Kitab: Kun Salafiyyan Alal Jaddah
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
بسم الله الرحمٰن الرحيم
الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على أمور الدنيا والدين وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Para ikhwan dan juga para akhawat, para admin, para musyrif dan juga koordinator yang dimuliakan oleh Allah.
Syaikh Abdussalam As-Suhaimi hafidzhahullahu Ta’ala, beliau berkata di dalam kitab beliau “Kun Salafiyyah ‘Ala Al-Jaddah.” masih berkaitan dengan bagaimana para Salaf dahulu keras terhadap bid’ah. Beliau mengatakan,
ولم يكتف أئمة السلف بالرد على أهل البدع والضلال بل حذروا الناس من مجالستهم والاستماع إلى كلامهم
Para imam Salaf, mereka tidak mencukupkan diri dengan hanya membantah para ahli bid’ah dan juga kesesatan. Bukan hanya membantah saja, tetapi mereka juga mengingatkan manusia supaya tidak duduk dengan mereka dan mendengarkan ucapan mereka.
Jadi manusia dilarang untuk duduk bersama ahlul bid’ah, mendengarkan ucapan mereka. Karena kalau sampai duduk dengan mereka dan mendengar ucapan mereka akan dikhawatirkan masuk bid’ah tadi ke dalam hati, sehingga dia tidak bisa berkutik, tidak bisa keluar dari syubhat tersebut dan tentunya ini adalah bencana bagi agama seseorang.
فقد روى الدارمي وابن بطة عن الحسن رحمه الله أنه كان يقول :
Ad-Darimi telah meriwayatkan dan juga Ibnu Batthah dari Hasan, semoga Allah merahmati beliau, bahwasanya beliau mengatakan,
لا تجالسوا أهل الأهواء ولا تجادلوهم ولا تسمعوا منهم
“Jangan kalian duduk-duduk bersama ahlul ahwa` (أهل الأهواء) dan jangan kalian berbantah-bantahan dengan mereka (yaitu berdebat yang di situ mereka tidak menginginkan kebenaran) dan janganlah kalian mendengar dari mereka.”
Jadi beliau melarang untuk duduk bersama ahlul bid’ah, berdebat dengan mereka dan juga mendengar ucapan mereka.
وقد روى الآجرّي واللالكائي عن الحسن أيضاً أن رجلاً أتاه فقال يا أبا سعيد إني أريد أن أخاصمك فقال الحسن: “إليك عني فإني عرفت ديني وإنما يخاصمك الشاك في دينه.”
Al-Ajuri dan juga Al-Lalakai meriwayatkan dari Hasan Al-Bashri, bahwa ada seseorang yang mendatangi beliau kemudian mengatakan, “Wahai Aba Sa’id (kunyahnya Al-Hasan Al-Bashri) sesungguhnya aku ingin mendebatmu.” maka berkata Hasan, “Menjauhlah engkau dariku karena sesungguhnya aku yakin terhadap agamaku dan yang mendebatmu, hanyalah orang yang ragu dalam agamanya.”
Orang yang yakin tidak perlu lagi untuk berdebat. Kami yakin bahwasanya agama Islam itulah yang hak, manhaj Salaf itulah yang hak, untuk apa berdebat. Tidak ada yang kami ragukan.
وعن إسماعيل بن خارجة قال : دخل رجلان من أهل الأهواء على محمد بن سيرين فقالا: يا أبا بكر نحدثك بحديث.
Dari Ismail bin Kharijah, beliau mengatakan: Datang dua orang dari ahlul ahwa, mendatangi Muhammad Ibnu Sirin kemudian keduanya mengatakan: “Wahai Abu Bakar, kami ingin menyebutkan kepadamu satu hadits.”
قال : لا.
Beliau mengatakan, “Tidak, saya tidak mau mendengar dari kalian satu hadits pun.”
قالا :فنقرأ عليك آية من كتاب الله.
Keduanya mengatakan: “Kami akan membacakan satu ayat dari Al-Qur’an.”
قال: لا.
Beliau mengatakan, “Tidak”
وقال: تقومان عني وإلا قمت
Kemudian beliau mengatakan: “Kalian pergi atau aku yang pergi.”
فقام الرجلان فخرجا
Akhirnya dua orang laki-laki ini berdiri, dan kemudian pergi (yaitu meninggalkan Muhammad Ibnu Sirin).
Lihat bagaimana kerasnya Muhammad Ibnu Sirin, beliau adalah seorang ulama tapi meskipun demikian beliau berusaha untuk menjaga. Tidak ada di antara kita yang merasa dirinya aman dari syubhat. Beliau dengan tegas mengatakan, “Kalian yang pergi, atau aku yang pergi.”
فقال بعض القوم ما كان عليك أن يقرأ آية ؟
Maka sebagian kaum ketika melihat kejadian ini atau mendengar kejadian ini mengatakan, “Mengapa engkau tidak mau mendengarkan dari mereka satu ayat?”
فقال :”إني كرهت أن يقرأ آية فيحرفانها فيقر ذلك في قلبي”
Alasannya adalah bukan karena beliau benci terhadap Al-Qur’an. Tidak!
Beliau mengatakan, “Aku benci, aku tidak mau kalau keduanya membaca satu ayat, kemudian mereka menyimpangkan ayat tersebut (ayatnya dibaca benar, tetapi mereka simpangkan dengan makna yang mereka inginkan). Maka tetaplah syubhat tadi di dalam hatiku.”
Apa yang mereka simpangkan tadi menetap di dalam hatinya. Ini alasan kenapa Muhammad Ibnu Sirin tidak mau mendengarkan meskipun satu ayat atau satu hadits dari dua orang ahlul bid’ah tadi.
وروى عبدالله بن الإمام أحمد في السنة عن أبي قلابة رحمه الله
Abdullah ibnu Ahmad, Abdullah ibnu Imami Ahmad, beliau meriwayatkan di dalam kitab As-Sunnah. Dari Abu Qilabah (semoga Allah merahmati beliau).
قال: “لا تجالسوهم ولا تخالطوهم فإني لا آمن أن يغمسوكم في ضلالاتهم ويلبسوا عليكم كثيراً مما تعرفون”
Beliau mengatakan, “Jangan kalian duduk bersama mereka, jangan campur dengan mereka. Karena aku tidak aman, tidak merasa aman, mereka akan memasukkan kalian ke dalam kesesatan mereka yaitu dengan merubah-ubah makna ayat dan juga hadits.”
Karena seorang muslim ketika dibacakan ayat dan hadits menerima. Tapi oleh meraka itu dimanfaatkan untuk menyusupkan syubhat-syubhat dan juga kerancuan mereka. Ini yang dikhawatirkan.
ويلبسوا عليكم كثيراً مما تعرفون
Dan mentalbiskan atas kalian sebagian besar apa yang kalian tahu.
Yaitu apa yang kalian yakini selama ini, gara-gara kalian mendengar ucapan mereka, akhirnya ditalbis oleh mereka, dijadikan rancu, dijadikan tidak nampak atau samar.
فهذه بعض الأحاديث النبوية الشريفة و أقوال سلف الأمة أهل الديانة و التقى و أهل الزهد و الورع،
Maka ini adalah beberapa hadits Nabi dan sebagian ucapan para Salaf yang mereka adalah orang-orang yang beragama (maksudnya adalah baik agamanya) dan mereka adalah orang-orang yang bertakwa dan mereka adalah orang-orang yang zuhud dan memiliki sifat wara’
إضافة إلى ما تقدم من الأمر بالإتباع والنهي عن الابتداع
Ditambah lagi apa yang telah berlalu berupa perintah untuk mengikuti Nabi ﷺ dan larangan untuk melakukan bid’ah di dalam agama.
جاءت مصرحة بجواز الطعن على أهل البدع و بيان حالهم للناس بل عدهم ذلك من الواجبات التي لا يقوم الدين إلا بها و إنّ ذلك من باب الجهاد في سبيل الله يوازي من حيث الشرف و نبل المقصد جهاد الأعداء بالسيف و السنان بل يترجح على ذلك
Beliau mengatakan: Ditambah lagi, apa yang sudah berlalu, berupa perintah untuk mengikuti dan larangan untuk membuat bid’ah di dalam agama. Kemudian telah datang di sana yaitu dalil-dalil atau ucapan-ucapan yang menjelaskan bolehnya mencela ahlul bid’ah yaitu mentahdzir dan menjelaskan keadaan mereka kepada manusia. Bahkan dianggap yang demikian adalah termasuk kewajiban yang tidak akan tegak agama ini kecuali dengan hal tersebut.
Yaitu agama Islam tidak tegak, maksudnya dalam keadaan dia murni, kecuali dengan cara kita mengingatkan manusia dari kebid’ahan dan juga menjelaskan kepada mereka tentang ahlul bid’ah. Karena bid’ah ini dibawa oleh ahlul bid’ah. Kalau kita mengingatkan manusia dari ahlul bid’ah maka harapannya manusia tidak akan mendengarkan bid’ah tersebut.
Dan bahwasanya ini adalah termasuk jihad fisabilillah yang dalam masalah kemuliaan dan tingginya maksud, ini sepadan dengan jihad kepada musuh-musuh dengan pedang. Bahkan sebagian mengatakan bahwasanya jihad dengan ucapan yaitu membantah ahlul bid’ah, ini lebih afdhal daripada jihad dengan pedang.
يقول شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله : “و مثل أئمة البدع من أهل المقالات المخالفة للكتاب و السنة، أو العبادات المخالفة للكتاب و السنة فإنّ بيان حالهم و تحذير الأمة منهم واجب باتفاق المسلمين حتى قيل لأحمد بن حنبل : الرجل يصوم ويصلي ويعتكف أحبّ اليك، أو يتكلم في أهل البدع ؟
Syaikhul Islam mengatakan: “Seperti imam-imam bid’ah dari orang-orang yang mereka memiliki ucapan-ucapan yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits, atau ibadah-ibadah yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits. Maka menjelaskan tentang keadaan mereka dan mengingatkan umat atas mereka ini adalah wajib dengan kesepakatan kaum muslimin.” Sehingga dikatakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal: Ada seseorang yang berpuasa, shalat, beri’tikaf. Apakah itu lebih engkau senangi atau ada orang berbicara, membicarakan tentang ahlul bid’ah?
Maka beliau mengatakan:
فقال : إذا قام وصلى و اعتكف فإنما هو لنفسه وإذا تكلم في أهل البدع فإنما هو للمسلمين ، هذا أفضل.
Kalau dia shalat dan beri’tikaf itu hanya untuk dirinya sendiri, tetapi kalau dia berbicara tentang ahlul bid’ah, membicarakan tentang mereka, mentahdzir mereka, maka ini adalah untuk kaum muslimin. Maka yang demikian adalah afdhal.
فبيّن أن نفع هذا عام للمسلمين في دينهم
Maka beliau yaitu Al-Imam Ahmad rahimahullah menjelaskan bahwa yang kedua tadi manfaatnya adalah umum untuk kaum muslimin dalam agama mereka
من جنس الجهاد في سبيل الله،
Ini termasuk jenis jihad fi sabilillah.
إذ تطهير سبيل الله ودينه ومنهاجه وشرعته ودفع بغي هؤلاء وعدوانهم على ذلك واجب على الكفاية باتفاق المسلمين؛
Karena membersihkan jalan Allah, agama-Nya, manhaj-Nya, syari’at-Nya, dan menolak berlebih-lebihannya mereka dan juga permusuhan mereka atas yang demikian adalah sebuah kewajiban yang fardhu kifayah dengan kesepakatan kaum muslimin.
و لولا من يقيمه الله لدفع ضرر هؤلاء لفسد الدين و كان فساده أعظم من فساد استيلاء العدو من أهل الحرب،
Kalau bukan adanya orang-orang yang menegakkan agama Allah, orang-orang yang Allah menegakkan dia, mendatangkan dia untuk menolak kerusakan mereka (yaitu kerusakan ahlul bid’ah). Kalau Allah ﷻ tidak menjadikan di sana para ulama yang menolak mudharat yang dibawa oleh ahlul bid’ah, niscaya agama ini akan rusak. Dan kalau agama rusak maka ini akan lebih besar daripada musuh menjajah atau musuh yang mereka memerangi kita, menjajah dan menguasai kaum muslimin.
فإنّ هؤلاء إذا استولوا لم يفسدوا القلوب و ما فيها من الدين الاّ تبعاً و أمّا اولئك فيفسدون القلوب ابتداءّ”
Karena mereka, ketika mereka menguasai, mereka (yaitu penjajah-penjajah tersebut) tidak merusak hati dan apa yang berupa agama kecuali hanya sekedar mengikuti saja. Adapun ahlul bid’ah maka mereka merusak hati dari awal.
Menunjukkan bahwa ahlul bid’ah ini sangat berbahaya.
و قال رحمه الله في موضع آخر:
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di tempat yang lain (yaitu di dalam kitab beliau),
“وإذا كان مبتدعاً يدعو إلى عقائد تخالف الكتاب والسنة و يخاف أن يُضِل الرجل الناس بذلك بيّن أمره للناس
Apabila seorang mubtadi’, dia mengajak kepada aqidah yang menyelisihi Al-Qur’an dan Sunnah
و يخاف أن يُضِل الرجل الناس بذلك
Dan dikhawatirkan laki-laki tersebut atau ahlul bid’ah tadi menyesatkan manusia dengan sebab itu
بيّن أمره للناس
Maka dijelaskan kesesatan dia kepada manusia.
ليتقوا ضلاله
Supaya mereka berhati-hati terhadap kesesatan dia
ويعلموا حاله
Supaya mereka mengetahui keadaannya.
وهذا كله يجب أن يكون على وجه النصح وابتغاء وجه الله تعالى لا لهوى الشخص مع الإنسان
Yang demikian semuanya harus, tujuannya adalah untuk menasihati dan mencari wajah Allah, bukan karena hawa pribadi yang ada pada diri manusia.
مثل أن تكون بينهما عداوة دنيوية أو تحاسد أو تباغض أو تنازع على الرئاسة
Seperti misalnya, contoh niat duniawi → di antara keduanya ada permusuhan secara dunia, tidak ada hubungannya dengan agama, atau saling hasad atau saling membenci atau mereka saling berselisih atau saling berebut jabatan
فيتكلم بمساوئه مظهراً للنصح وقصده في الباطن الغض من الشخص و استيفاؤه منه،
Kemudian dia berbicara tentang kejelekan-kejelekannya, menampakkan bahwasanya dia menasihati padahal maksudnya dalam batinnya adalah karena ingin menjelekkan individunya atau membalasnya.
فهذا من عمل الشيطان “
Kalau tujuannya demikian, ini adalah amalan syaithan.”
Jadi harusnya orang yang melakukan demikian, yaitu mentahdzir ahlul bid’ah hendaklah dia memperhatikan keikhlasan dia, tujuannya adalah untuk menjaga dan memurnikan agama Allah, bukan karena maksud duniawi atau karena sebab pribadi.
فالسلف الصالح من الصحابة والتابعين ومن تبعهم على منهاجهم قد انعقد اجماعهم على ذم البدع و أهلها و التحذير منها و من أهلها, اتباعاً للكتاب والسنة فالواجب اتباعهم في ذلك
Maka para Salafush Shalih dari kalangan sahabat dan juga tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam manhaj mereka telah bersepakat untuk mencela kebid’ahan dan juga orang-orang yang melakukan bid’ah atau ahlul bid’ah, dan mengingatkan dari kebid’ahan dan juga orang-orang yang melakukan bid’ah atau ahlul bid’ah karena mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah. Maka kewajiban kita adalah mengikuti mereka dalam yang demikian. Yaitu hati-hati terhadap kebid’ahan dan juga ahlul bid’ah.
Kemudian selanjutnya termasuk manhaj Salaf adalah:
من منهج السلف الرد على المخالف
Termasuk manhaj Salaf adalah membantah kepada orang yang menyelisihi, yaitu menyelisihi Al-Qur’an dan Sunnah.
إنه من المتقرر عند أئمة السلف رحمهم الله الرد على المخالف وسواء كان المخالف من أهل السنة والجماعة خالف في مسألة فقهية أو عقدية أو كان المخالف من أهل البدع،
Termasuk sesuatu yang telah tetap menurut para Imam Salaf, tentang membantah orang yang menyelisihi. Sama saja apakah yang menyelisihi tadi termasuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menyelisihi dalam perkara fiqih atau perkara aqidah, atau yang menyelisihi tadi adalah termasuk ahlul bid’ah.
و لا يلزم في الرد على المخالف ذكر حسنات المردود عليه أو الموازنة بين الحسنات والسيئات،
Dan tidak harus ketika seseorang membantah orang yang menyimpang tadi, dia menyebutkan kebaikan orang yang menyimpang atau dia ber-muwazanah (menyeimbangkan) antara kebaikan dan juga kejelekan.
Jadi tidak harus. Dijelaskan saja, dia bantah saja tanpa harus dia menyebutkan kebaikannya.
فقد مدح الله المؤمنين من غير ذكر مساوئهم، وذم الله الكافرين والمنافقين والفاسقين من غير ذكر محاسنهم،
Allah ﷻ telah memuji orang-orang yang beriman tanpa menyebutkan kejelekan mereka dan mencela orang-orang kafir dan juga orang-orang munafik dan orang-orang fasik tanpa menyebutkan tentang kebaikan mereka.
وقد حذر النبي صلى الله عليه وسلم أمته من أهل الأهواء دون إلتفات إلى ما فيهم من حسنات،
Dan Nabi ﷺ telah mengingatkan umatnya dari أهل الأهواء tanpa menoleh apa yang ada pada diri mereka berupa kebaikan.
وذكر النبي صلى الله عليه وسلم عيوب أشخاص معينين ولم يذكر محاسنهم من باب النصيحة
Dan Nabi ﷺ menyebutkan tentang kejelekan sebagian orang tertentu tanpa menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka sebagai bentuk nasihat.
فعن عائشة رضي الله عنها قالت “تلا رسول الله صلى الله عليه وسلم هذه الآية”
Dari ‘Aisyah, semoga Allah meridhai beliau, beliau mengatakan, “Rasulullah ﷺ membaca ayat ini”
{ هو الذي أنزل عليك الكتاب منه آيات محكمات هن أم الكتاب وأخر متشابهات فأما الذين في قلوبهم زيغ فيتبعون ما تشابه منه ابتغاء الفتنة وابتغاء تأويله وما يعلم تأويله إلا الله والراسخون في العلم يقولون آمنا به كل من عند ربنا وما يذكر إلا أولوا الألباب } (آل عمران – ٧)
Yang artinya: “Dialah Allah ﷻ yang menurunkan kepadamu Al-Qur’an, ada di antaranya (yaitu di antara ayat-ayat Al-Qur’an) yang ayat-ayatnya adalah kokoh dan itu adalah sebagian besar yang ada di dalam Al-Qur’an dan sebagian yang lain adalah mutasyabihat (samar), maka orang-orang yang di dalam hatinya ada penyimpangan dia akan mengikuti apa yang samar tersebut untuk mencari fitnah dan mencari takwilnya. Dan tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah dan orang-orang yang kokoh ilmunya. Mereka mengatakan آمنا به – kami telah beriman dengannya. Semuanya adalah dari Rabb kami dan tidaklah mengingat kecuali orang-orang yang memiliki akal.” (QS. Ali ‘Imran: 7)
Berkata ummul mukminin:
قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
Berkata Rasulullah ﷺ,
“فإذا رأيت الذين يتبعون ما تشابه منه فأولئك الذين سمى الله فاحذروهم” رواه البخاري في صحيحه ومسلم في صحيحه
“Kalau engkau melihat orang-orang yang mengikuti apa yang samar dari Al-Qur’an maka merekalah yang dimaksud oleh Allah فاحذروهم maka hendaklah kalian hati-hati dengan mereka-mereka ini.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahihnya dan juga Muslim di dalam Shahihnya)
وعن أبي هريرة رضي الله عنه
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه beliau mengatakan:
قال : “سيكون في آخر الزمان ناس يحدثونكم بما لم تسمعوا أنتم ولا آباؤكم فإيَّاكم وإيَّاهم” مقدمة مسلم.
Abu Hurairah mengatakan, “Akan ada di akhir zaman orang-orang yang memberitahukan kepada kalian hadits yang tidak mereka dengar, tidak kalian dengar dan tidak didengar oleh bapak-bapak kalian (adanya orang-orang yang menyimpang tadi) فإيَّاكم وإيَّاهم maka hendaklah kalian berhati-hati dan juga mereka.”
ومعلوم أن أهل البدع لا يخلون من محاسن فلم يلتفت رسول الله صلى الله عليه وسلم إليها ولم يذكرها ولم يقل استفيدوا من محاسنهم
Lihat telah diketahuilah bahwasanya ahlul bid’ah mereka tidak lepas dari kebaikan meskipun dia ahlul bid’ah tetapi pasti di sana ada kebaikan yang dia miliki. Nabi ﷺ ketika menyebutkan (mentahdzir) tadi, ternyata beliau tidak menoleh kepada kebaikan-kebaikan tadi dan tidak menyebutkan dan beliau tidak mengatakan, “Hendaklah kalian mengambil faidah dari kebaikan-kebaikan mereka,”
Ini tidak disebutkan oleh Nabi ﷺ padahal jelas mereka yaitu ahlul bid’ah yang beliau tahdzir tadi mereka memiliki kebaikan tetapi tidak disebutkan oleh beliau ﷺ. Ini menunjukkan bahwasanya seseorang ketika mentahdzir itu tidak harus dia menyebutkan kebaikannya.
Baik, mungkin sampai di situ dulu yang bisa kita sampaikan, insyaa Allah kita lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين