🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamail Muhammadiyah (Sifat dan Akhlak yang dimiliki Nabi Muhammad ﷺ)
📝 Imām Abū Īsā At Tirmidzī
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد
Sahabat BiAS yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Alhamdulilāh, Allāh masih memberikan kesempatan kepada kita untuk mempelajari Kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah, karya Imām Abū Īsā At Tirmidzī rahimahullāhu ta’āla.
Mulai dari pertemuan ini hingga beberapa pertemuan ke depan kita akan membahas tentang rambut Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dengan izin Allāhu Ta’āla.
Sebelum kita membahas pembahasan ini perlu diketahui bahwa memanjangkan rambut dengan alasan mencontoh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam merupakan hal yang tidak tepat.
Syaikh Muhammad Shālih bin Utsaimin rahimahullāh pernah ditanya:
“Apakah memelihara rambut dan memanjangkannya termasuk sunnah (mengikuti Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam) ?”
Beliau menjawab:
“Tidak mengikuti sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.”
Karena Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam ketika itu hanya mengikuti kebiasaan masyarakatnya.
Oleh karena itu dalam suatu hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah melihat seorang anak dicukur sebagian rambutnya.
Lalu beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) mengatakan:
“Cukur semua rambutnya atau biarkan semuanya.” (HR Abu Daud)
Maksudnya jangan setengah-setengah.
Dari hadīts ini bisa diambil pelajaran bahwa memanjangkan rambut bukanlah sunnah.
Jika memanjangkan rambut adalah sunnah tentu saja Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam akan melarang mereka dengan mengatakan, “Biarkanlah rambutnya,” atau, “Jangan kalian potong, biarkan rambutnya panjang,” atau semisalnya.
Kemudian Syaikh Utsaimin rahimahullāh mengatakan:
“Jika masyarakat memiliki kebiasaan memanjangkan rambut maka boleh memanjangkannya, akan tetapi jika masyarakat tidak memiliki kebiasaan tersebut ikutilah kebiasaan masyarakat dengan tidak memanjangkan rambut.”
Jika kita perhatikan ucapan beliau ini, bisa kita simpulkan seorang tidak diperbolehkan memanjangkan rambut jika masyarakatnya tidak memiliki adat tersebut, apalagi jika masyarakat memiliki anggapan bahwa memanjangkan rambut merupakan kebiasaan anak-anak yang tidak memiliki adab.
Atau masyarakat menganggap bahwa seorang yang memanjangkan rambut adalah orang yang kurang sopan.
Kemudian Syaikh Utsaimin memberikan contoh dengan beberapa sikap para ulamā tentang urusan memanjangkan rambut ini.
Beliau mengatakan:
“Sekarang ini orang-orang tidak memiliki kebiasaan atau adat memanjangkan rambut, sehingga saat kita melihat para ulamā besar mereka tidak memanjangkan rambutnya.”
Coba kita lihat Syaikh Abdurahman As Sa’di, Syaikh Abdul Āzib bin Baz. Begitu juga ulamā yang lain seperti Syaikh Muhammad bin Ibrāhīm dan saudara-saudaranya dari ulamā-ulamā besar abad ini, mereka tidak memanjangkan rambutnya, karena mereka menganggap hal ini bukanlah sunnah.
Dan kita paham andai saja memanjangkan rambut adalah sunnah mereka pasti akan bersemangat untuk mengikutinya.
Kesimpulannya:
Pemanjangkan rambut bukanlah sunnah dan hukum akan boleh tidaknya memanjangkan rambut mengikuti adat masyarakat.
Jika masyarakat memiliki adat tersebut boleh untuk memanjangkannya namun jika masyarakat tidak memiliki adat kebiasaan tersebut maka tidak boleh memanjangkannya. (Disyarahakan dari liqo bab Al maftuh halaqah ke-126)
Dan in syā Allāh pada pertemuan selanjutnya kita membahas hadīts-hadīts yang menggambarkan sifat rambut Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Wallāhu A’lam bish Shawwāb.
Semoga bermanfaat.