Home > Bimbingan Islam > Matan Abu Syuja > Kajian 024 | Tayammum (Bagian 1)

Kajian 024 | Tayammum (Bagian 1)


🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abu Syuja
📝 Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad Al-Asfahāniy (Imam Abū Syujā’)

➖➖➖➖➖➖➖

TAYAMMUM (BAGIAN 1)

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله و بركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله و بعد.

Para Sahabat penuntut ilmu yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, pada halaqah yang ke-24 ini, pada matan Abū Syujā’ kita akan memasuki pembahasan tentang “Tayammum” dan kita akan jadikan beberapa point:

PERTAMA | APA YANG DIMAKSUD DENGAN TAYAMMUM?

Tayammum (التيمم) ;

• Secara bahasa maknanya adalah القصد (al-qashdu: maksud/yang dituju) dan الطلب (ath-thalab: mencari)

• Secara istilah adalah:

القصد إلى الصعيد ومسح الوجه واليدين به على صفة مخصوصة بشرائط مخصوصة بديلاً عن الوضوء أو الغسل

“Bermaksud atau menuju atau menggunakan ash-sha’īd dan mengusap wajah & kedua tangan dengannya (ash-sha’īd tersebut) dengan cara yang khusus dengan syarat-syarat yang khusus juga, yang dia adalah sebagai thaharah pengganti dari wudhū’ maupun mandi.

⇒ Ash-sha’īd ditafsirkan oleh para ulama dengan makna التراب الطهور (at-turāb ath-thahūr: tanah yang suci). Atau sebagian ulama mengatakan ash-sha’īd adalah:

كل ما صعد على الارض

“Semua yang muncul ke permukaan bumi.”

■ KEDUA | DALIL-DALIL DISYARI’ATKANNYA TAYAMMUM

⑴ AL-QURĀN

Allāh Ta’āla berfirman:

فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

“Apabila kalian tidak mendapati air maka bertayammumlah dengan tanah yang suci.” (QS An-Nisā: 43)

⑵ HADITS RASŪLULLĀH SHALLALLĀHU ‘ALAYHI WA SALLAM

Diriwayatkan oleh Hudzaifah radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

وَ جُعِلَتْ لَنَا الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدًا وَجُعِلَتْ لَنَاتُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ

“Dan dijadikan untuk kami bumi seluruhnya adalah masjid dan dijadikan untuk kami tanahnya suci & mensucikan jika kami tidak mendapatkan air.” (HR Muslim)

⑶ IJMA’ PARA ULAMA

⇒ Bahwasanya tayammum adalah disyari’atkan di dalam Islam.

■ KETIGA | HIKMAH DISYARI’ATKANNYA TAYAMMUM

Bahwasanya dia adalah rahmat (kasih sayang) dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla terhadap kaum muslimin dengan memberikan kemudahan berupa disyari’atkannya tayammum.

Allāh Ta’āla berfirman:

مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan Allāh tidak menghendaki kesulitan bagi kalian, justru Allāh Subhānahu wa Ta’āla menghendaki untuk kalian agar membersihkan kalian serta menyempurnakan nikmatnya agar kalian bersyukur.” (QS Al-Māidah: 6)

■ KEEMPAT | SYARAT DIPERBOLEHKANNYA TAYAMMUM

قال المصنف:
((و شرائط التيمم خمسة أشيآء))

((Dan syarat-syarat tayammum ada 5 perkara))

• SYARAT ⑴

((وجود العذر بسفر أو مرض))

((Adanya udzur/alasan disebabkan Shafar/bepergian atau disebabkan penyakit))

⇒ Disini ada dhābith (ketentuan) bolehnya seseorang bertayammum, diantaranya:

❶ Al-‘Ajz (العجز)

Yaitu ketidakmampuan dalam menggunakan air, apakah karena tidak bisa menggunakan air atau dikhawatirkan dalam menggunakan air tersebut akan menyebabkan kemudharatan yang lebih besar.

❷ Al-Faqdu (الفقد)

فقدان الماء

“Tidak mendapatkan air sama sekali.”

Diantara sebab al-‘ajz (ketidakmampuan) tersebut diantaranya adalah Shafar (bepergian) dan sakit, sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاء أَحَدٌ مِّنكُم مِّن الْغَآئِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ…

“Dan apabila kalian dalam keadaan sakit atau dalam keadaaan Shafar dan kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah… “(QS An-Nisā: 43)

⇒ Ibnu ‘Abbas radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu menafsirkan ayat ini bahwasanya: “Jika kalian sakit maka bertayammumlah dan jika kalian dalam keadaan Shafar dan tidak mendapatkan air maka bertayammumlah.”

• SYARAT ⑵

((ودخول وقت الصلاة))

((Dan masuknya waktu shalat))

Firman Allāh Ta’āla:

إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ

“Apabila kalian akan mendirikan shalat maka cucilah wajah-wajah kalian.” (QS Al-Māidah: 6)

Oleh karena itu diperintahkannya untuk thahārah pada saat masuk waktu shalat.

Adapun wudhū’ maka disana terdapat dalil yang lain yang MENGECUALIKAN bahwasanya wudhū’ diperbolehkan sebelum masuk waktu shalat. Sedangkan tayammum, maka dia tetap pada kaidah asal yaitu dilakukan pada saat masuk waktu shalat.

Oleh karena itu disyaratkan pada tayammum adalah masuknya waktu shalat.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

وجعلت لي الأرض مسجدا وطهورا أينما أدركتني الصلاة تيممت وصليت

“Dan dijadikan bumi ini sebagai masjid yang dia adalah suci, dimana saja shalat mendapati saya maka saya bertayammum dan saya shalat.” (HR Ahmad)

⇒ Dan disini kita melihat bahwa Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bertayammum pada saat shalat mendapati Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Kemudian kata para ulama bahwasanya tayammum juga dia adalah thahārah yang disebabkan oleh sesuatu yang darurat dan darurat itu dimulai pada saat waktu shalat sudah masuk.

• SYARAT ⑶

((وطلب الماء))

((Mencari air))

⇒ Maksudnya pada saat tidak mendapatkan air dan setelah berusaha sungguh-sungguh untuk mencari air dan tidak mendapatkannya maka diperbolehkan untuk bertayammum.

• SYARAT ⑷

((و تعذر استعماله إعوازه بعد الطلب))

((Tidak bisa menggunakan air disebabkan kebutuhan akan air setelah mencari air tersebut))

Apabila seseorang mencari dan mendapatkan air tidak melebihi dari kebutuhan yang darurat seperti untuk minum, untuk menyelamatkan hidupnya dan lain sebagainya, maka diperbolehkan dia untuk tidak menggunakan air yang dia butuh padanya, untuk beralih kepada tayammum.

• SYARAT ⑸

((والتراب الطاهر الذي له غبار فإن خالطه جص أو رمل لم يجز))

((Tanah yang suci yang memiliki debu, apabila bercampur dengan semen/plester atau bercampur dengan kerikil maka tidak sah))

Ini adalah pendapat madzhab Syāfi’iyyah bahwasanya disyaratkan tanah suci yang memiliki debu.

Ada beberapa pembahasan yang akan kita tambahkan:

● PEMBAHASAN PERTAMA | HUKUM TAYAMMUM MENGGUNAKAN TANAH

Ini diperbolehkan secara umum oleh para ulama. Dalilnya adalah:

⑴ Firman Allāh Ta’āla:

فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

“Dan bertayammumlah dengan sha’īd yang baik.” (QS An-Nisā: 43)

⇒ Makna ash-sha’īd disini lebih utama untuk ditafsirkan/diterjemahkan sebagai ath-thurāb (tanah).

⑵ Hadits Hudzaifah radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

فُضِّلْنا عَلَى النَّاسِ بِثَلاثٍ : جُعِلَتْ صُفُوفُنَا كَصُفُوفِ الْمَلائِكَةِ ، وَ جُعِلَتْ لَنَا الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدًا ، وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ

“Kami diutamakan atas manusia (umat yang lain) dengan 3 hal; dijadikan shaf-shaf kami seperti shaf malaikat, dijadikan untuk kami bahwa semua permukaan bumi adalah masjid, dijadikan untuk kami tanahnya suci dan mensucikan apabila tidak mendapatkan air.” (HR Muslim)

● PEMBAHASAN KEDUA | HUKUM TAYAMMUM DENGAN MENGGUNAKAN SELAIN TANAH

Para ulama berbeda pendapat pada masalah tayammum dengan selain tanah.

✓PENDAPAT PERTAMA

Bahwasanya tayammum dengan selain tanah tidak boleh dan tidak sah.

Dan ini adalah madzhab Syāfi’iyyah dan Hanābilah dan salah satu riwayat dari Mālikiyyah.

Dalilnya adalah firman Allāh Ta’āla:

فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

(QS An-Nisā: 43)

⇒ Maknanya adalah bahwasanya ash-sha’īd adalah tanah yang memiliki debu dan dikuatkan dengan hadits Hudzaifah radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu bahwasanya disebutkan dalam hadits tersebut:

وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا

“Dan dijadikan tanahnya bagi kami adalah suci dan mensucikan.”

⇒ Disebutkan dalam hadits tersebut makna kalimat “ath-thurāb” secara teks redaksinya. Oleh karena itu yang dimaksudkan ash-sha’īd adalah ath-thurāb.

✓PENDAPAT KEDUA

Diperbolehkan untuk bertayammum dengan seluruh bagian (unsur) bumi yang muncul ke permukaan seperti tanah, kerikil, keramik, batu, batu yang licin dan sebagainya.

Ini adalah madzhab Hanafiyyah, Mālikiyyah dan pendapat yang dipilih oleh Imām Ath-Thabariy, Imām Ibn Hazm, Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, Syaikh Bin Bāz, Syaikh Al-Albaniy dan Syaikh ‘Utsaimin.

Dalilnya adalah:

⑴ Firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

“Dan bertayammumlah dengan sha’īd yang baik.” (QS An-Nisā: 43)

⇒ Makna ash-sha’īd disini diambil dari kalimat ash-shu’ūd dan maknanya adalah al-‘uluw (tinggi/muncul).

Jadi seluruh unsur bumi yang muncul dipermukaan bumi maka bisa dikatakan sebagai ash-sha’īd yang diperbolehkan untuk tayammum.

⑵ Hadits dari Jābir radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

وجعلت لي الأرض مسجدا و طهورا

“Dan dijadikan bagi saya seluruh permukaan bumi adalah sebagai masjid dan sebagai sesuatu yang suci dan mensucikan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadits tersebut menunjukkan bahwa setiap tempat yang diperbolehkan diatasnya shalat maka dia diperbolehkan untuk tayammum dengannya.

⑶ Hadits Abū Juhaym Al-Haritsi Ibn Shammah Al-Anshāriy.

أَبِي جُهَيْمِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ الصِّمَّةِ الْأَنْصَارِيِّ فَقَالَ أَبُو الْجُهَيْمِ الْأَنْصَارِيُّ أَقْبَلَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ نَحْوِ بِئْرِ جَمَلٍ فَلَقِيَهُ رَجُلٌ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى أَقْبَلَ عَلَى الْجِدَارِ فَمَسَحَ بِوَجْهِهِ وَيَدَيْهِ ثُمَّ رَدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ

Abu Juhaym Ibn Hārits Al-Anshāriy berkata: Nabi Shallallāhu ‘Alayhi wa Sallam menghadap ke salah satu sisi dari sumur Jamal kemudian seorang laki-laki bertemu Beliau dan mengucapkan salam kepada Beliau namun Nabi Shallallāhu ‘Alayhi wa Sallam tidak menjawab salam sampai beliau menghadap kepada tembok kemudian mengusap wajahnya dan kedua tangannya dengan tembok tersebut kemudian Beliau baru menjawab salam orang tadi.” (HR Bukhari dan Muslim)

Ini menunjukkan bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bertayammum dengan selain tanah yaitu dengan tembok dan ini adalah pendapat yang lebih kuat.

و الله تعالى أعلم
وصلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه و سلم
و آخر دعونا أن الحمد لله رب العلمين
السلام عليكم ورحمة الله و بركاته

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top