Home > Bimbingan Islam > Tematik > Mengapa Ramadhan Terasa Biasa

Mengapa Ramadhan Terasa Biasa

🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc.
📗 Kajian Tematik Bulan Ramadhan

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة أما بعد

Sahabat Bimbingan Islām yang semoga selalu dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Alhamdulillāh, Allāh Subhānahu wa Ta’āla masih memberikan kesempatan kepada kita, untuk bertemu dengan bulan Ramadhān.

Akan tetapi mengapa ketika bulan Ramadhān tiba, kita tetap merasa biasa, seakan-akan tidak ada sensasi di dalam diri kita untuk mempersembahkan ibadah terbaik kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla?

Kenapa hal tersebut bisa terjadi?

Ternyata, ketika kita sudah sering bersinggungan dengan suatu hal maka sensitifitas kita (kepekaan kita) terhadap hal tersebut akan menurun.

Sebagai contoh:

Ketika kita melewati TPS (Tempat Pembuangan Sampah) pasti kita akan mencium bau yang sangat tidak sedap, bahkan tidak sedikit yang ingin muntah karena baunya.

Kenapa?

Karena kita belum terbiasa.

Akan tetapi para tukang sampah, para pengangkut sampah, mengapa mereka bisa menahan bau yang sangat tidak sedap tersebut?

Mengapa?

Karena mereka sudah terbiasa.

Begitu pula dengan seorang yang baru pertama kali melihat Ka’bah, bisa dipastikan orang tersebut akan meneteskan air mata harunya, akan tetapi ketika kita melihat orang yang berkali-kali melihat Ka’bah seakan-akan sudah tidak ada rasa haru lagi, sudah tidak ada tangisan dan air mata lagi.

Dan hal tersebut pernah dikatakan oleh sebagian ulamā.

Ternyata:

كثرة المساس تميت الإحساس

_”Seringnya interaksi (bersinggungan) akan mematikan sensitifitas.”_

Hal seperti ini sangat berbahaya jika terjadi dengan bulan Ramadhān.

√ Sangat berbahaya ketika kita sudah menganggap Ramadhān biasa saja.

√ Sangat berbahaya jika sensitifitas kita dalam menyambut Ramadhān telah tiada.

Mungkin, karena di antara kita ini adalah Ramadhān yang kelima belasnya. Mungkin ini Ramadhān yang kedua puluh, tiga puluh, empat puluh bahkan ini adalah Ramadhān yang lebih dari itu semua.

Hal ini berbahaya karena Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda:

“Celaka seseorang!”

Coba kita renungkan.

Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah manusia mulia. Beliau manusia yang sangat penyantun, Beliau adalah manusia yang sangat berkasih sayang. Bahkan saat disakiti oleh kaumnya Beliau hanya mengatakan, “Yā Allāh, ampunilah kaumku, karena mereka tidak tahu.”

Seorang Nabi yang sangat penyantun itu sekarang mengatakan, “Celaka seseorang itu!”

Ini menunjukkkan sangat keterlaluannya perbuatan orang itu.

Apa yang dilakukan orang ini, sehingga Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam sangat keras sekali dengannya?

Orang itu adalah:

رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ

_”Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhān kemudian Ramadhān berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni.”_

Oleh karena itu, salah satu resep agar Ramadhān menjadi berarti, agar kita giat (bersemangat) beribadah pada bulan yang penuh berkah ini (Ramadhān), salah satu caranya adalah dengan menanamkan doktrin dalam diri kita.

Apa doktrinnya?

Katakan dalam diri kita:

“Ini adalah Ramadhān terakhir kita”

Jangan pernah kita menyangka umur kita masih panjang, karena ada orang yang tidak sakit tiba-tiba tiada dan ada orang yang sudah sakit bertahun-tahun lamanya namun sampai sekarang masih bisa menghirup udara.

Tidak ada yang bisa menjamin umur seseorang. Dengan doktrin (menanamkan dalam diri kita) bahwa ini adalah Ramadhān terakhir kita, In syā Allāh, kita akan bisa mempersembahkan ibadah terbaik pada bulan yang mulia ini.

Dalam rangka mencari bekal mengharap ridhā Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Bakar bin Abdillāh Al Muzzanīy rahimahullāh berkata:

إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَنْفَعَكَ صَلَاتُكَ فَقُلْ : لَعَلِّي لَا أُصَلِّي غَيْرَهَا

_”Jikalau engkau ingin, shalātmu memberikan manfaat kepadamu, maka katakanlah (ketika shalāt itu), mungkin ini adalah shalāt terakhirku.””

Jika menanamkan prasangka ini adalah shalāt yang terakhir, membuat shalāt kita lebih baik sebagaimana perkataan Bakar bin Abdillāh Al Muzzanīy rahimahullāh tadi, maka puasapun demikian.

Dengan menanamkan prasangka atau doktrin bahwa ini adalah “Ramadhān terakhir kita,” in syā Allāh kita akan bisa menjadikan Ramadhān kita menjadi Ramadhān yang penuh arti.

Semoga bermanfaat dan semoga Ramadhān ini menjadi Ramadhān terbaik sepanjang sejarah kehidupan kita.

Walaupun Ramadhān sudah sering menghampiri kita, semoga kita masih bisa bersemangat untuk mempersembahkan yang terbaik yang kita mampu.

Wallāhu Ta’āla A’lam Bishshawāb.

وصلى الله على نبينا محمد

image_pdfimage_print

1 thought on “Mengapa Ramadhan Terasa Biasa”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top