🌍 WAG Dirosah Islamiyah
🎙 Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri MA حفظه لله تعالى
📗 Kitabul Buyu’ Matan Abu Syuja
~~~•~~~•~~~•~~~•~~~
بسم الله الرحمن الرحيم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتة
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أشهد ألا إله إلا الله وحده لا شريك له, وأشهد أن محمدا عبده ورسوله. أَمَّا بَعْدُ
Shalawat serta salam tidak luput untuk kita haturkan kepada Nabi kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam, kepada keluarga dan juga sahabatnya yang telah membuktikan ketulusan niat, kesungguhan perjuangan, pengorbanan yang tanpa batas demi tegaknya dienul islam.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala berkenan menyatukan kita dengan sahabat Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam kelak di dalam Jannah-Nya (surga-Nya). Aamiin ya Rabbil’aalamiin.
Masih bersama matan al-ghayah fil ikhtisyar buah karya syaikh Imam Abu Syuja rahimahullah ta’ala. Kita lanjutkan pada pernyataan al mualif rahimahullahu ta’ala beliau mengatakan,
ويصح السلم حالاً ومؤجلاً
Dibolehkan (sah) hukumnya menjalin atau mengadakan akad salam yaitu menjualbelikan barang yang belum ada, namun barang tersebut (yang belum ada, belum ready) telah dideskripsikan, telah dijelaskan, dijabarkan dengan tuntas kriterianya.
Misalnya, saya membelikan gabah misalnya varietas rajalele hasil panen tahun ini dalam kadar misalnya 1 ton, yang dijualbelikan adalah gabah. Barangnya belum ada, tetapi kriteria gabah tersebut sudah dijelaskan dengan tuntas, baik jenisnya, kadarnya, kriterianya, mutunya. Misalnya gabah kering bukan gabah basah, kadarnya hasil panen tahun ini semua sudah dijelaskan
Sehingga walaupun barangnya tidak ada, menjualbelikan kriteria barang dengan pembayaran tunai (ini yang perlu digarisbawahi), dengan pembayaran tunai di saat transaksi. Sehingga ketika keduanya berpisah dari majelis, maka pembayarannya sudah dilakukan secara lunas, tidak ada yang terhutang bukan sekedar DP bukan sekedar cicilan, tapi betul-betul barangnya atau harganya sudah dibayarkan secara lunas, ini yang dinamakan akad salam.
Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu ta’ala anhu suatu hari pernah bersumpah dengan mengatakan, “Sungguh demi Allāh, memperjualbelikan atau menjalin akad salam yang barangnya (objeknya) diperdagangkannya, objek yang diperjualbelikan itu telah dijelaskan kriterianya dengan tuntas, itu sungguh telah diijinkan dalam Al-Qur’an”. kemudian beliau membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
Ayat terpanjang dalam surat Al-Baqarah yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, bila kalian mengadakan suatu praktek hutang piutang hingga tempo waktu tertentu maka tulislah.” [QS Al Baqarah: 282]
Buatlah alat bukti berupa tulisan atau nota atau yang serupa. Ayat ini mengijinkan kepada kita untuk menjalin akad hutang piutang. Yang namanya hutang itu bisa hutang harga, hutang uang, hutang barang.
Dalam akad salam, seorang yang menjalin akad salam atau dua orang yang menjalin akad salam itu sejatinya sedang mengadakan hutang piutang dalam barang. Karena pembeli melakukan pembayaran tunai di muka lunas. Sedangkan penjual dia berkomitmen untuk mendatangkan barang yang diinginkan dibeli oleh pembeli dengan harga yang telah lunas tersebut dan barangnya sudah dideskripsikan (dijelaskan) kriterianya secara tuntas.
Seakan-akan barang itu hadir di tengah-tengan mereka, sehingga keduanya memiliki gambaran yang final (jelas, detail) tentang barang yang akan diserahterimakan, ini disebut akad salam.
Abdullah Ibnu Abbas juga meriwayatkan bahwa,
قَدِمَ النبي صلى الله عليه و سلم الْمَدِينَةَ
Nabi pada awal hijrah ke kota Madinah mendapatkan masyarakat setempat yaitu penduduk kota madinah kala itu,
يُسْلِفُونَ فِى الثِّمَارِ السَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ
Mendapatkan masyarakat setempat sudah terbiasa turun temurun mengadakan akad salam, yaitu mereka mencari para tengkulak (pedagang) yang mau membeli hasil panen mereka (hasil ladang) dengan kriteria yang telah disepakati namun pembayarannya di muka.
Dan kata Ibnu Abbas “kadang kala para tengkulak itu membeli dalam tempo dua tahun berturut turut”. Jatuh tempo serah terima barangnya itu dua tahun alias ia membayar sekarang lunas, barang yang ia beli barang, baru akan diterima dua tahun yang akan datang. Ada yang membeli hari ini lunas pembayarannya. Barang yang dibeli baru diserah terimakan kapan? Setahun yang akan datang. Ini praktek yang sudah turun temurun di masyarakat madinah.
Kemudian ketika nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendapati praktek ini beliau memberikan arahan kepada para sahabat, kepada para penduduk Madinah yang telah menjalankan akad ini turun temurun dengan bersabda,
من أَسْلَفَ في شَيْءٍ فَفِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إلى أَجَلٍ مَعْلُومٍ
[HR Mutafaqun Alaih]
Siapa pun yang menjalin akad salam dalam suatu produk, suatu barang hendaknya dia mengadakan kesepakatan yang tuntas final jelas betul-betul transparan. Akad salam tersebut dalam kadar yang jelas, takaran yang jelas, timbangan yang jelas dan tempo yang jelas pula.
Karena dengan adanya kejelasan kriteria barang, kadar barang, tempo serah terima barang, maka tidak akan terjadi perbedaan persepsi ataupun sengketa. Sehingga kedua belah pihak pembeli ketika melakukan pembayaran lunas, dia mendapatkan jaminan akan mendapatkan barang dengan kriteria yang diinginkan.
Sebagaimana penjual karena dia mendapatkan pembayaran di muka, sebelum jatuh tempo dia punya kelapangan untuk mengelola dana tersebut memanfaatkan pembayaran tersebut biasanya untuk modal awal mereka bercocok tanam, modal mereka mengelola ladang agar menghasilkan hasil panen sesuai yang diinginkan oleh pembeli.
Sehingga dalam akad salam ini ada maslahat, ada manfaat yang mustarokah (manfaat yamg dirasakan) oleh kedua belah pihak. Atau disebut dengan hubungan mutualisme.
Ketika pembeli melakukan pembayaran di muka, maka penjual mendapatkan modal untuk menggarap ladangnya, bercocok tanam sebagaimana biasanya. Saya katakan biasanya, ini bukan suatu ketentuan yang harus, bukan suatu persyaratan, biasanya kalau seorang itu membeli dengan pembayaran di muka apalagi jatuh temponya itu sangat longgar (panjang) waktunya biasanya dia akan mendapatkan harga yang lebih murah.
Namun ada manfaat yang pasti didapat oleh pembeli dan itu lebih penting dibandingkan sekedar murah ataupun mahalnya suatu barang. Yaitu dia mendapatkan kepastian (jaminan) mendapatkan supply barang. Karena sering kali pedagang membutuhkan kepastian bahwa pada tempo tertentu dia akan mendapatkan barang pada waktu yang dia inginkan, dia mendapatkan barang dengan kriteria yang dia inginkan dengan kadar yang dia inginkan.
Seringkali kepastian supply barang itu bagi para pedagang itu lebih penting dibanding sekedar harganya lebih murah. Apalagi kalau anda seperti saat ini memperhatikan dunia industri. Perusahaan berkepentingan untuk mendapatkan kepastian stok bahan baku. Harga bisa jadi anda kirimkan hari ini atau anda kirimkan sepuluh sebulan yang akan datang misalnya tapi harganya sama.
Tapi bagi perusahaan tidak masalah karena yang paling penting bagi mereka, produksi mereka tidak terganggu, setiap hari berproduksi. Bahan baku yang mereka inginkan itu ready sehingga mereka bisa berproduksi dengan schedule yang telah ditetapkan tanpa terganggu oleh supply bahan baku.
Sehingga adanya kebutuhan yang berimbal balik, petani atau yang lainnya, nelayan atau yang lainnya, mendapatkan dana segar untuk mereka kelola, mereka gunakan sebagai modal bercocok tanam ataupun melaut untuk mencari ikan, sebagaimana pedagang mendapatkan kepastian supply barang. Dan manfaat kedua sering kali mereka mendapatkan harga yang lebih murah
Wallāhu Ta’ala a’lam.
Ini yang bisa kami sampaikan kurang dan lebihnya mohon maaf.
وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•