Halaqah 007| Hadits 07
🌍 BimbinganIslam.com
👤 Riki Kaptamto, Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi’ al Akhbār
(Mutiara Hikmah Penyejuk Hati, Syarah 99 Hadits Pilihan)
📝 Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa’dī
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد
وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد
Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.
Ini adalah halaqah kita yang ke-7 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu ‘uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi’ al Akhyār) yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa’dī rahimahullāh.
Pada halaqah ini kita akan membahas hadīts ke-7 yaitu hadīts dari ‘Abdullāh bin ‘Amr radhiyallāhu Ta’āla ‘anhumā, dia mengatakan:
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: أربع من كن فيه كان منافقا خالصا، ومن كانت فيه خصلة منهن كانت فيه خصلة من النفاق حتى يدعها: إذا اؤتمن خان، وإذا حدث كذب، وإذا عاهد غدر، وإذا خاصم فجر
_Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:_
_”Ada 4 (empat) hal yang apabila ada pada diri seseorang maka dia termasuk orang munāfiq yang murni. Dan barangsiapa ada pada dirinya salah satu dari 4 (empat) hal ini maka berarti ada pada dirinya salah satu karakter kemunāfiqkan, sampai dia meninggalkan hal tersebut._
_Yaitu:_
_⑴ Apabila dia diberikan amanah maka dia berkhianat (إذا اؤتمن خان)_
_⑵ Apabila dia mengabarkan sesuatu (ketika berbicara) dia berdusta (إذا حدث كذب)_
_⑶ Apabila dia membuat sebuah perjanjian maka dia mengingkarinya (إذا عاهد غدر)_
_⑷ Apabila dia bermusuhan, maka dia akan berbuat fajir (إذا خاصم فجر)_
(Muttafaqun ‘alaiyh, Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)
Syaikh Abdurrahmān As Sa’dī rahimahullāh mengatakan:
النفاق أساس الشر. وهو أن يظهر الخير، ويبطن الشر.
_”Kemunāfiqkan adalah asas dari kejelekan. Yang dimaksud dengan kemunāfiqkan adalah seorang dia menampakkan kebaikan dan dia menyembunyikan kejelekan (kejahatan).”_
Maka beliau membagi kemunāfiqkan disini menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
⑴ Nifāq akbar ‘itiqādiy (النفاق الأكبر الاعتقادي)
Kemunāfiqkan besar yang berkaitan dengan keyakinan (yaitu) seorang yang dia menampakkan keislāman akan tetapi dalam hatinya dia menyembunyikan kekufuran.
Nifāq yang seperti ini mengeluarkan pelakunya dari Islām dan menjadikan dia kekal didalam neraka yang paling bawah.
Dan Allāh Subhānahu wa Ta’āla telah mensifatkan orang munāfiq yang seperti ini dengan sifat-sifat yang jelek.
Diantaranya adalah :
√ Mereka kufur,
√ Mereka tidak berimān,
√ Mereka meremehkan agama (mempermainkan agama),
√ Mereka memperolok-olok orang yang dia menjalankan agama Islām,
√ Mereka lebih cenderung membela kepada musuh-musuh Islām. Karena mereka sama dalam membenci agama Islām.
Beliau (Syaikh Abdurrahmān As Sa’dī rahimahullāh) katakan disini, orang munāfiq seperti ini ada pada setiap zaman, terlebih di zaman kita sekarang ini yang dimana di sini lebih dominan kecintaan terhadap: المادية (perkara materi) , الإلحاد (penyimpangan dalam agama) serta والإباحية (kebebasan), orang menginginkan semua hal tersebut.
⑵ Nifāq ‘Amaliy (النفاق العملي)
Nifāq ‘Amaliy adalah amalan-amalan yang itu merupakan karakter dari seorang munāfiq.
Nifāq yang kedua ini beliau katakan tidak mengeluarkan pelakunya dari Islām akan tetapi kemunāfiqkan jenis ini merupakan koridor untuk masuk kepada kekufuran.
Maka barangsiapa terkumpul di dalam dirinya 4 (empat) hal yang disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam di dalam hadīts tersebut maka berarti telah terkumpul pada dirinya berbagai kejahatan yang itu merupakan sifat-sifat orang munāfiq secara murni.
Karena sifat orang munāfiq itu bertentangan dengan sifatnya orang mukmin, dimana sifat seorang mukmin, adalah:
⑴ Jujur (الصدق)
⑵ Mereka menunaikan amanah (القيام بالأمانات)
⑶ Mereka memenuhi janji (الوفاء بالعهود)
⑷ Bersifat wara’ dari mengambil hak orang lain ( الورع عن حقوق الخلق)
Adapun sifat orang munāfiq maka kebalikan dari hal-hal tersebut, sebagaimana disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam di dalam hadīts tadi.
Maka beliau (Syaikh Abdurrahmān As Sa’dī) sebutkan disini, menjelaskan 4 (empat) sifat tersebut.
⒈ Apabila dia berbicara dia berdusta.
Berdusta disini baik berbicara tentang Allāh atau tentang rasūl atau tentang perkara-perkara yang lain, maka kebiasaan dia adalah berdusta.
Maka orang yang memiliki sifat ini, berarti dia telah memiliki karakter sifat orang munāfiq, sebagaimana Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam telah mengancam hal tersebut.
وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
_”Berhati-hatilah kalian terhadap kedustaan, karena kedustaan akan membawa kepada kefajiran dan perbuatan fajir akan menyeret seseorang kedalam neraka. Dan tidaklah seorang itu senantiasa berdusta dan berusaha terus berdusta melainkan akan Allāh tulis disisinya sebagai seorang pendusta.”_
(Hadīts riwayat Bukhāri dan Muslim)
2. Dia berkhianat.
Barangsiapa dia diserahkan amanah yang berupa harta orang lain atau hak-hak orang lain atau diamanahi untuk menyimpan rahasia, kemudian dia berkhianat terhadap amanah tersebut, maka berarti dia telah memiliki karakter yang lain dari karakternya orang munāfiq.
⒊ Dia tidak memiliki kewara’an dari mengambil harta orang lain dan mengambil hak mereka sehingga apabila dia bermusuhan dengan orang, maka dia akan berbuat fajir (berbuat kezhāliman), tidak peduli mengambil harta orang lain atau menyakiti orang lain. (Ini juga karakter orang munāfiq).
4. Apabila dia berjanji maka dia akan mudah untuk mengingkarinya.
4 (empat) hal ini, apabila ada pada diri seseorang, maka hampir-hampir pada dirinya itu tidak ada keimānan yang cukup untuk menyelamatkan dia.
Karena 4 (empat) hal tersebut, bertentangan dengan sifatnya seorang mukmin.
Kemudian beliau sebutkan di sini:
Perlu diketahui juga bahwasanya, di antara prinsip ahlus sunnah wal jamā’ah adalah bahwa seorang yang terkumpul didalam dirinya perilaku keburukan dan perilaku kebaikan maka selama perilaku keburukan tersebut tidak sampai mengeluarkan dia dari keimānan, maka dia tetap berhak untuk mendapatkan ganjaran kebaikan sesuai dengan amalan kebaikan yang dia lakukan dan dia juga terancam dengan ganjaran keburukan sesuai dengan keburukan yang dia lakukan.
Tidak serta merta dia langsung dinyatakan keluar dari Islām sebagaimana itu merupakan keyakinan orang-orang khawarij.
Demikian yang bisa kita kaji pada halaqah kita kali ini, in syā Allāh kita lanjutkan lagi pada halaqah berikutnya.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت نستغفرك وأتوب إليك