Home > Halaqah Silsilah Ilmiyah > Kun Salafiyyan Alal Jaddah > Halaqah 50 | Perkara-Perkara Yang Boleh Seseorang Untuk Ghibah Dan Menyebutkan Kekurangan Menurut Para Ulama Dan Hukuman Untuk Orang Yang Loyal Kepada Ahlul Bid’ah (SELESAI)

Halaqah 50 | Perkara-Perkara Yang Boleh Seseorang Untuk Ghibah Dan Menyebutkan Kekurangan Menurut Para Ulama Dan Hukuman Untuk Orang Yang Loyal Kepada Ahlul Bid’ah (SELESAI)

Kitab: Kun Salafiyyan Alal Jaddah
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A

بسم الله الرحمٰن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه

Berkata Syaikh Abdussalam As-Suhaimi dalam kitab beliau Kun Salafiyyan ‘Alā Al-Jāddah,

الأبواب التي تجوز فيها الغيبة والجرح عند علماء الإسلام

Bab-bab perkara-perkara yang boleh seseorang untuk ghibah dan mencela atau menyebutkan kekurangan menurut para ulama.

Di sini beliau akan mendatangkan ucapan para ulama kita tentang, ternyata di sana ada perkara-perkara yang boleh kita ghibah di dalamnya.

قال النووي رحمه الله

Berkata Al-Imam An-Nawawi rahimahullah:

اعلم أن الغيبة تباح لغرض صحيح شرعي لا يمكن الوصول إليه إلا بها وهو ستة أبواب:

Ketahuilah bahwasanya ghibah ini diperbolehkan untuk maksud yang benar secara syariat, tidak mungkin kita sampai kepadanya kecuali dengan ghibah tadi dan itu ada enam bab, kata beliau.

الأول : التظلم .

Yang Pertama adalah: Mengadukan kedzhaliman.

Boleh seseorang mengadukan kezaliman, (misalnya) “Si Fulan begini, begitu, telah menzalimi ana.”

الثاني : الاستعانة على تغيير المنكر ورد العاصي إلى الصواب.

Yang Kedua adalah: Meminta pertolongan orang untuk mengubah kemungkaran.

(Misalnya) “Tolong ya fulan, anak ana demikian dan demikian.”
Menyebutkan kejelekannya, tujuannya adalah supaya dia membantu untuk mengingkari kemungkaran tersebut dan mengembalikan orang yang berbuat maksiat kepada kebenaran.

الثالث : الاستفتاء

Yang Ketiga adalah: Seorang bertanya tentang sebuah hukum.

(Misalnya) “Ya syaikh, telah terjadi antara saya dan tetangga saya, demikian dan demikian,” dia ingin bertanya tentang sebuah hukum. Ini juga boleh.

الرابع : تحذير المسلمين من الشر ونصيحتهم.

Yang Keempat adalah: Mengingatkan kaum muslimin dari sebuah kejelekan, dan menasihati mereka dari sebuah kejelekan.

Seperti kita ingin mengingatkan kaum muslimin tentang rawi tertentu, maka tidak masalah. Supaya kaum muslimin waspada terhadap hadits-hadits yang dibawakan oleh rawi ini.

الخامس : أن يكون مجاهراً بفسقه وبدعته.

Yang Kelima adalah: Dia terang-terangan dengan kefasikannya dan kebid’ahannya.

Kalau dia sudah tidak sembunyi-sembunyi menampakkan kebid’ahannya, ini bukan ghibah lagi, ini bukan sembunyi-sembunyi

السادس: التعريف

Yang Keenam adalah: Ingin mengenalkan

فإذا كان الإنسان معروفاً بلقب كالأعمى والأعرج والأصم جاز تعريفهم بذلك

Mengenalkan, apabila seseorang itu memang dikenal dengan gelarnya, si buta misalnya, atau si pincang, atau si tuli, maka yang demikian boleh mengenalkan mereka dengan yang demikian.

Misalnya begini, ada dua orang, Yusuf namanya, yang satu buta dan yang satunya tidak buta. Kemudian kita mengatakan, “Yusuf si buta telah datang ke rumah,” atau mengatakan “Yusuf yang buta itu telah datang ke rumah.” ketika dia menyebutkan kekurangan tadi, ini tidak merupakan ghibah kerena tujuannya adalah untuk menjelaskan atau mengenalkan.

Kemudian beliau mengatakan,

ثم قال فهذه ستة أبواب ذكرها العلماء وأكثرها مجمع عليها دلائلها من الأحاديث الصحيحة المشهورة .

Ini adalah enam bab yang disebutkan oleh para ulama dan sebagian besarnya telah disepakati. Dalil-dalilnya ada dalam hadits yang shahih dan masyhur.

وقد نظم بعض العلماء هذه الأبواب في قوله :

Sebagian ulama telah membuat sebuah نظم untuk enam bab ini. Yaitu sebuah seperti syair untuk enam bab ini:

القدح ليس بغيبــة في ستــة
متظلــم ومعـرف ومحـذر
ومجاهر فسقاً ومستفــت ومن طلب الإعانة في إزالة منكــر.

القدح ليس بغيبــة في ستــة

Mencela itu bukan termasuk ghibah dalam enam perkara.

متظلــم ومعـرف ومحـذر

Orang yang mengadukan kedzaliman, orang yang mengenalkan, orang yang mengingatkan

ومجاهر فسقاً ومستفــت ومن طلب الإعانة في إزالة منكــر.

Dan orang yang terang-terangan dalam kefasikan, orang yang bertanya (meminta fatwa) dan orang yang meminta pertolongan orang lain untuk menghilangkan kemungkaran.

قلت :

Maka aku katakan (yaitu syaikh Abdussalam) وقد ذكر شيخ الإسلام ابن تيميه في جواز غيبة المبتدع شرطين هما :

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah menyebutkan bolehnya mengghibahi ahlul bid’ah, itu dengan 2 syarat.

١ – العلم.
٢ – وحسن النية.
1. Ilmu
2. Husnul Niyyah

Ilmu kita harus punya, kemudian yang kedua adalah baiknya niat. Kita niatnya apa? Niatnya adalah untuk membela agama Allah, menjauhkan penyimpangan orang yang menyimpang dari agama Allah. Itu tujuannya. Bukan untuk merendahkan manusia.

حيث قال يرحمه الله:

Beliau berkata (semoga Allah merahmati beliau):

“ثم القائل في ذلك بعلم لابدّ له من حسن نيِّة

Orang yang berbicara tentang masalah ini (yaitu menjarh, membicarakan) ahlul bid’ah, maka dia harus mempunyai ilmu. Berbicara dengan ilmu dan harus memiliki niat yang baik.

فلو تكلم بحق يقصد العلو في الأرض أو الفساد كان بمنزلة الذي يقاتل حمية ورياء

Kalau dia berbicara dengan benar, tapi maksudnya adalah untuk kesombongan di bumi atau membuat kerusakan, maka dia seperti orang yang berperang tetapi karena fanatik kabilah atau karena riya.

وإن تكلم لأجل الله تعالى مخلصاً له الدين كان من المجاهدين في سبيل الله من ورثة الأنبياء خلفاء الرسل

Dan kalau dia berbicara karena Allah, ikhlas karena Allah, maka dia termasuk orang-orang yang berjihad di jalan Allah, termasuk pewaris para nabi yang mereka adalah penggantinya para rasul.

من ورثة الأنبياء خلفاء الرسل

Termasuk pewarisnya para nabi dan pewarisnya para rasul.

وليس هذا الباب مخالفاً لقوله صلى الله عليه وسلم

Dan bab ini bukan berarti dia bertentangan dengan sabda Nabi ﷺ:

“الغيبة ذكرك أخاك بما يكره”

“Ghibah adalah engkau menyebutkan kejelekan dari saudaramu yang tentunya dia benci.”

فإن الأخ هو المؤمن وأخ المؤمن إن كان صادقاً في إيمانه لم يكره هذا الحق الذي يحبه الله ورسوله وإن كان فيه شهادة عليه وعلى ذويه بل عليه أن يقوم بالقسط ويكون شاهداً لله ولو على نفسه أو والديه أو قريبه

Syaikhul Islam beliau mengatakan: Maka seorang saudara, saudara tersebut adalah orang yang beriman, dan dia adalah saudara orang yang beriman. Kalau memang dia jujur di dalam keimanannya, tidak dibenci kebenaran yang dicintai oleh Allah dan juga rasulNya, meskipun di dalamnya ada persaksian atasnya yaitu persaksian yang merugikan dia dan juga keluarganya. Bahkan kewajiban dia adalah berbuat adil dan menjadi saksi karena Allah, meskipun itu kembali kepada dirinya sendiri atau kedua orang tuanya atau keluarganya

ومتى كره هذا الحق كان ناقصاً إيمانه

Maka kapan saja dia membenci kebenaran ini, berarti telah berkurang keimanannya
(ketika dia membenci kebenaran tersebut).

ينقص من أخوّته بقدر ما نقص من إيمانه

Berkurang dari persaudaraannya sesuai dengan kadar keimanannya.

فلم يعتبر كراهته من الجهة التي نقص منها إيمانه إذ كراهته لما يحبه الله ورسوله توجب تقديم محبة الله ورسوله كما قال تعالى “وَٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَحَقُّ أَن يُرْضُوهُ” (التوبة: ٦٢) – أ هـ كلامه رحمه الله.

Kemudian beliau mengatakan, berkurang persaudaraannya sesuai dengan kadar kekurangan imannya. Maka tidak dianggap kebenciannya dari arah yang berkurang darinya iman dia, karena kebenciannya terhadap apa yang Allah cintai dan rasul cintai mengharuskan dia untuk mendahulukan kecintaan kepada Allah dan juga rasul-Nya. Sebagaimana firman Allah ﷻ yang artinya adalah, “Allah dan rasulNya lebih berhak untuk mereka jadikan ridha, lebih berhak untuk mereka menjadikan ridha.” (QS. At-Taubah: 62)

أ هـ كلامه رحمه الله

Selesai ucapan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.

Jadi di sini beliau mengingatkan tentang pentingnya seseorang memiliki ilmu dalam membantah dan pentingnya seseorang benar di dalam niatnya. Jadi niat dalam membantahnya bukan karena ingin merendahkan orang lain atau membuka aib-aibnya di depan orang lain, tetapi tujuannya adalah untuk membela agama Allah ﷻ dan untuk menjaga sunnah ini dari perkara-perkara yang merusaknya.

Berkata fadhilatusy syaikh Abdussalam As-Suhaimi di akhir kitab beliau, Kun Salafiyyan ‘Alā Al-Jāddah,

ونختم هذه الدروس بما ذكره الشيخ بكر أبو زيد في المبحث التاسع من كتاب هجر المبتدع (ص ٤٨) عقوبة من والى المبتدعة:

Kita tutup pelajaran-pelajaran ini dengan apa yang disebutkan oleh syaikh Bakr Abu Zaid di dalam Mabahats (المبحث) yang kesembilan dari kitab Hajrul Mubtadi’, halaman ke-48, hukuman bagi orang yang loyal terhadap ahlul bid’ah.

حيث قال حفظه الله:

Beliau (semoga Allah menjaga beliau) berbicara:

كما أن المتكلم بالباطل شيطان ناطق فالساكت عن الحق شيطان أخرس

Berkata syaikh Bakr Abu Zaid hafidzhahullah (semoga Allah menjaga beliau), (dan ini adalah ketika beliau masih hidup tentunya. Sekarang beliau sudah meninggal dunia, rahimahullah):
Sebagaimana orang yang berbicara dengan kebathilan itu adalah syaithan yang berbicara, maka orang yang diam dari kebenaran itu adalah syaithan yang bisu.

كما قال أبو علي الدقاق م ستة ٤٠٦ هـ رحمه الله

Sebagaimana disebutkan oleh Abu Ali Ad Daqaq yang meninggal dunia pada tahun 406 H, semoga Allah merahmati beliau.

ومن السنن الثابتة قول النبي صلى الله عليه وسلم المرء مع من أحب

Di antara sunnah yang tetap dari Nabi ﷺ adalah ucapan Nabi ﷺ, “Seseorang itu sesuai atau bersama dengan orang yang dia cintai.”

وقد قال أنس رضي الله عنه:

Dan telah berkata Anas رضي الله عنه

فما فرح المسلمون بشيء بعد الإسلام فرحهم بهذا الحديث

Maka kaum muslimin tidak gembira dengan sesuatu setelah Islam seperti gembiranya mereka dengan hadits ini, karena ketika mereka mencintai Nabi berarti mereka akan bersama Nabi

المرء مع من أحب

“Seseorang itu bersama orang yang dia cintai.”

Sehingga mereka tidak merasakan kebahagiaan setelah kebahagiaan tentunya terhadap masuknya mereka ke dalam agama Islam, terlebih dari kebahagiaan mereka ketika mendengar hadits ini yaitu bahwa seseorang bersama orang yang dia cintai.

وقد شدد الأئمة النكير على من ناقض أصل الاعتقاد فترك هجر المبتدعة.

Para imam, mereka telah mengingkari dan keras mengingkari orang yang membatalkan pondasi aqidah kemudian mereka meninggalkan untuk menghajr ahlul bid’ah.

وفي معرض رد شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله على الاتحادية قال:

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika beliau membantah ittihadiyah, beliau mengatakan:

ويجب عقوبة كل من انتسب إليهم أو ذب عنهم أو أثنى عليهم أو عظّم كتبهم، أو عرف بمساعدتهم ومعاونتهم أو كره الكلام فيهم أو أخذ يعتذر لهم بأن هذا الكلام لايدري ما هو؟ أو من قاله: إنه صنف هذا الكتاب؟

Beliau menjelaskan: Wajib untuk menghukum setiap orang yang menisbatkan diri kepada ahlul bid’ah kepada ittihadiyah atau membela mereka, atau memuji mereka, atau mengagungkan kitab-kitab mereka, atau dikenal menolong mereka, atau dia benci ada orang lain yang membicarakan mereka, atau dia mulai memberikan udzur bahwasanya ucapan ini tidak tahu maksudnya apa, atau siapa yang mengatakan.

إنه صنف هذا الكتاب؟

Apakah dia yang menulis kitab ini?

وأمثال هذه المعاذير التي لايقولها إلا جاهل أو منافق

Dan udzur-udzur yang semisal yang tidak diucapkan kecuali orang yang jahil atau orang yang munafik.

بل تجب عقوبة كل من عرف حالهم ، ولم يعاون على القيام عليهم

Bahkan wajib untuk menghukum setiap orang yang diketahui keadaanya dan dia tidak membantu untuk membantah mereka.

Ini kata Syaikhul Islam juga dihukum orang yang demikian, tidak membantu untuk membantah ahlul bid’ah. Karena apa?

فإن القيام على هؤلاء من أعظم الواجبات؛

Karena membantah mereka ini adalah termasuk kewajiban yang paling besar.

لأنـهم أفسدوا العقول والأديان،

Karena mereka, yaitu ittihadiyah ini, merusak akal dan juga agama.

على خلق من المشايخ والعلماء،

Merusak sebagian masyaikh dan juga para ulama.

والملوك والأمراء

Dan juga para raja dan para penguasa.

وهم يسعون في الأرض فساداً ويصدون عن سبيل الله

Mereka berusaha untuk membuat kerusakan di permukaan bumi dan menghalangi manusia dari jalan Allah.

Kemudian terakhir beliau mengatakan,

قال الشيخ بكر:

Berkata syaikh Bakr Abu Zaid:

فرحم الله شيخ الإسلام ابن تيمية وسقاه من سلسبيل الجنة آمين

Syaikh Bakr mengatakan: Semoga Allah merahmati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan memberikan minum kepada beliau dari Salsabil Al-Jannah (salsabil nya surga). Aamiin, semoga Allah mengabulkan.

فإن هذا الكلام في غاية الدقة والأهمية

Ucapan ini sangat detail dan sangat penting

وهو و إن كان في خصوص مظاهرة “الاتحادية” إلاّ أنه ينتظم جميع المبتدعة فكل من ظاهر مبتدعاً، فعظّمَه أو عظّم كتبَه ونشرها بين المسلمين ونفخ به وبها وأشاع ما فيها من بدع وضلال،

Beliau mengatakan bahwasanya meskipun ini adalah asalnya tentang membantu orang-orang Ittihadiyah (الاتحادية), yaitu orang-orang yang mengatakan Allah bersatu dengan makhluk, bagaimana hukum membantu mereka.

Tapi ucapan Syaikhul Islam ini, bisa cocok untuk seluruh ahlul bid’ah, maka setiap orang yang membantu ahlul bid’ah, mengagungkan dia, mengagungkan kitabnya, mengabarkan kitab-kitab tersebut di antara kaum muslimin, kemudian menghembuskan, yaitu mengajak untuk membeli kitab tersebut atau membaca kitab tersebut dan menyebarkan itu, menyebarkan kitab-kitab tadi, padahal di situ ada kebid’ahan dan juga kesesatan.

ولم يكشفه فيما لديه

Dan tidak membongkar apa yang ada di dalam kitab-kitab tadi.

من زيغ واختلال في الاعتقاد

Berupa penyimpangan dan juga kekurangan, kesalahan di dalam masalah aqidah

إن من فعل ذلك فهو مفرط في أمره

Maka barangsiapa yang melakukan demikian, berarti dia telah مفرط yaitu berkurang-kurang, bermudah-mudahan di dalam urusannya.

Karena dia tidak menjelaskan tentang kesalahan ahlul bid’ah tadi bahkan malah mengagungkan. Maka dia adalah مفرط, dia adalah bermudah-mudah.

واجب قطع شره

Wajib untuk memutuskan kejelekannya.

لئلا يتعدى إلى المسلمين.

Supaya tidak menular kepada kaum kaum muslimin.

وقد ابتلينا هذا الزمان بأقوام على هذا المنوال

Dan kita telah dicoba, diuji di zaman sekarang ini dengan orang-orang yang memiliki manhaj seperti ini.

يعظمون المبتدعة

Mereka mengagungkan ahlul bid’ah.

وينشرون مقالاتهم

Dan mereka menyebarkan tentang tulisan-tulisan mereka ini.

ولا يحذرون من سقطاتهم

Mereka tidak waspada dari kesalahan-kesalahan mereka.

وما هم عليه من الضلال

Dan kesesatan-kesesatan mereka.

فاحذروا أبا الجهل المبتدع هذا نعوذ بالله من الشقاء وأهله

Kemudian Syaikh Bakr mengatakan: Maka hendaklah kalian berhati-hati, waspada dari Abu Jahl yang dia adalah mubtadi’.

Abu Jahl Al-Mubtadi’ maksudnya di sini adalah bukan Abu Jahl paman Nabi, tetapi maksudnya adalah menisbahkan orang-orang ahlul bid’ah itu kepada kejahilan.

Waspada dari ahlul bid’ah ini. Semoga Allāh ﷻ melindungi kita dari kesengsaraan dan juga orang-orang yang sengsara.

Alhamdulillāh, dengan demikian kita sudah menyelesaikan bersama pembahasan kitab Kun Salafiyyan ‘Alā Al-Jāddah. Dan kita katakan,

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

Semoga para ikhwah dan para akhawat sekalian, para admin, para musyrif dan juga para koordinator, bisa mengambil faedah dari kitab yang sangat bermanfaat ini.

بارك الله فيكم
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top