Home > Bimbingan Islam > Kitābul Jāmi' > Hadits 06 | Perintah Zuhud Terhadap Dunia (Bagian 2)

Hadits 06 | Perintah Zuhud Terhadap Dunia (Bagian 2)

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Kitābul Jāmi’ | Bulughul Maram
📝 AlHāfizh Ibnu Hajar ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ
~~~~~~~

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Kita masih pada penjelasan hadits yang ke-6 tentang “Zuhud Terhadap Dunia”.

Sebagian ulama, seperti Ibnu Rajab Al Hanbali rahimahullāh, menyebutkan bahwa:

◆ الزهد في الدنيا ثلاثة أشياء كلها من أعمال القلب، لا من أعمال الجوارح

◆ Zuhud terhadap dunia ada 3 perkara. Dan 3 perkara ini semuanya berkaitan dengan amalan hati, bukan berkaitan dengan amalan badan.

⇒ Jadi zuhud itu adalah masalah hati.

■ PERKARA PERTAMA

◆ أن يكون العبد بما في يد الله أوثق منه بما في يد نفسه

◆ Seseorang lebih yakin dengan janji Allāh atau apa yang di sisi Allāh daripada dengan yang apa ada di tangannya.

⇒ Bahwa apa yang ada ditangannya (dunia) akan sirna (pergi).

Kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

مَا عِندَكُمْ يَنفَدُ ۖ وَمَا عِندَ اللَّهِ بَاقٍ ۗ

“Apa yang kalian miliki akan sirna dan apa yang di sisi Allāh akan kekal.”
(QS An Nahl: 96)

Rizki (telah) Allāh jamin, kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

َمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

“Tidak ada binatang melata di atas bumi ini kecuali rizkinya (berada) di sisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla.”
(QS Hūd: 6)

Oleh karenanya, meskipun seseorang memiliki dunia (dia tahu kalau Allāh kasih rizki kepadanya), namun dia lebih yakin dengan apa yang dijanjikan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

⇒ Ini masalah hati.

Seperti yang pernah kita sampaikan pada pertemuan yang lalu, bahwasanya betapapun besarnya dunia di tangan kita, jangan dimasukkan ke hati, (melainkan) hanya di tangan.

✓Kita yakin bahwasanya dunia ini hanyalah sarana.

✓Kita yakin apa yang kita miliki sekarang ini akan sirna/hilang/habis dan ada waktunya.

Sedangkan yang kekal abadi adalah yang di sisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Jika seseorang berbuat demikian maka dia akan zuhud terhadap dunia, meskipun mungkin memiliki mobil dan rumah yang mewah, tetapi dia:

✓Yakin ini hanyalah sementara,
✓Lebih yakin dengan apa yang dijanjikan oleh Allāh kepadanya,
✓Menjadikan dunia sebagai sarana untuk mencapai akhirat.

■ PERKARA KEDUA

◆ أن يكون العبد إذا أصيب بمصيبة في دنياه من ذهاب ولد، وغير ذلك، كان أرغب في ثواب الله مما ذهب من الدنيا أن يبقى له

◆ Seseorang tatkala terkena musibah, seperti hilangnya harta atau anaknya meninggal maka pahala dari musibah tersebut lebih diharapkan daripada tetapnya harta yang hilang tersebut.

⇒ Ini adalah berat (karena) ini adalah zuhud yang hakiki. Jadi kembali kepada keyakinan bahwasanya akhirat lebih mulia.

Seseorang tentu cinta kepada anak dan hartanya.

Kalau anaknya meninggal atau hartanya hilang dia memang sedih, tetapi dia tumbuhkan di dalam hatinya bahwa pahala yang Allāh berikan karena meninggalnya anak atau hilangnya harta, sangat jauh lebih besar daripada kenikmatan adanya anak dan kenikmatan harta tersebut.

Ini sangat berat.

Oleh karenanya, Allāh Subhānahu wa Ta’āla memuji seorang yang tatkala anaknya meninggal dunia kemudian dia:

حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ

Memuji Allāh dan mengucapkan “Innāllillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn”.

Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam meminta Allāh membangunkan bagi orang seperti ini istana di Surga yang dinamakan dengan “Baitul Hamd” (istana pujian).

(HR At Tirmidzi dari Abū Mūsā Al Asy’ariy dan dihasankan oleh Syaikh Al Albāni rahimahullāh)

Karena apa?

Karena meskipun dia terkena musibah, dia memuji Allāh Subhānahu wa Ta’āla dengan mengatakan:

الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ

“Segala puji bagi Allāh atas segala yang menimpaku.”
(HR Ibnu Mājah no. 3830; Ibnus Sunni no. 372; Al Hākim, 1:499; hadits hasan)

Dia yakin bahwa di balik musibah ini ada:

✓Kenikmatan yang luar biasa yang mungkin dia tidak tahu di dunia, terlebih lagi di akhirat.

✓Hikmah yang Allāh kehendaki.

✓Pahala yang luar biasa yang Allāh siapkan di akhirat.

■ PERKARA KETIGA

◆ أن يستوي عند العبد حامده وذامه في الحق

◆ Seseorang yang sama saja bagi dia apakah orang lain memuji atau mencelanya.

⇒ Dan ini juga berkaitan dengan hati.

Ini adalah tanda bahwa dia zuhud terhadap dunia karena pujian itu berkaitan dengan dunia.

Orang memuji atau mencela bagi dia sama saja, tidak ada masalah.

Yang dia harapkan adalah pujian Allāh dan dia juga tidak ingin dicela oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Adapun penilaian manusia maka tidak akan ada habisnya; ketika Anda dipuji ada yang mencela (dan) ketika Anda dicela ada juga yang memuji.

Siapapun orangnya pasti pernah dicela dan dipuji, karena ada orang yang cocok dengan kita dan ada yang tidak.

(Dimana) menurut pendapat kita baik tapi menurut pendapat orang lain tidak baik.

Oleh karenanya, orang yang benar-benar zuhud terhadap dunia tidak perduli dengan komentar-komentar duniawi.

Yang dia pikirkan adalah bagaimana komentar Allāh terhadap dirinya dan dia sudah berbuat baik atau belum menurut Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Itu yang dia renungkan.

Oleh karenanya, orang yang zuhud adalah orang yang benar-benar tidak peduli dengan ini semua.

Ini adalah zuhud yang luar biasa namun sulit untuk mencapai derajat ini.

Kebanyakan orang kalau dicela maka akan marah dan kalau dipuji maka akan besar kepala, dan berharap mendapat pujian terus-menerus.

Dan berarti orang ini belum zuhud yang hakiki.

Oleh karenanya ikhwan adan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla,

Ini adalah 3 perkara yang sangat sulit, namun kita harus melatih diri kita.

Saya ulangi,

⑴ Seseorang lebih percaya dengan apa yang Allāh janjikan baginya di akhirat.

Dunia ini hanya sementara yang akan dia tinggalkan dan hanya digunakan sebagai sarana untuk mencapai apa yang Allāh janjikan.

⑵ Dia yakin bahwa di balik musibah yang menimpanya ada karunia dan kenikmatan yang luar biasa yang Allāh siapkan untuk dirinya, meskipun dia kehilangan dunia ini.

Dia zuhud, berusaha untuk sabar dan berusaha juga untuk memuji Allāh Subhānahu wa Ta’āla meskipun terkena musibah.

⑶ Dia tidak perdulikan komentar manusia, yang dia perdulikan adalah bagaimana komentar Allāh; Allāh memuji dia ataukah mencela dia.

Yang dia pikirkan apakah dia sudah menjalankan perintah Allāh ataukah melanggar larangan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

والله تعالى أعلم بالصواب

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top