Halaqah 07 – Tidak Dinamakan Ibadah Kecuali Dengan Tauhid
🎙 Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
📗 Silsilah Qawa’idul Arba’
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين
Halaqah yang ke-7 Penjelasan Kitāb Al Qawā’idul Arba’ karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb At-tamīmiy rahimahullāh.
Kemudian beliau mengatakan :
فَإِذَا عَرَفْتَ أَنَّ اللهَ خَلَقَكَ لِعِبَادَتِهِ؛ فَاعْلَمْ أَنَّ الْعِبَادَةَ لا تُسَمَّى عِبَادَةً إِلا مَعَ التَّوْحِيدِ
Beliau mengatakan:
Apabila engkau wahai pembaca, wahai pendengar mengetahui bahwasanya Allāh menciptakan dirimu untuk beribadah kepada Nya ( فَاعْلَمْ) maka ketahuilah kata beliau bahwasanya ibadah tidak dinamakan ibadah kecuali dengan tauhīd.
Seseorang tidak dinamakan beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, kecuali apabila dia mentauhīdkan Allāh, mengesakan Allāh didalam ibadah tersebut.
Apabila seseorang mengaku beribadah kepada Allāh tetapi dia tidak mengEsakan Allāh didalam ibadah tersebut (artinya) selain dia beribadah kepada Allāh juga menyerahkan sebagian ibadah kepada selain Allāh ‘Azza wa Jalla maka ini tidak dinamakan dengan ibadah.
Oleh karena itu beliau mengatakan,
Ibadah dinamakan ibadah apabila kita bertauhīd hanya mengEsakan Allāh didalam beribadah.
Kemudian beliau mengatakan :
كَمَا أَنَّ الصَّلاةَ لا تُسَمَّى صَلَاةً إِلا مَعَ الطَّهَارَةِ
Sebagaimana shalāt tidak dinamakan shalāt kecuali apabila ada thahārah (bersuci).
Apabila seseorang apabila misalnya melakukan shalāt, ruku, sujud, berdiri, tetapi dia tidak melakukan thahārah, apakah ini dinamakan shalāt?
Secara dzahir orang menyangka bahwasanya dia shalāt tapi karena tidak melakukan thahārah, tidak bersuci, melalukan shalāt tersebut dalam keadaan tidak suci maka ini tidak dinamakan dengan shalāt.
لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
“Allāh Subhānahu wa Ta’āla tidak menerima shalāt salah seorang diantara kalian apabila di berhadats sampai dia berwudhu.”
Berthahārah adalah termasuk syarat syahnya shalāt, orang yang shalāt tanpa berthahārah maka tidak dinamakan melakukan shalāt.
Ini adalah perumpamaan yang beliau bawakan untuk kita supaya kita mudah memahami ucapan beliau.
Demikian pula ibadah apabila seseorang tidak bertauhīd didalam ibadah tersebut maka ini tidak dinamakan ibadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Sebagaimana shalāt apabila tidak berthahārah (bersuci) maka tidak dinamakan dengan shalāt.
Kemudian beliau mengatakan:
فَإِذَا دَخَلَ الشِّرْكُ فِي الْعِبَادَةِ فَسَدَتْ
“Maka apabila kesyirikan masuk didalam sebuah ibadah, ibadah tersebut akan menjadi rusak.”
كَالْحَدَثِ إِذَا دَخَلَ فِي الطَّهَاَرِةِ
Sebagaimana hadats kecil maupun besar apabila masuk didalam thahārah maka akan merusak thahārah tersebut.
Orang yang dalam keadaan suci apabila ada hadats baik yang kecil maupun yang besar maka kesucian dia menjadi rusak.
Syirik apabila masuk didalam ibadah seseorang, ibadah tersebut akan menjadi rusak akan menjadi gugur.
Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:
مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ ۚ أُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُون
“Tidaklah orang-orang musyrikin mereka memakmurkan masjid-masjid Allāh dalam keadaan mereka bersaksi bahwasanya mereka adalah orang-orang yang kāfir, mereka lah orang-orang yang gugur dan terhapus amalan-amalan mereka dan mereka akan kekal didalam neraka.”
(QS At-Tawbah : 17)
Orang-orang musyrikin (Quraysh) yang ada dizaman nabi Shallallāhu ‘alayhi wa sallam mereka mengaku bahwasanya mereka memakmurkan masjidil Harām, memakmurkan ka’bah, menghormati orang-orang yang datang kesana, memberikan minum kepada jama’ah haji yang datang kesana, ini adalah pengakuan orang-orang musyrikin.
Allāh mengatakan tidaklah orang-orang musyrikin mereka yang memakmurkan masjid-masjid Allāh sedangkan mereka bersaksi atas diri mereka sendiri, bahwasanya mereka adalah orang-orang yang kufur.
Dan Allāh mengabarkan bahwasanya amalan-amalan yang mereka lakukan adalah amalan-amalan yang batal (terhapus)
أُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُون
Mereka adalah orang-orang yang batal amalan-amalannya dan mereka kekal didalam neraka.
Kenapa batal ? Padahal mereka melakukan amalan yang besar, memberikan penghormatan kepada orang-orang yang datang untuk beribadah kesana.
Karena Ibadah haji ini sudah ada semenjak zaman dahulu bahkan sebelum datangnya Islām yang dibawa oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, ibadah haji termasuk peninggalan dari nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām yang merupakan nenek moyang dari orang-orang Quraysh itu sendiri, meskipun sudah dirubah caranya oleh orang-orang Quraysh.
Jadi mereka mengaku memakmurkan masjid-masjid Allāh akan tetapi mereka orang-orang yang kufur sehingga Allāh batalkan amalan-amalan mereka.
Menunjukan bahwasanya kesyirikan dan kekufuran bisa membatalkan amalan sebagaimana hadats ini bisa membatalkan thahārah seseorang.
وصلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته