat tersebut sebagai berikut:

١ – العِلم المُنافي للجهل

⑴ Harus berdiri di atas dasar ilmu, yang menafīkan atau meniadakan (ilmu) adalah kebodohan.

٢ – اليقين المنافي للشَّك

⑵ Yakin yang meniadakan semua bentuk keraguan.

٣ – القُبُول المُنافي للرد

⑶ Menerima yang menafīkan semua bentuk penolakan

٤ – الانقيادُ المُنافي للتَّرك

⑷ Patut yang meniadakan yaitu meninggalkan

٥ – الإخلاص المُنافي للشِّرك

⑸ Ikhlas meniadakan semua bentuk kemusyrikan.

٦ – الصِّدقُ المُنافي للكذِب

⑹ Kejujuran itu meniadakan semua bentuk kedustaan.

٧ – المَحبَّةُ المُنافِيَةُ لِضِدِّها، وهو البَغضاء

⑺ Kecintaan itu akan meniadakan semua bentuk kebencian

وأما تفصيلها فكما يلي:

Adapun penjelasan secara rinci sebagai berikut:

الشرط الأول: العِلم أي العِلم بمعناها المُراد مِنها، وما تنفيه وما تثبته، المُنافِي للجهل بذلك، قال تعالى: { إِلا مَن شَهِدَ بالحَقّ وَهُم يَعلمون }

أي : {شهِدَ} بِـ (لا إلهَ إلا الله)، {وهم يعلمون} بِقُلوبِهِم ما شَهِدَت بهِ ألسنتهم، فلو نطق بها وهو لا يعلم معناها، لم تنفعه، لأنهُ لم يعتقد ما تدل عليه

Diantara kemuliaan tatkala kita berbicara kehidupan adalah al ilmu, maka Allāh menyebutkan di dalam Al Qur’ān.

فألم أنه لا اله الا الله

Ketahuilah bahwasanya tidak ada dzat yang berhak disembah kecuali Allāh.

Maka dikatakan bahwa: العِلم adalah sesuatu hal yang mulia.

Bahkan rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menyebutkan, “Sesungguh para nabi ketika mereka meninggal dunia mereka tidak meninggalkan emas dan perak tetapi mereka meninggalkan ilmu.”

فمن أخذه فقد أخذ بحظ وافر

“Barangsiapa yang mengambilnya dia telah mengambil bagian yang cukup.”

Maka ilmu adalah suatu kemuliaan dan Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyebutkan:

إنما يخشى الله من عباده العلماء

“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Allāh adalah ulama.”

(QS Fathir: 28)

Terkait dengan ilmu, seorang mukmin hendaknya senantiasa berthalabul ilmi. Bukankah kita tatkala berdo’a kepada Allāh selalu kita katakan:

ريى زدني العلم

“Yā Allāh berikanlah kepada kami tambahan ilmu,”

Bahkan Nabi Dawud mewariskan kepada putranya Nabi Sulaiman berupa ilmu. Maka dikatakan:

العِلم أي العِلم بمعناها المُراد مِنها، وما تنفيه وما تثبته

Tatkala kita berbicara ilmu artinya kita memahami arti dan maksudnya yaitu mengetahui apa yang ditiadakan dan apa yang harus ditetapkan dan menafīkan ketidak tahuan dengan hal tersebut.

Bukanlah Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah berfirman:

إِلا مَن شَهِدَ بالحَقّ

“Kecuali mereka yang bersaksi dengan haq.”

Maksud: بالحَقّ adalah tauhīd, yang dimaksud haq di sini adalah dengan ilmu.

Akan tetapi tatkala kita berbicara belakangan ini, banyak orang yang hanya mengatakan Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ) tapi tidak mengerti artinya. Padahal Allāh menyebutkan:

إِلا مَن شَهِدَ بالحَقّ

“Kecuali orang-orang yang mereka bersaksi dengan haq (tauhīd) dan mereka meyakininya.”

Subhanallah, menunjukkan kemuliaan orang-orang yang berilmu mengenal kalimat tauhīd

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tatkala mengutus Mu’ādz bin Jabbal ke negeri Yaman, apakah yang dikatakan Nabi?

Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

إِنَّكَ سَتَأتِي قَومًا أهْلُ كِتَابِ، فَلْيَكُن أَوَّلَ مَاتَدْ عُوْ هُمْ إِلَيهِ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّاالله

“Wahai Mu’ādz engkau akan mendatangi suatu kaum mereka adalah Ahlul Kitāb, maka jadikanlah hal yang pertama kali engkau ajarkan adalah Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ).”

Apa lanjutan hadits berikutnya:

فَإن هُم أطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ، فَأخْبِرُ هُم أَنَّ الله قَد فَرَضَ عَلَيهِم صَدَقَةً تُؤْ خَذُ مِن أغْنِيَا ئِهِم فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِم

“Sekiranya mereka sudah melaksanakan dan mengerjakan shalat lima waktu, kemudian ajarkan kepada mereka bahwa Allāh telah menetapkan agar mereka mengeluarkan zakat yang diambil dari orang-orang kaya dan dibagikan untuk fakir miskin.”

Dimana Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

تُؤْ خَذُ مِن أغْنِيَا ئِهِم

“Yang diambil dari orang-orang kaya.”

Menunjukkan bahwa amil zakat itu pada dasarnya mereka berkeliling kepada orang-orang kaya. Sekarang ini tidak, amil zakat duduk manis. Yang datang orang-orang yang akan zakat.

Ini adalah bolak balik dunia. Kenapa ya?

Barangkali orang lupa terhadap ilmu sehingga dia tidak melakukan apa yang semestinya dikerjakan.

Dikatakan:

أي : {شهِدَ} بِـ (لا إلهَ إلا الله)، {وهم يعلمون} بِقُلوبِهِم ما شَهِدَت بهِ ألسنتهم

Yaitu pada ayat:

إِلا مَن شَهِدَ بالحَقّ وَهُم يَعلمون

Yaitu mengenal Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ) dan mereka mengenal dengan hati mereka apa yang menjadi saksi mulut mereka.

فلو نطق بها وهو لا يعلم معناها، لم تنفعه، لأنهُ لم يعتقد ما تدل عليه

Sekiranya dia mengucapkan Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ) sementara dia tidak tahu maknanya (hanya ikut-ikutan) maka tidak akan bermanfaat baginya karena dia tidak menyaksikan apa yang terkandung di dalam kata-kata Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ).

Demikian seorang muslim makanya kita yang sudah belajar tauhīd, Alhamdulillāh, mungkin ada tetangga kita, teman kita, kawan kita, saudara kita yang belum paham tauhīd. Tidak apa-apa. Ajarkan mereka pelan-pelan.

In syā Allāh dengan kita berdakwah secara pelan-pelan sambil dido’akan. Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla membuka hati mereka sehingga mereka mudah menerima kebenaran.

Demikian seorang muslim hendaknya berbuat yang terbaik untuk saudaranya. Sebagaimana sabda Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

خيرا الناس انفعهم للناس

“Sebaik-baik manusia adalah orang yang bisa memberikan manfaat untuk saudaranya.”

(HR Ahmad, Ath Thabrani, Ad Daruqutni)

وصلى الله على محمد وآل أله وصحبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top