🌍 Kajian Kitab
👤 Al-Ustadz Abu Haidar As-Sundawy حفظه الله
📗 Kitab Awaa’iqu ath Thalab (Kendala Bagi Para Penuntut Ilmu)
📝 as-Syaikh Abdussalam bin Barjas Alu Abdul Karim حفظه الله
Berkata Al-Imam Asy-Syafi’i yang semoga Allah mencurahkan rahmat kepada beliau, “Ilmu itu ada dua jenis, pertama ilmu agama yaitu ilmu fikih yang mencakup seluruh pembahasan agama. Ilmu akidah disebut dengan al fiqul akbar ilmu-ilmu yang berkaitan diluar akidah dan tauhid disebutnya al fiqul ashgor, dua-duanya fikih pemahaman tentang agama. Kedua yakni ilmu dunia, ini juga dianggap memiliki harga dan nilai yaitu ilmu tibbi (ilmu kedokteran). Ini penting untuk menopang pelaksanaan agama yang menjadi kewajiban kita, kalau tidak sehat kan kita tidak bisa secara maksimal melaksanakan agama dan membela agama ini”. Makanya dikalangan para ulama banyak menyelipkan pembahasan tentang ilmu kedokteran baik diambil dari ayat ataupun dari hadits Nabi ﷺ ataupun dari pengalaman. Ibnul Qoyyim rahimahullahu ta’ala beliau didalam sebuah buku yang berisi sejarah kehidupan Nabi ﷺ diselipkan satu bab tentang kedokteran. Buku tersebut adalah Al-Hadyu atau disebut lengkapnya Zad al-Ma’ad fi Hadyi Khairil Ibad, dikenal juga dengan sebutan Zadul Ma’ad, dikenal juga dengan Al-Hadyu karena ada kata fi Hadyi Khairil Ibad, itu berisi sejarah Nabi ﷺ tetapi ditengah-tengah pembahasan tentang sejarah ada satu bab yang disebut Ath-Thibbun Nabawi yang kemudian ada inisiatif dari beberapa orang bab Ath-Thibbun Nabawi dipisahkan secara khusus menjadi buku tersendiri dengan judul Ath-Thibbun Nabawi. Disana dijelaskan tentang masalah kesehatan, penyakit dan obatnya. Itu bermanfaat walaupun menyangkut aspek duniawi dan itulah ilmu dunia yang memiliki nilai dalam pandangan para ulama. Adapun ilmu-ilmu lain baik ilmu syair ataupun ilmu yang lain dari ilmu-ilmu dunia maka itu hanya ana dan abas. Kalo abas artinya dalam konteks bahasa sunda yakni pangangguran (pengangguran) tidak ada pekerjaan, tidak ada kegiatan lalu melakukan sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Dan juga Al-Ana yakni sesuatu yang capek berbuat mempelajari tetapi tidak ada manfaatnya untuk diakhirat. Perkataan imam Syafi’i ini dinukil didalam kitab Al-Hilyah atau Hilyatul Auliya sunan Imam Ibnu Abnain. Berkata Al-Asma’i, “Sesungguhnya yang paling aku takutkan teralami oleh para pencari ilmu adalah bila mereka tidak menguasai nahwu, tidak menguasai ilmu tata bahasa arab terus berbicara tentang agama maka dia akan termasuk kepada apa yang dikatakan oleh Nabi ﷺ “Siapa orang yang berdusta atas namaku maka hendaklah dia bersiap-siap untuk menempati tempat didalam neraka“. Orang yang tidak menguasai ilmu nahwu, gramatika bahasa arab lalu bicara agama, kalau berbicara agama pasti berbicara Qur’an dan Hadits namun orang ini tidak akan bisa membedakan hadits itu shahih atau tidak atau dhoif atau palsu asal bahasa arab dianggapnya hadits. Betapa banyaknya pribahasa dalam bahasa arab yang dianggap hadits karena kebodohan. Pernah tidak kita umpamanya mendengar ” اُطْلُبُوْا العِلْمَ وَلَوْ في الصِّينِ “, carilah ilmu walaupun ke Negeri China ? itu bukan hadits. Pernah tidak kita mendengar ucapan ” اُطْلُبُوا العِلْمَ مِنَ المَهْدِ إِلى اللَّحْدِ “, carilah ilmu dari mulai buaian sampai masuk lubang lahat ini dianggap hadits ? itu bukanlah hadits. Pernah tidak kita mendengar ” اعمل لدنياك كأنك تعيش أبداً ، واعمل لآخرتك كأنك تموت غداً “, beramalah kamu untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya, tetapi beramalah kamu untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok, pernah mendengar ? itu semuanya bukan hadits, itu hanyalah sebuah pribahasa didalam bahasa arab tetapi banyak orang mengatakan berkata Rasul ﷺ “pakai baginda berkata“. Nah, dibulan Ramadhan pernah tidak kita mendengar ada ustadz yang mengatakan bahwa shaum jihad terbesar karena jihad melawan hawa nafsu lalu dikutip hadits “berkata Nabi ﷺ kita baru pulang dari jihad kecil menuju jihad besar, sahabat bertanya “Apa jihad besar itu ?”, yakni jihadun nafs (jihad melawan hawa nafsu)“, pernah tidak mendengar ini ? itu bukanlah hadits, itu hadits palsu, kepalsuannya diterangkan oleh para ulama seperti Imam Ibnu Hajar didalam kitab tasydidul qous menyatakan bahwa hadits ini ucapan Ibrahim bin Ablah yang kemudian diklaim sebagai sebuah hadits. Termasuk imam Al-Iraqi dalam kitab takhrijul ahaditsil lyah ada Ilyah Ulumu Diin. Hadits tersebut ada didalam kitab ilyah ulumu diin susunan imam Rozali rahimahullah. Kitab ilyah ulumu diin hadits-haditsnya ditakhrij oleh imam Al-Iraqi Al-Hafidz lalu hasil penela’ahan terhadap itu dijadikan sebuah kitab dengan judul Takhrijul Ahaditsil Ihya disana ditemukan hadits tersebut dan hadits tersebut menyatakan tidak ada asalnya setelah diperiksa oleh beliau. Ini juga yang dinukil oleh Syaikhul Islam didalam kitab Al-Furqon Baina Auliya Rahman wa Auliya as-Syaithon disana ada penjelasan tentang takhrij hadits itu. Intinya hadits itu palsu.
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته