Halaqah 98 | Ahlus Sunnah Menyebut Ahlu Kiblat Sebagai Muslimin dan Mukminin Bag 2
Kitab: Aqidah Ath-Thahawiyah
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
Transkrip: ilmiyyah.com
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله
Halaqah yang ke-98 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Al-Aqidah Ath-Thahawiyah yang ditulis oleh Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullāh.
Para ulama, mereka memiliki catatan dalam ucapan beliau,
وَنُسَمِّي أَهْلَ قِبْلَتِنَا مُسْلِمِينَ مُؤْمِنِينَ، مَا دَامُوا بِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِيُّ ﷺ مُعْتَرِفِينَ، وَلَهُ بِكُلِّ مَا قَالَهُ وَأَخْبَرَ مُصَدِّقِينَ
karena seakan-akan ucapan beliau membatasi yang namanya keimanan itu selama kita masih mengakui, karena beliau mengatakan disini
مَا دَامُوا بِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِيُّ ﷺ مُعْتَرِفِينَ، وَلَهُ بِكُلِّ مَا قَالَهُ وَأَخْبَرَ مُصَدِّقِينَ
selama masih mengakui, selama masih membenarkan berarti dia Muslim, dia kufur kalau sudah mendustakan, kalau dia sudah tidak mengakui. Jadi seakan-akan iman itu hanya tasdīq saja, seakan-akan iman itu hanya i’tiraf saja, yaitu pengakuan. Selama dia masih mengakui, selama dia masih membenarkan maka dia adalah Muslim, dan ini sebagaimana kita tahu ini adalah aqidahnya murji’ah.
Menurut mereka, iman itu adalah tasdīq saja. Selama antum punya tasdīq, maka antum beriman. Tentunya ini adalah mazhab yang batil, karena iman itu bukan hanya tasdīq saja. Iman adalah tasdīqun bil-janān, wal-qawl bil-lisān, wal-‘amal bil-arkān. Harus diucapkan dan juga harus diamalkan, itu adalah bagian dari keimanan. Mengucapkan adalah bagian dari keimanan, mengamalkan adalah bagian dari keimanan.
Nabi ﷺ mengatakan:
اَلْاِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ شُعْبَةً اَعْلَاهَا قَوْلُ لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاَدْنَاهَا اِمَاطَةُ الْاَذٰى عَنِ الطَّرِيْقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْاِيمَانِ
“Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih, yang paling tinggi adalah ucapan ‘lā ilāha illallāh,’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan rasa malu adalah bagian dari keimanan.”
(Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu)
Yang paling tinggi adalah ucapan “lā ilāha illallāh”, berarti ucapan ini adalah bagian dari iman, bukan hanya tasdīq saja. Menyingkirkan gangguan dari jalan juga termasuk keimanan, dan itu adalah amalan anggota badan. Ucapan dan amalan anggota badan termasuk cabang keimanan, bukan hanya tasdīq saja.
Dan rasa malu adalah bagian dari keimanan, berarti rasa malu ada dalam hati. Hadits ini menunjukkan bahwasanya iman itu adalah apa yang ada di dalam hati, apa yang diucapkan oleh lisan, dan apa yang dilakukan oleh anggota badan.
Sebagaimana cabang keimanan ada yang berupa ucapan, ada yang berupa perbuatan, ada yang berupa aqidah, maka cabang kekufuran juga sama. Ada kekufuran yang dilakukan oleh lisan, ada kekufuran yang dilakukan oleh anggota badan, ada kekufuran yang dilakukan oleh apa yang ada dalam hati seseorang.
Seseorang yang mengatakan dengan lisannya dia berdoa kepada selain Allāh berarti dia dengan lisannya akhirnya keluar dari agama Islam karena dia berdoa kepada selain Allāh. Allāh ﷻ mengatakan tentang orang-orang munafiqin
وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلَامِهِمْ
berarti ada ucapan yang bisa mengeluarkan seseorang dari agama Islam. Sehingga membatasi kekufuran hanya dengan kalau dia tidak tasdīq (mengakui) maka dia keluar dari agama Islam ini tentu tidak benar.
Terkadang seseorang dia mungkin tasdīq dalam hatinya, dia membenarkan dalam hatinya, tetapi dia mengucapkan ucapan yang kufur, maka dia keluar dari agama Islam meskipun dalam hatinya dia membenarkan.
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِكَلِمَة لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا يهْوِي بِهَا فِي النَّارِ جَهَنَّم
Sesungguhnya seseorang dia mengucapkan sebuah ucapan, awalnya tidak menganggap ucapan tadi, tapi ternyata dia masuk ke dalam Neraka dengan sebab ucapan tadi. Berarti, terkadang hatinya mungkin membenarkan tapi ucapannya menyimpang, dan dengan sebab ucapannya tadi, dia masuk ke dalam Neraka. Sehingga membatasi kekufuran hanya dengan kalau dia tidak tasdīq (mengakui) ini tentunya adalah pendapat yang bathil.
Demikian pula terkadang kekufuran dilakukan dengan perbuatan, sebagaimana terkadang dengan lisan, terkadang dengan perbuatan, seperti orang yang sujud kepada selain Allāh, atau yang menyembelih untuk selain Allāh. Bukankah ini perbuatan yang mengeluarkan seseorang dari agama Islam? Meskipun dalam hatinya dia membenarkan, membenarkan Nabi Muhammad ﷺ, tapi jika dia bersujud kepada selain Allāh maka dia keluar dari agama Islam.
Sehingga perlu diperhatikan ucapan beliau ini
مَا دَامُوا بِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِيُّ ﷺ مُعْتَرِفِينَ، وَلَهُ بِكُلِّ مَا قَالَهُ وَأَخْبَرَ مُصَدِّقِينَ
Pembatasan kekufuran dengan hanya tidak tasdīq atau tidak i’tiraf ini tidak benar. Terkadang seseorang keluar dari agama Islam dengan ucapannya, terkadang seseorang keluar dari agama Islam dengan perbuatannya.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته