🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Kitābul Jāmi’ | Bulughul Maram
📝 AlHāfizh Ibnu Hajar ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ
~~~~~~~
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Kita masuk pada hadits ke-2.
Dari Abu Hurairah radhiyallāhu ‘anhu, beliau berkata:
قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم : “لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ.” مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
“Bukanlah seorang yang kuat adalah yang jago menjatuhkan orang lain (jago berkelahi), akan tetapi orang yang kuat yaitu yang mampu mengontrol dirinya tatkala dia sedang marah.”
(Muttafaqun ‘alaih diriwayatkan oleh Imām Al Bukhāri no. 5763 dan Imām Muslim. no. 2609)
Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla,
Dalam hadīts ini menjelaskan diantara akhlak yang buruk adalah mudah marah.
Karena hadīts ini dibawakan oleh Al Hāfizh Ibnu Hajār dalam Bab “Peringatan Terhadap Akhlak-akhlak yang Buruk”.
Seakan-akan Ibnu Hajār ingin menjelaskan bahwasannya suka marah adalah akhlak yang buruk.
Oleh karenanya aneh, jika kita mendapati sebagian orang yang mereka bangga dengan sifat suka marah-marah, dengan mengatakan, “Saya ini pemarah.”
Padahal akhlak pemarah adalah akhlak yang buruk yang tidak disukai oleh Islam.
Islam justru memuji seseorang yang bisa mengontrol jiwanya tatkala sedang timbul kemarahan dalam jiwanya.
Oleh karenanya, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menyebutkan dalam hadīts bukanlah orang yang kuat yang jago berkelahi, yang jago gulat, bukan!
Tetapi kuat adalah yang sejati adalah yang bisa mengontrol dirinya tatkala sedang marah.
Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla,
Sifat marah adalah sifat yang sudah ada dalam jiwa seseorang.
Setiap orang memiliki potensi sifat untuk marah.
Tetapi tatkala seorang sedang marah hendaknya bisa mengontrol jiwanya jangan sampai dia melampiaskan kemarahannya dengan berkata-kata yang buruk atau memukul atau yang lainnya yang dilarang oleh syariat.
Karenanya, dalam hadits yang masyhur dan ma’ruf, tatkala ada Sahabat yang datang kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam kemudian berkata:
أَوْصِنِيْ ، قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )). فَرَدَّدَ مِرَارًا ؛ قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )). رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
“Berilah wasiat kepadaku”, maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:
“Jangan Engkau marah.”
Rupanya lelaki ini berulang-ulang meminta wasiat dan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tetap mengatakan, “Jangan engkau marah.”
(Hadīts ini shāhih. Diriwayatkan oleh: al-Bukhāri (no. 6116), Ahmad (II/362, 466, III/484), at-Tirmidzi (no. 2020), Ibnu Hibban no. 5660-5661 dalam at-Ta’līqātul Hisān)
Lelaki ini seakan-akan menginginkan wasiat yang lebih dari itu, akan tetapi jawaban Nabi selalu, “Jangan engkau marah.”
Dalam riwayat lain ada seorang datang menemui Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan mengatakan:
“Ya Rasūlullāh, tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang bila aku lakukan aku akan masuk surga, tapi jangan banyak-banyak.”
Jawaban Nabi: “Jangan engkau marah.”
Jadi dia ingin masuk surga dengan amalan yang sederhana.
Dalam riwayat yang lain lagi, ada seorang yang datang menemui Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
“Ya Rasullāh, tunjukkan aku amalan yang menjauhkan aku dari kemurkaan Allāh.”
Maka Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:
“Jangan engkau marah.”
Ini menunjukkan bahwa sifat tidak marah, mengontrol jiwa tatkala timbul sebab kemarahan sehingga tidak marah adalah sifat yang mulia.
Sifat yang meyebabkan masuk surga, sifat yang merupakan wasiat dari Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, sifat yang menjauhkan dari kemurkaan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Sebaliknya sifat suka marah-marah adalah sifat yang tercela.
Oleh karenanya, Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla,
Perlu kita ingat, bahwasannya diantara sifat yang buruk adalah pemarah dan sifat yang baik adalah bisa mengntrol jiwa tatkala sedang marah.
Insya Allāh kita lanjutkan pada pembahasan berikutnya.