Materi 33 ~ Tertipu, Ujub Dan Kibr (03) – Bangga diri dengan ilmu yang dimiliki adalah penyebab terhalangnya dari mengambil faidah ilmu

🌍 Kajian Kitab
👤 Al-Ustadz Abu Haidar As-Sundawy حفظه الله
📗 Kitab Awaa’iqu ath Thalab (Kendala Bagi Para Penuntut Ilmu)
📝 as-Syaikh Abdussalam bin Barjas Alu Abdul Karim حفظه الله

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Berkata Imam Ibnu Jauzi rahimahullahu ta’ala, “Seutama-utama perbuatan adalah menambah ilmu dan belajar terus menerus”. Kalau umpamanya seseorang sudah mengajar, belajarnya harus lebih lama daripada jam mengajarnya. Contoh kalau dia mengajar 2 jam berarti belajarnya harus lebih dari 2 jam sebelumnya (terlebih dahulu). Andaikan tidak ada jadwal mengajar seorang dai harus tetap belajar karena pada hakikatnya dia belajar bukan untuk diajarkan tetapi untuk kepentingan pribadinya sendiri agar dirinya lebih berilmu, lebih takut, lebih bertaqwa, lebih beriman daripada sebelumnya, lebih bersemangat dalam beribadah, mau mengajar atau tidak maka tetap harus belajar (Tazayyud). Pada hakikatnya seorang dai belajar itu untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya sendiri.

Itu merupakan niat setiap orang yang ingin belajar ilmu ketika Imam Ahmad rahimahullahu ta’ala berkata bahwa belajar ilmu itu adalah sesuatu yang tidak ada bandingannya apabila niatnya benar. Kemudian ditanya oleh murid-muridnya, “Bagaimana niat yang benar itu ?”. Beliau menjawab, “Dia harus meniatkan belajar ilmu untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya sendiri barulah setelah itu untuk orang lain dengan cara diajarkan”.

Menambah ilmu dengan cara terus menerus untuk belajar karena siapa orang yang membatasi dirinya hanya mencukupkan diri dengan ilmunya yang sudah ada (dia merasa sudah cukup bagi dirinya. cukup bersandar kepada pendapatnya) lalu dia mengagungkan dirinya maka hal tersebut akan menghalangi dia dari mengambil faedah ilmunya. Ilmunya tidak akan bermanfaat bagi dirinya, ilmunya tidak akan memotivasi dia untuk beramal lebih baik daripada sebelumnya baik segi kualitas ataupun dari segi kuantitas.

Berkata Imam Ibnu Jauzi, “Selain orang yang merasa cukup dengan ilmunya lalu bercampur dengan salah satu jenis ujub terhadap pendapatnya maka hal itu akan menghalangi dia dari mengenal kebenaran. Allah akan menghalangi dia dari mengenal kebenaran, Allah akan membuat memandang benar terhadap sesuatu yang salah dan menganggap salah terhadap suatu yang benar, naudzubillahi min dzalik“.

Ada sebuah syair dari Ali bin Tsabit tentang masalah ini.

“Ilmu itu penyimpangannya atau kekeliruannya adalah lahirnya ujub (merasa takjub terhadap diri sendiri) dan ghodob (marah dan emosi ketika orang lain tidak menghargai dirinya)”
Itu merupakan penyimpangan yang dimiliki oleh para penuntut ilmu karena ilmunya. Bukan ilmunya yang bersalah tetapi antisipasi dia setelah berilmu itu yang keliru, yang menyimpang adalah ujub merasa diri paling berilmu, merasa diri layak untuk dihargai dan dihormati maka tersinggunglah dia apabila kiprahnya dalam mengajar dilecehkan orang, tidak dihargai orang, namanya tidak disebut ketika orang-orang berbicara tentang dakwah. Adapun harta penyimpangannya adalah mubazir atau mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tidak bermanfaat apalagi yang mudhorot atau mengeluarkan harta untuk sesuatu yang bermanfaat tetapi melebihi dari kadar yang dibutuhkan itu adalah tabdzir dan itu penyimpangan didalam harta dan nahab (merampas atau mengambil hak orang lain secara tidak benar).

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، أشْهَدُ أنْ لا إلهَ إِلاَّ أنْتَ ، أسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته