🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Kitābul Jāmi’ | Bulughul Maram
📝 AlHāfizh Ibnu Hajar ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ
~~~~~~~
الزهد ترك الرغبة فيما لا ينفع في الدار الآخرة
الورع ترك ما قد يضر في الدار الآخرة
“Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat di akhirat. Wara’ artinya meninggalkan sesuatu yang MUNGKIN memberi kemudharatan di akhirat.”
(Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh Ta’āla)
~~~~~~~
بِسْـــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــــم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن واله
Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla,
Kita masuk dalam bab yang baru dalam Kitābul Jāmi’ dari Kitab Bulūghul Marām yaitu “Bāb Az-Zuhd wal Wara’ (Bab yang menjelaskan tentang zuhud dan wara’)”
Sesungguhnya kalimat zuhud dan wara’ adalah 2 kalimat yang sering digandengkan, akan tetapi 2 kalimat ini memiliki perbedaan.
■ ZUHUD
Zuhud diambil dari kalimat:
زَهِدَ – يَزْهُدُ – زَهَادَةً
Yang artinya menunjukkan makna “sedikit”.
Zahīd (زَهِيْدٌ) maknanya:
شَيْءٌ قَلِيْلٌ
“Sesuatu yang sedikit.”
Oleh karenanya dalam ayat, tatkala Allãh menyebutkan kisah tentang Nabi Yūsuf ‘alayhissalām yang dijual sebagai budak;
وَكَانُوا فِيهِ مِنَ الزَّاهِدِينَ
“Dan mereka membeli Yūsuf ‘alayhissalām sebagai budak dengan harga yang sedikit.”
(QS Yūsuf: 20)
Oleh karenanya, yang namanya zuhud secara bahasa artinya “sedikit”.
■ WARA’
Al wara’ diambil dari kalimat:
وَرِعَ – يَرِعُ – وَرَعًا
Wari’a (وَرِعَ) menunjukkan pada makna:
كَفَّ عَنْ
“Menahan diri.”
Oleh karenanya sebagian ulama membedakan antara zuhud dan wara’, kata mereka bahwasanya:
◆ Zuhud
Yaitu menganggap sedikit suatu perkara yang SUDAH DIMILIKI.
Dia sudah mendapatkan barang tersebut, namun dia tidak pandang & menganggap itu kecil.
Inilah yang disebut dengan zuhud sejati, yaitu:
✓Seseorang memiliki harta yang sudah ada di tangannya, namun dia memandang itu sedikit (tidak memandang itu sangat bernilai), dia tidak tertarik dengan dunia tersebut, yang dia tertarik adalah akhirat.
Oleh karenanya dia zuhud terhadap dunia yang dia miliki.
◆ Wara’
Yaitu dia menahan diri untuk tidak meraih, SEBELUM dia pegang barang tersebut.
⇒ Artinya ada sesuatu (mungkin urusan dunia atau perkara yang meragukan) dia tinggalkan sebelum berada di tangannya.
Sebagaimana Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, tatkala mendapati ada kurma kemudian Beliau tidak jadi memakan kurma tersebut, Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam khawatir kurma tersebut adalah kurma shadaqah.
Dan kita tahu, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dilarang untuk makan dari sedekah, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menerima hadiah dan menolak sedekah.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak mengambil kurma tersebut.
Kenapa ? Karena Beliau wara’ (menahan diri).
Oleh karenanya tatkala Sufyan Ats Tsauriy rahimahullāh Ta’āla pernah ditanya: “Siapakah orang yang zuhud?”
Maka Sufyan Ats Tsauriy berkata: “Az-Zāhid, ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azīz.”
⇒ Orang yang zuhud adalah yang namanya ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azīz.
Kenapa ?
Karena ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azīz seorang raja & gubernur mulia di Madinah dan telah memiliki dunia (harta seluruhnya sudah di tangannya) tetapi dia zuhud (tidak memandang harta tersebut).
Dia menjadikan harta (seluruh kekayaan) yang dia miliki sebagai sarana untuk akhirat.
Jadi dia:
✓Raghbah fil ākhirāt (semangat untuk akhirat).
✓Raghbah ‘anid dunya (tidak semangat dengan dunia yang dia miliki).
Ini baru yang disebut dengan zuhud yang sejati.
Bukanlah orang yang zuhud itu yang tidak punya apa-apa kemudian dia mengaku zuhud.
Ini dia memang tidak bisa, dia belum teruji (belum terbukti).
Kenapa?
Karena memang dia tidak bisa (tidak berkesempatan) memiliki apa-apa.
Maka orang ini bisa dikatakan “zuhud terpaksa”, berbeda dengan “zuhud pilihan”.
Kalau ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azīz rahimahullāh Ta’āla adalah zuhud pilihan.
⇒ Kalau dia mau kaya (hidup bermewah mewah), dia mampu.
Akan tetapi ia tinggalkan itu semua karena dia zuhud, tidak terlalu tertarik dengan dunia.
Semua dunia tidak ada di hatinya melainkan dijadikan sarana untuk meraih akhirat.
Karena kita dapati sebagian orang mencela, misalnya:
“Kenapa si Fulan itu hidupnya seperti itu?”
Dia belum merasakan, dia merasa dirinya zuhud padahal dia belum teruji.
Dia hanya zuhud terpaksa karena dia tidak memiliki uang untuk memiliki harta benda tersebut.
Kapan dikatakan dia sebagai zuhud yang sejati ?
⑴ Kalau dia sudah diberi kemampuan untuk menguasai/meraih/mendapatkan dunia namun dia tidak melakukan itu.
Atau,
⑵ Dunia sudah ada di tangannya namun dijadikan dunia tersebut sebagai sarana untuk akhirat.
Maka itulah zuhud yang sejati.
Adapun wara’ yaitu kita BELUM MEMILIKI sesuatu di hadapan kita.
Jadi, sesuatu mau kita terjang, mau kita lakukan atau tidak, kita ragu…
“Jangan-jangan termasuk yang syubhat.”
“Jangan-jangan termasuk perkara yang haram.”
…Maka ditinggalkan.
⇒ Itulah yang disebut dengan wara’.
Ini diantara perbedaan antara zuhud dan wara’ yang disebutkan oleh sebagian ulama.
والله أعلم بالصواب