Home > Bimbingan Islam > Aqiidatut Tauhiid > Halaqah 05: Rukun Syahadat Muhammad Rasulullah (Bagian I) – Allah Sang Pencipta Dia lah Yang Berhak Disembah

Halaqah 05: Rukun Syahadat Muhammad Rasulullah (Bagian I) – Allah Sang Pencipta Dia lah Yang Berhak Disembah

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Abdussalaam Busyro, Lc. حفظه لله تعالى
📗 Kitab عقيدة التوحيد (Aqiidatut Tauhiid ) Hal 45-53
📝 Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al Fauzan حفظه لله تعالى
〰〰〰〰〰〰〰

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه لاحول و لا قوة إلا بالله ، رضيت بالله ربا و بالإسلام دينا و بمحمد صلى الله عليه وسلم نبيا ورسولا رَبِّ زدْنيِ عِلْماً وَ ارْزُقْنيِ فَهْماً , قال الله في الكتاب الكريم : وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون ، وأحيكم تحية الإسلام تحية أهل السنة و الجماعة
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Sahabat BiAS yang kami muliakan, syukur kita kehadirat Allāh atas nikmat dan karunia yang telah Allāh Subhānahu wa Ta’āla berikan. Kembali kita sama-sama thalabul ‘ilm, kita akan membahas Kitāb Aqidah At Tauhīd karya Syaikh Shalih Fauzan Al Fauzan.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:

إِنَّنِي بَرَآءٌ مِّمَّا تَعۡبُدُونَ۞ إِلَّا ٱلَّذِي فَطَرَنِي

“Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah, kecuali (kamu menyembah) Allāh yang menciptakanku.”

(QS. Az Zukhruf: 26-27)

Abū Al Anbiyā adalah Ibrahim ‘alayhissallām. Jika kita mengenal ucapan Abu Al Basyar (bapaknya manusia) maka Adam ‘alayhissallām adalah orangnya.

Nabi Ibrahim pernah berkata kepada kaumnya:

إِنَّنِي ببَرَآءٌ مِّمَّا تَعۡبُدُونَ

“Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah.”

Di dalam Islām ada istilah: الولاء والبراء , atau: الموالاة والمعادة.

Jadi: الموالاة adalah: المحبة atau: الولاء , cinta dan sayang atau kasih, menyenangi, condong untuk membela.

Adapun: البراء , memiliki arti berlepas diri yang dikenal dengan: المعادة, kepada siapa dia harus melawan.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam suatu saat pernah berkata:

إنني بَرَآءٌ مِّمَّا تَعۡبُدُونَ

“Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah.”

Beliau menetapkan sesuatu yang luar biasa, beliau menetapkan: البراء , memusuhi, benci, tidak suka, menjauhkan dari sesembahan yang selama ini disembah oleh kaumnya.

Kemudian beliau memberikan penetapan:

إِلَّا ٱلَّذِي فَطَرَنِي

“Kecuali (kamu menyembah) Allāh yang menciptakanku.”

Nabi Ibrahim mengatakan: إِلَّا ٱلَّذِي فَطَرَنِي , karena yang menciptakan maka dia lah yang berhak untuk disembah.

إنَّني بَرَاءٌ، هو معنى النفي في الركن الأول

Ini adalah penetapan yang harus kita ketahui bersama bahwasanya: إنَّني بَرَاءٌ adalah makna dari: النفي , yaitu meniadakan rukun awal dari kata Lā ilāha.

Dan kata illallāh (إلَّا اللَّهُ) terdapat pada potongan ayat:

إِلَّا ٱلَّذِي فَطَرَنِي

“Kecuali (kamu menyembah) Allāh yang menciptakanku.”

إلا الذي فطرني هو معنى الإثبات في الركن الثاني

Ayat ini adalah isbāt dari rukun yang kedua illallāh (إلَّا اللَّهُ).

Betapa kuat aqidah Nabi Ibrahim alayhissallām. Beliau adalah nabi yang sangat santun. Tiga hal yang pernah dilakukan oleh beliau ‘alayhissallām yaitu:

⑴ Beliau adalah orang yang pertama kali menggunakan celana.
⑵ Beliau adalah orang yang pertama kali memuliakan tamu.
⑶ Beliau adalah orang yang pertama kali khitan.

Sebagaimana disebutkan di dalam hadīts riwayat Bukhāri:

وَكان ابْنُ ثَمَانِينَ سَنَةً

“Usia Nabi Ibrahim kala itu adalah 80 tahun.”

وكان بِالْقَدُّومِ

“Dan beliau dikhitan dengan menggunakan kampak.”

Nabi Ibrahim adalah khalilurahman.

Berikutnya kita akan membahas yaitu:

أركان شهادة أن محمدًا رسول الله :

Rukun syahadat bahwasannya Muhammad adalah Rasulnya Allah

لها ركنان هما قولنا : عبده ورسوله ، وهما ينفيان الإفراطَ والتفريط في حقه صلى الله عليه وسلم فهو عبده ورسوله ، وهو أكمل الخلق في هاتين الصفتين الشريفتين

Rukun yang harus terpenuhi pada syahadat: محمدًا رسول الله , yaitu ucapan atau kata: عبده ورسوله (dia adalah hamba Nya Allāh dan utusan-Nya).

وهما ينفيان الإفراطَ والتفريط

(Dan seseorang mengucapkan keduanya: عبده ورسوله ,) maka ini meniadakan dua hal yang harus kita perhatikan yaitu: الإفراطَ (berlebih di dalam menyanjung) dan: التفريط (menyepelekan).

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak boleh kita sanjung secara berlebihan sebagaimana sabda Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ وَلاَ فَخْرَ

“Aku adalah anak cucu Adam dan aku tidak membanggakan diri.”

Orang yang terbaik di dunia ini dari zaman Adam sampai hari kiamat, adalah Nabi kita Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Maka Beliau adalah: عبد الله . Hamba di nisbatkan kepada sesuatu yang mulia maka jadilah mulia. Beliau adalah: عبده ورسوله.

Disebutkan di dalam sejarah bahwasanya sesunggunya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda:

“Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah memilih keturunan dari Ismail ibnu Ibrahim yang bernama Kinanah. Keturunan yang terbaik dari Ismail ibnu Ibrahim adalah Adnan, dari Adnan muncul keturunan yang terbaik yaitu Kinanah. Dari Kinanah muncul keturunan yang terbaik yaitu Quraisy, dari Quraisy muncul keturunan yang terbaik yaitu Bani Hasyim, dari Bani Hasyim muncul keturunan yang terbaik. Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ

Allāh Subhānahu wa Ta’āla memilihku dari keturunan Bani Hasyim.

Menunjukkan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah orang pilihan.

Tidak boleh seseorang menghina, tidak boleh seseorang tidak menempatkan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak pada tempatnya, sehingga Beliau direndahkan yang dikenal dengan: والتفريط.

Orang-orang Yahudi berbeda dengan orang-orang Nashrani. Orang kristiani menjadikan Nabi Isa alayhissallām sebagai anak tuhan.

لَقَدۡ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡمَسِيحُ ٱبۡنُ مَرۡيَمَ

Sungguh, telah kafir orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allāh itu dialah Al Masih putra Maryam.”

(QS. Al Māidah: 72)

Mereka menetapkan bahwa Allāh adalah Isa ibnu Maryam maka dia kufur, karena menjadikan Nabi Isa sejajar dengan tuhan atau anak tuhan.

Padahal Allāh telah berfirman:

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ

“Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan.”

(QS. Al Ikhlās: 3)

Bagaimanakah orang-orang Yahudi?

Mereka menyepelakan n
Nabi Isa alayhissallām.

Mereka mengatakan bahwasanya Nabi Isa adalah anak pelacur. Bahkan mereka lah yang berusaha untuk membunuh Nabiyullāh Isa. Tetapi Allāh Subhānahu wa Ta’āla selamatkan Nabi Isa alayhissallām.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla katakan di dalam Al Qur’ān, “Allāh murka terhadap bani isrāil (orang-orang Yahudi).”

Kenapa Allāh murka terhadap orang-orang Yahudi?

وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا ٱلْمَسِيحَ عِيسَى ٱبْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ ٱللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَـٰكِن شُبِّهَ لَهُمْ ۚ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ ٱخْتَلَفُوا۟ فِيهِ لَفِى شَكٍّۢ مِّنْهُ ۚ مَا لَهُم بِهِۦ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا ٱتِّبَاعَ ٱلظَّنِّ ۚ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًۢا

Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allāh,” padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.

(QS. An Nissā: 157)

Allāh Subhānahu wa Ta’āla murka, melaknat orang-orang Yahudi dimana mereka berkata: “Kami telah berhasil membunuh Isa ibnu Maryam (rasul Allāh).”

Kemudian Allāh membantah:

وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ

Allāh tidak diam, Allāh Subhānahu wa Ta’āla membela Rasul-Nya, sebagaimana firman Allāh:

إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ ٱلْأَشْهَـٰدُ

“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).”

(QS. Ghāfir: 51)

Nabi Isa alayhissallām dibela oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan Allāh memberikan pernyataan:

وَمَا قَتَلُوهُ

“Mereka orang-orang Yahudi sama sekali tidak membunuh Nabi Isa.”

وَمَا صَلَبُوهُ

“Mereka juga tidak menyalib nabi Isa alayhissallām.”

وَلَـٰكِن شُبِّهَ لَهُمْ

_”Akan tetapi Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyerupakan Nabi Isa alayhissallām dengan salah satu di antara siswa Nabi Isa alayhissallām.”

Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyebutkan:

وَإِنَّ ٱلَّذِينَ ٱخْتَلَفُوا۟ فِيهِ لَفِى شَكٍّۢ مِّنْهُ

“Sesungguhnya mereka orang-orang yang mengatakan bahwasanya kami telah berhasil membunuh nabi Isa, mereka dalam keadaan penuh keraguan.”

مَا لَهُم بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا ٱتِّبَاعَ ٱلظَّنِّ

“Mereka melakukan tidak berdasarkan ilmu, kecuali hanya praduga dan prasangka.”

وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًۢا

“Mereka (orang-orang Yahudi) tidak merasa yakin telah membunuh Nabiyullāh Isa alayhissallām.”

بَل رَّفَعَهُ ٱللَّهُ إِلَيۡهِۚ

“Tetapi Allāh telah mengangkat Isa ke hadirat-Nya. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

(QS. An Nissā: 158)

Maka dikatakan:

فهو عبده ورسوله

Dan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah hamba dan juga Rasul-Nya.

وهو أكمل الخلق في هاتين الصفتين الشريفتين

Dan Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah makhluk yang paling sempurna, Beliau memiliki dua sifat yang sangat mulia.

ومعنى العبد هنا : المملوك العابد

Dan makna: العبد , adalah: المملوك العابد , yaitu hamba sahaya tetapi dia tidak sekedar hamba, melainkan hamba-Nya Allāh.

Sebagaimana Allāh memberikan kemuliaan di awal surat Al Isrā.

سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِ

“Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad).”

(QS. Al Isra’: 1)

Maka di sini idhafah at tasyrif, penyandaran kepada yang mulia jadilah mulia.

أي : أنه بشرٌ مخلوق مما خلق منه البشر

Beliau adalah بشرٌ makhluk, manusia biasa sebagaimana manusia lain yang telah Allāh Subhānahu wa Ta’āla ciptakan.

Berlaku untuk rasul berlaku juga untuk manusia biasa, sebagaimana firman Allāh:

قُلْ إنَّما أنَا بشرٌ مِّثْلُكُمْ

“Katakanlah wahai Muhammad aku adalah manusia seperti kalian.”

(QS. Al Kahfi : 110)

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah manusia biasa. Beliau berjalan keluar masuk pasar, makan makanan. Nabi Isa pun demikian, beliau adalah manusia biasa. Begitu seseorang berbicara seseorang itu makan maka dia akan membutuhkan toilet. Sehingga Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pun mengajarkan umatnya adab ketika masuk atau keluar toilet.

Menunjukkan bahwa Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah: بشرٌ.

Inilah hikmah besar kenapa Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam manusia. Karena kalau Beliau adalah dari kalangan malaikat niscaya umat akan berkata, “Oh, iya panjenengankan malaikat tidak makan dan tidak minum.” Tetapi begitu Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dari manusia dan Beliau bisa melakukan seperti itu, lalu kenapa kita tidak bisa?

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menikah, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam memiliki keturunan. Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bangun malam.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam banyak melakukan ketaatan, maka kita pun bisa melakukan, mengikuti apa yang menjadi petunjuk Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

وقد وفى صلى الله عليه وسلم العبودية حقها ، ومدحه الله بذلك

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam telah menunaikan apa yang menjadi kewajiban hamba kepada Allāh bahkan Allāh Subhānahu wa Ta’āla pun memujinya.

Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

ألَيْسَ اللهُ بِكافٍ عبدَهُ

“Bukankah Allāh yang mencukupi hamba-Nya?”

(QS. Az Zumar: 36)

ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ عَلَىٰ عَبۡدِهِ ٱلۡكِتَٰبَ

“Segala puji bagi Allāh yang telah menurunkan Kitāb (Al Qur’ān) kepada hamba-Nya.”

(QS. Al Kahf:1)

سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ

“Mahasuci (Allāh), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjid Al Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami.”

(QS. Al Isra’: 1)

ومعنى الرسول : المبعوث إلى الناس كافة بالدعوة إلى الله بشيرًا ونذيرًا

Adapun makna: الرسول adalah orang yang diutus kepada seluruh manusia dan dia memiliki kewajiban untuk berdakwah kepada Allāh dan memberikan kabar gembira juga peringatan.

Sebagaimana firman Allāh:

كَانَ ٱلنَّاسُ أُمَّةًۭ وَٰحِدَةًۭ فَبَعَثَ ٱللَّهُ ٱلنَّبِيِّـۧنَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ

“Manusia itu adalah umat yang وَٰحِدَةًۭ (bertauhīd) maka Allāh mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan.”

(QS. Al Baqarah: 213)

نكتفي بهذا القدر

In syā Allāh lain waktu kita lanjutkan.

سبحانك اللهم و بحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك و أتوب إليك
والسلام عليكم و رحمة الله و بركاته
________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top