🌍 Kelas UFA
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Silsilah Amalan Hati dan Penyakit Hati
〰〰〰〰〰〰〰
بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
*5. Meluruskan niat dalam menuntut ilmu*
Perkara kedua yang saya ingatkan kepada ikhwan akhwat, para “thullaabul ‘ilmi” (طلاب العلم) yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu meluruskan niat dalam ilmu.
Ini perkara penting, karena niat berpengaruh besar dalam gerak langkah kita. Kalau niat kita benar insyaAllah dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kalau niat kita salah, maka akan sulit bagi kita menempuh jalan menuntut ilmu. Kalaupun kita berhasil menuntut ilmu tapi kalau niatnya salah maka tidak berkah. Oleh karenanya *Ibnul Qayyim Rahimahullah mengatakan siapa yang menuntut ilmu ternyata ilmunya tidak menambah ketakwaannya, ilmunya tidak membuat dia semakin semangat beramal shalih فمدخول, berarti niatnya terkontaminasi, ada masalah dengan niatnya.* Oleh karenanya perlu kita perbaiki niat kita ketika menuntut ilmu. Yang pertama adalah kita ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kita menuntut ilmu bukan untuk bangga-banggaan, bangga-banggaan masuk dalam grup WA ini, ini bukan untuk dibangga-banggakan, tapi kita sama-sama bekerjasama. Baik saya sebagai pemateri maupun Antum dan Antunna sebagai pendengar agar kita sama-sama bisa masuk surga, bukan untuk dibangga-banggakan, bahwasanya jumlah grupnya banyak atau yang lainnya, bukan itu. Niat kita, kita perbaiki, kita menuntut ilmu *karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan untuk meraih pujian atau sanjungan atau pengakuan dari yang lainnya.*
*6. Menuntut ilmu untuk diamalkan*
Yang kedua, di antara yang perlu kita perhatikan tentang masalah niat yaitu kita niatkan menuntut ilmu untuk diamalkan. Ini sangat penting, karena sebagian orang menuntut ilmu hanya untuk menambah wawasan, pengetahuan, ingin tahu, apalagi dalam rangka untuk bisa berdiskusi dan berdebat, agar orang mengakui dia punya ilmu dan yang lainnya, ini niat-niat yang salah. Menuntut ilmu adalah untuk diamalkan.
Bahkan sebagian ulama menyatakan bahwasanya ilmu itu baru dikatakan berfaedah jika membuahkan hasil. Hasilnya adalah amalan. Maka dikatakan buat apa ada pohon tanpa buah? Pohon itu ditunggu buahnya. Maka sama dengan ilmu, ilmu itu yang dibutuhkan adalah pengamalannya.
Pengamalan bisa dalam dua hal; pengamalan hati (yaitu aqidah yang benar) dan pengamalan anggota tubuh (dengan ibadah). Maka, ilmu harus ada buktinya. Karenanya kita telah belajar, maka kita niatkan untuk menuntut ilmu.
Dahulu para salafush shalih, para sahabat, mereka mempelajari surat Al-Baqarah dengan perlahan. Hal ini karena disertai dengan pengamalan dari isi surat Al-Baqarah tersebut. Oleh karenanya kalau ada seorang sudah selesai surat Al-Baqarah, berarti dia sudah banyak amalnya.
Saya berharap kepada diri saya pribadi dan juga kepada para ikhwan dan akhwat, kita bukan hanya sebagai orang yang cerdas dalam menangkap ilmu, tapi kita berusaha menjadi orang cerdas dalam menerapkan ilmu.
Sebagaimana perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
الْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ
_“Al-Qur’an itu akan membelamu pada hari kiamat kelak atau malah menyerangmu”._
Yaitu Al-Qur’an jika kita amalkan akan memberi syafaat dan membela kita. Tapi kalau tidak kita amalkan, hanya sebagai wawasan, bahkan kita bertentangan dengan ilmu yang kita miliki, maka akan menjadi bumerang yang menyerang kita pada hari kiamat kelak.
*7. Menuntut ilmu untuk mengangkat kejahilan*
Di antara niat juga yang harus diperhatikan adalah kita menuntut ilmu untuk mengangkat kejahilan dari diri kita dan untuk mengangkat kejahilan dari orang lainnya.
Sebagaimana Al-Imam Ahmad pernah berkata:.
العلم لا يعدله شيء إذا خلصت النية
_“Ilmu itu tidak bisa dibandingkan dengan apapun (artinya dia adalah ibadah yang sangat agung) jika niatnya ikhlas.”_
Maka ditanya: “Wahai Imam Ahmad, bagaimana mengikhlaskan niat?
Imam Ahmad berkata:
ينوي رفع الجهل عن نفسه وعن غيره
_“Seorang menuntut ilmu dengan niat untuk mengangkat kejahilan dari dirinya.”_
Karena kita penuh dengan kejahilan, dan kita asalnya dilahirkan dengan kejahilan. Maka kejahilan kita ini kita angkat sedikit demi sedikit. Dan juga meniatkan untuk mengangkat kejahilan dari orang lain.
Ini tentunya sangat penting bagi para Da’i, mereka menuntut ilmu dalam rangka berniat mengangkat kejahilan dari masyarakat. Tapi seperti Antum dan Antunna, paling tidak berniat: *“Kalau saya punya ilmu, saya akan juga mengajarkan kepada orang terdekat saya, kepada istri atau kepada suami, kepada anak-anak.”* Paling tidak yang paling utama adalah mengangkat kejahilan dari diri kita dan mengangkat kejahilan dari orang-orang terdekat kita. Jadi bukan untuk menjadikan diri kita tinggi, menjadikan diri kita pusat perhatian.
Sebagaimana Nabi mengingatkan bahwasanya orang menuntut ilmu:
ليس به وجوه الناس
Agar orang-orang memperhatikan dia, orang-orang melirik dia, supaya jadi pusat perhatian, orang-orang mengakui dia. Itu adalah niat-niat yang buruk.
Tapi kita, *menuntut ilmu agar kejahilan kita, kebodohan kita berkurang sedikit demi sedikit. Dan juga kalau bisa kita memberi manfaat kepada orang-orang sekitar kita.*
Jadi semoga, ikhwan dan akhwat, terus semangat menuntut ilmu. Lihatlah bagaimana Nabi Musa ‘Alaihis Salam yang ingin menuntut ilmu, dia rela berjalan meskipun puluhan kilo, bahkan bertahun-tahun, yang penting dia bisa bertemu dengan Nabi Khadir untuk menuntut ilmu darinya.
Demikian, inilah dua poin yang saya sampaikan yang pada kesempatan kali ini sebelum kita masuk kepada materi tentang silsilah amalan hati. Semoga ikhwan dan akhwat selalu diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.