Adab-Adab Wajib dalam Berpuasa
Oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin (rahimahullah)
Terjemah : Ummu Abdillah Zubaidah Al-Atsariyah
Editor : Abu Ziyad Eko Haryanto
Source : IslamHouse.com
Segala puji bagi Allah yang memberi petunjuk makhluk-Nya kepada kesempurnaan adab, membukakan pintu rahmat dan kemurahan-Nya dari segala penjuru, menerangi akal kaum muslimin untuk menemukan kebenaran dan mencari ganjaran, membutakan akal orang-orang yang berpaling dari ketaatan, sehingga terbentanglah hijab antara dia dan cahaya Allah. Sebagian mendapat hidayah dengan keutamaan dan rahmat-Nya sedangkan sebagian yang lain tersesat dengan keadilan dan kebijakan-Nya. Sesungguhnya dalam yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah kerajaan, dia Maha Perkasa lagi Maha Pemurah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, yang diutus dengan membawa ibadah yang mulia dan kesempurnaan adab. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam-Nya kepada beliau, kepada segenap kerabat dan sahabat, dan kepada orang-orang yang mengikuti beliau dengan benar sampai kelak hari kiamat.
Saudara-saudaraku …
Ketahuilah, puasa memiliki adab-adab yang banyak, sehingga puasa tidak akan sempurna melainkan dengan menjalankan adab-adabnya. Adab puasa dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
- pertama adab yang wajib, yaitu yang wajib bagi seseorang yang berpuasa untuk menunaikan dan menjaga adab-adab puasanya.
- Dan yang kedua adab yang sunnah, yaitu yang dianjurkan untuk menunaikan dan menjaga adab-adab puasanya.
Shalat Berjamaah
Diantara menjaga adab-adab (puasa) yang wajib adalah seseorang yang berpuasa harus menunaikan ibadah-ibadah yang telah diwajibkan oleh Allah baik ibadah qouliyah (berupa ucapan) ataupun ibadah fi’liyah (perbuatan). Ibadah yang paling utama adalah shalat fardhu yang merupakan rukun islam paling utama setelah dua kalimat syahadat. Sehingga wajib baginya untuk menunaikan shalat berserta rukun-rukunnya, wajibnya dan syarat-syaratnya, menunaikan shalat tepat pada waktunya bersama jama’ah di masjid. Hal-hal tersebut termasuk dari wujud ketaqwaan seorang hamba yang merupakan tujuan disyari’atkan dan diwajibkannya puasa pada umat ini, adapun melalaikan shalat akan menghilangkan ketaqwaan dan pelakunya diancam Allah dengan siksaan.
Allah ta’ala berfirman:
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, Maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun (QS. Maryam: 59-60)
Diantara orang-orang yang berpuasa ada yang masih melalaikan kewajiban shalat jama’ah sementara Allah telah mewajibkan perkara tersebut dalam kitab-Nya sebagaimana firman Allah :
dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata…. (QS. An Nisa’:102)
Allah memerintahkan kaum muslimin untuk melaksanakan shalat berjama’ah meskipun berada dalam suasana perang dan ketakutan, maka dalam kondisi aman dan tenang perintah shalat berjama’ah lebih ditekankan lagi.
Dari Abu Hurairah RadhiyaLlahu ‘Anhu diceritakan bahwa seorang lelaki buta berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
يا رسولَ الله ليس لي قائدٌ يقودنُي إلى المسجدِ. فرخَّصَ له. فلمَّا ولَّى دعاه وقال هلْ تسمعُ النِّداء بالصلاةِ؟ قال نَعَمْ قال فأَجِبْ، رواه مسلم
“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak ada orang yang menuntunku pergi ke masjid, apakah aku punya keringanan untuk shalat di rumahku?”. Mulanya beliau memberi izin. Tapi setelah orang itu beranjak, beliau memanggilnya dan bertanya, “Apakah engkau mendengar seruan untuk shalat?”, ia menjawab, “Ya”, Beliau berkata lagi “Kalau begitu penuhilah”. HR. Muslim.
Rasulullah tidak memberi keringanan kepada lelaki tersebut untuk meninggalkan shalat berjama’ah padahal ia buta dan tak ada yang menuntunnya. Seseorang yang meninggalkan shalat jama’ah karena melalaikan kewajiban ini akan kehilangan kebaikan yang banyak berupa dilipat gandakannya kebaikan (pahala), karena pahala shalat jama’ah dilipat gandakan sebagaimana dalam shahih Bukhari Muslim, dari hadits ibnu Umar –Radhiyallahu ‘Anhuma– bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
صلاةُ الجماعة تفضل على صلاةِ الْفذِّ بسبْعٍ وعشرين درجةً
“Shalat berjama’ah 27 derajat lebih utama daripada shalat sendiri”
Dan dia akan kehilangan kemaslahatan-kemaslahatan untuk masyarakat yang semestinya diperoleh kaum muslimin jika mereka berjama’ah di masjid berupa tumbuhnya rasa saling mencintai dan terkaitnya hati, mengajari orang-orang yang belum tahu, menolong orang-orang yang membutuhkan, serta kebaikan-kebaikan yang lainnya.
Seorang yang meninggalkan shalat berjamaah berarti telah menghantarkan dirinya kepada hukuman Allah dan menyamakan dirinya dengan orang-orang munafiq. Sebagaimana dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim:
أثْقلُ الصَلَوَاتِ على المنافقين صلاةُ العشاءِ وصلاةُ الفجر، ولو يَعْلَمون ما فيهما لأتَوهُما ولوْ حَبْواً. ولقد هممْت أنْ آمُرَ بالصلاةِ فتقام، ثم آمر رجلاً فيصلِّي بالناس، ثم أنطلق معي برِجالٍ معهم حِزَمٌ من حطبٍ إلى قوم لا يشهدون الصلاةَ فأحرق عليهم بيوتَهم بالنارِ
Shalat yang paling berat bagi oleh orang-orang munafiq adalah shalat Isya’ dan Shubuh, seandainya mereka mengetahui balasan pada dua shalat tersebut, niscaya mereka akan bersegera melaksanakannya walaupun dengan merangkak. Dan sungguh aku sangat ingin agar shalat ditegakkan, kemudian aku menyuruh seorang laki-laki untuk mengimami shalat kemudian beberapa orang laki-laki pergi bersamaku dengan membawa kayu bakar kepada suatu kaum yang tidak menghadir shalat dan akan aku bakar rumah mereka.
Dalam shahih Muslim dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
من سَرَّه أنْ يَلْقى الله غداً مسلماً فلْيحافظْ على هؤلاء الصلواتِ، حيث يُنادَى بهن فإنَّ الله شَرَعَ لنبيكم سُنَنَ الْهُدى وإنهنَّ مِنْ سُننِ الهُدى
Barang siapa yang ingin bertemu Allah kelak dalam keadaan muslim, hendaklah ia menjaga seluruh shalatnya dengan jama’ah dimana mereka diseru, sesungguhnya Allah telah mensyari’atkan kepada nabi kalian sunnah yang agung, shalat berjama’ah adalah salah satu dari sunnah yang agung tersebut.
Beliau juga berkata,
ولقد رأيتنا وما يتخلَّفُ عنها إلاَّ منافقٌ معلوم النفاقِ. ولقد كَان الرجُلُ يُؤتْى به يُهادَى بين الرجلين حتى يقامَ في الصفَّ
Sungguh tidak ada seorangpun yang menyelisihinya melainkan ia adalah munafik yang hakiki. Sungguh seorang laki-laki akan datang ke masjid dengan dipapah oleh dua orang sehingga ia sampai ke shaf.
Sebagian orang yang berpuasa meremehkan perkara ini, bahkan mereka tidur pada waktu shalat.
Meninggalkan shalat termasuk kemungkaran yang paling besar dan kelalaian yang berat terhadap shalat, sehingga sebagian besar ulama berkata, ”Sesungguhnya barang siapa yang mengakhirkan waktu shalat tanpa udzur yang dibolehkan agama, maka shalatnya tidak diterima sekalipun ia shalat seratus kali”. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
مَنْ عمِل عملاً ليس عليه أمْرُنا فهو رَدّ
Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintah (contohnya) dari kami maka amalannya tertolak. (HR. Muslim).
Dan mengerjakan shalat setelah lewat waktunya bukanlah ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga perbuatan tersebut tertolak.
Menjauhi Perkataan Dusta
Diantara adab-adab yang wajib dipenuhi juga, hendaklah seorang yang berpuasa menjauhi perkara-perkara yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya baik berupa perkataan maupun perbuatan. Seperti menjauhi perbuatan dusta, yaitu menceritakan sesuatu yang bukan kenyataan (kebohongan). Kedustaan yang paling besar adalah berdusta kepada Allah dan rasul-Nya, seperti menyandarkan suatu perkara kepada Allah dan rasul-Nya untuk menghalalkan sesuatu yang telah jelas keharamannya atau mengharamkan sesuatu yang telah jelas kehalalannya tanpa ilmu.
Allah berfrman,
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara Dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah Tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka azab yang pedih. (QS. An Nahl: 116-117).
Dan dalam shahih Bukhari-Muslim, juga dalam kitab shahih yang lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ متعمِّداً فليتبوَّأ مقْعَدَه من النار
Barang siapa yang berdusta atas ku dengan sengaja maka hendaklah ia mengambil “tempat duduknya” di neraka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi peringatan keras orang yang berdusta, beliau bersabda:
إيَّاكُم والكذبَ فإنَّ الكَذبَ يَهْدِيْ إلى الفُجُورِ وإنَّ الفجورَ يهدِي إلى النار ولا يزالُ الرجلُ يكذِب ويتحرَّى الكذبَ حتى يُكتَب عند الله كَذَّاباً»، متفق عليه
Jauhilah perbuatan berdusta. Sesungguhnya dusta menghantarkan pada dosa, dan dosa menghantarkan pada neraka. Dan seorang senantiasa berdusta, dan terbiasa berdusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta. (Muttafaq ‘Alaih)
Menjauhi Ghibah
Perkara lainnya yang harus dihindari seorang yang berpuasa adalah ghibah, yaitu menceritakan perihal orang lain tentang sesuatu yang tidak ia sukai, baik menceritakan tentang fisiknya seperti pincang, juling, buta sebagai bentuk celaan, ataupun tentang akhlaqnya, seperti bodoh, fasiq dll. Baik yang dikatakan itu benar ataupun tidak.
Ketika nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang ghibah, beliau bersabda,
هي ذكْرُك أخاك بما يكْره، قيل: أفَرأيتَ إنْ كان في أخِي ما أقول؟ قال: إنْ كان فيه ما تقولُ فقد اغتبتَه وإنْ لم يكن فيه ما تقول فقد بَهَتَّهُ
“Engkau menceritakan perihal saudaramu yang tidak ia sukai” kemudian seorang berkata,” Bagaimana jika apa yang aku katakan itu memang ada padanya?”, beliau bersabda, “Jika apa yang engkau katakan itu benar maka disitulah engkau telah melakukan ghibah, jika apa yang engkau katakan itu tidak ada pada saudaramu maka engkau telah berdusta” (HR. Muslim).
Allah telah melarang perbuatan ghibah dalam Al Qur’an dan mengumpamakan perbuatan ini dengan sejelek-jelek perumpamaan, Allah perumpamakan dengan seorang yang memakan bangkai saudaranya, sebagaimana Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman dalam surat Al Hujurat:12,
Janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa pada malam ketika beliau melakukan Mi’raj, beliau melewati suatu kaum yang kuku-kukunya terbuat dari besi, mereka mencakar wajah dan dada mereka. Kemudian Rasulullah bertanya,
مَنْ هؤلاء يا جبريلُ؟ قالَ: هؤلاءِ الذينَ يأكلونَ لحومَ الناسِ ويَقعونَ في أعْراضِهِم»، رواه أبو داود
“siapakah mereka wahai Jibril?”, berkata Jibril, “mereka adalah orang-orang yang semasa hidupnya memakan daging manusia dan menginjak-injak kehormatan manusia” (HR. Abu Daud)
Menjauhi Namimah
Larangan berikutnya harus dijauhi oleh orang yang berpuasa adalah perbuatan namimah, yaitu menukil perkataan seseorang untuk disampaikan kepada orang lain dengan tujuan menimbulkan permusuhan diantara dua orang tersebut. Perbuatan namimah ini termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لا يدخلُ الجَنَّةَ نَمَّام
Tidak masuk surga, orang yang suka berbuat namimah. (Muttafaq ‘Alaih).
Dan dalam shahih Bukhari dan Muslim, dari hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati dua kuburan, kemudian beliau bersabda,
إنَّهما ليُعَذَّبانِ وما يُعذَّبان في كبير ، أمَّا أحَدُهما فكان لا يسْتنْزهُ من البولِ، وأمَّا الآخرُ فكانَ يَمْشِي بالنَّميمة
“Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang di adzab oleh Allah, keduanya diadzab bukan karena perkara besar, yang satu diadzab karena ia tidak bersuci setelah buang air kecil, dan yang satunya lagi diadzab karena perbuatan namimah”.
Namimah menimbulkan dampak buruk baik pribadi maupun masyarakat, dan dapat memecah belah kaum muslimin, menimbulkan permusuhan diantara mereka.
Dan janganlah kamu ikuti Setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah. (QS. Al Qalam: 10-11)
Maka barang siapa yang memfitnah orang lain di hadapanmu maka bisa jadi ia pun akan memfitnahmu, maka berhati-hatilah.
Menjauhi Berbuat Curang
Larangan yang lain adalah menipu atau berbuat curang, baik dalam berniaga, sewa-menyewa, bekerja, pegadaian, dalam setiap nasehat ataupun saran dan yang lainnya. Menipu atau kecurangan termasuk salah satu dosa besar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berlepas diri dari pelakunya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
من غَشَّنَا فليس مِنَّا. وفي لفظٍ: من غش فليس مِني
“Barang siapa yang berbuat curang/menipu maka ia bukan golongan kami” dalam riwayat yang lain, “Barang siapa yang berbuat curang/menipu maka ia bukan golonganku” (HR. Muslim).
Menipu atau curang berarti menutupi kebenaran, menyia-nyiakan amanah dan menghilangkan kepercayaan diantara manusia. Dan setiap usaha dari perbuatan menipu atau curang adalah usaha yang buruk lagi haram, yang tidak akan memberikan apa-apa kepada pelakunya melainkan ia akan semakin jauh dari Allah.
Menjauhi Nyanyian dan Alat Musik
Larangan berikutnya yang harus dijauhi oleh orang yang berpuasa adalah menjauhi alat musik dengan beragam jenisnya, yang merupakan benda yang melalaikan, seperti gambus, rebab, biola, piano, dan lain-lain. Semua alat-alat ini haram dinikmati. Semakin besar keharaman dan dosanya jika disertai nyanyian dengan suara yang merdu/indah dan membuat terlena.
Allah berfirman dalam al-quran,
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan Perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang hina. (QS. Luqman: 6)
Ibnu Mas’ud ditanya tentang ayat ini, beliau berkata, “Demi Dzat yang tiada Ilah yang berhak disembah selain Dia, yang dimaksud ayat itu adalah nyanyian”. Dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar dan disebutkan oleh Ibnu Katsir dari Jabir, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, berkata Al Hasan, “ayat ini diturunkan berkenaan dengan nyanyian”. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan peringatan keras untuk menjauhi alat musik dan menyandingkan kedudukan pelakunya dengan pelaku zina, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ليكونَنَّ من أمَّتي أقْوَامٌ يستحِلُّونَ الحِرَ والحريرَ والخمْر والمعازفَ
Akan ada (di akhir zaman) dari umatku, kaum yang menghalalkan kehormatan, sutera dan alat musik. (HR. Bukhari).
Yang dimaksud kehormatan adalah farji (kemaluan), lebih tepatnya, perbuatan zina. Pengertian menghalalkan dalam hadits di atas adalah seorang melakukan perbuatan tersebut dengan kesadaran. Hal ini sungguh telah terjadi pada zaman kita sekarang, sebagian orang memainkan alat musik atau mendengarkannya seakan-akan apa yang mereka lakukan itu adalah perkara halal. Ini merupakan salah satu keberhasilan dari tipu daya yang dilancarkan musuh-musuh Islam, sehingga kaum muslimin lalai dari berdzikir kepada Allah, agama dan dunia mereka. Sehingga jumlah kaum muslimin yang gemar mendengarkan musik lebih banyak ketimbang yang senang mendengar bacaan Al Qur’an, Hadits, perkataan para ulama’ yang menjelaskan hukum-hukum dalam syari’at agama islam berserta hikmah-hikamhnya. Maka berhati-hatilah wahai kaum muslimin dari melakukan pembatal-pembatal dan pengurang pahala puasa, jagalah diri kalian dari berkata yang buruk dan berbuat dusta.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
من لم يَدَعْ قولَ الزور والعملَ به والجهلَ فليس لله حاجةٌ في أنْ يَدَع طعامَهَ وشرابَه
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta serta bodoh maka Allah tidak butuh pada puasanya”.
Berkata Jabir Radhiyallahu ‘anhu, “Jika engkau berpuasa, maka puasakanlah pendengaran, penglihatan dan lisanmu dari berdusta dan berbuat keharaman. Jangan menyakiti tetangga, dan buatlah tetanggamu merasa tenang dan nyaman terhadapmu. Jangan engkau samakan hari ketika engkau berpuasa dengan hari ketika engkau tidak berpuasa”
Ya Allah jagalah agama kami, anggota tubuh kami dari menimbulkan kemarahan-Mu. Ampunilah dosa-dosa kami, kedua orang tua kami, dan seluruh kaum muslimin dengan rahmat-Mu wahai Dzat yang maha Penyayang. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada nabi kami Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarganya, serta para sahabatnya.