Home > Halaqah Silsilah Ilmiyah > Kun Salafiyyan Alal Jaddah > Halaqah 26 | Bolehnya Menyandarkan Diri Kepada Salaf dan bergelar Salafiyyah Bag 2

Halaqah 26 | Bolehnya Menyandarkan Diri Kepada Salaf dan bergelar Salafiyyah Bag 2

Kitab: Kun Salafiyyan Alal Jaddah
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A

بسم الله الرحمٰن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه

Para Ikhwah dan juga Akhawat, Koordinator, para Musyrifin, para Musyrifat, para Admin yang dimuliakan oleh Allah.

Kita lanjutkan pembahasan kitab “Kun Salafiyyan ‘Alā Al-Jāddah” (Jadilah Seorang Salafi yang Sejati) yang ditulis oleh guru kami yang mulia, Fadhillatul Syaikh DR. Prof. Dr. Abdussalām bin Sālim bin Rajā’ As Suhaimī Hafidzhahullāhu Ta’ālā.

Masih kita mengambil faedah dan membaca dari penjelasan beliau tentang bolehnya menisbatkan diri kepada Salaf, dan mengatakan bahwasanya seseorang adalah seorang Salafi, menyandarkan dirinya kepada para Salaf.

Setelah sebelumnya kita menyebutkan ucapan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang bolehnya seseorang menisbatkan dirinya kepada manhaj salaf, dan bahwasanya madzhab salaf adalah sebuah kebenaran saja .

Beliau mengatakan:

فَإِنَّ مَذْهَبَ السَّلَفِ لَا يَكُوْنَ إِلَّا حَقَّاً

“Karena sesungguhnya mazhab Salaf, tidaklah kecuali dia adalah sebuah kebenaran.”

Kemudian kita lanjutkan, beliau menukil setelahnya ucapan dari as-Sam’ani di dalam kitab beliau Al-Ansaab jilid yang ke- 3 halaman 273.

Di dalam kitab ini beliau mengatakan:

اَلسَّلَفِيُ بِفَتْحِ السِّينِ، واللام وفي آخرها فاء – هذه النسبة إلى السلف وانتحال مذاهبهم على ما سُعمت منهم أَو سمعت منهم

“As-Salafi dengan memfathahkan sin س dan juga lam ل dan di akhirnya ada fa ف , maka nisbah ini yaitu seseorang mengatakan As-Salafi, nisbah ini adalah kepada Salaf. هذه النسبة إلى السلف penyandaran ini adalah kepada para Salaf dan mengikuti madzhab mereka, atas apa yang didengar dari mereka.”

Maksudnya adalah berdasarkan ilmu yang didengar dari mereka.

Ini adalah penjelasan dari seorang as-Sam’ani dan beliau termasuk ulama zaman dahulu.

Menjelaskan di dalam kitab beliau ini tentang penisbatan seseorang kepada para Salaf. Ini menunjukkan bahwa istilah ini adalah istilah yang sudah lama, bukan sesuatu istilah yang baru dan tidak diketahui kecuali di zaman ini. Tidak!!

Kemudian juga beliau mendatangkan ucapan Ibnul Atsir.

وَقَالَ ابْنُ الْأَثِير عقب كلام السمعاني السابق

Berkata Ibnul Atsir setelah ucapan as-Sam’ani yang telah berlalu.

Beliau mengatakan:

وعرف به جماعة

Ibnul Atsir, beliau mengatakan

وعرف به جماعة

Dan dikenal dengannya beberapa orang. Yaitu dikenal dan populer, dikatakan sebagai seorang Salafi beberapa orang.

Dan ini menunjukkan, pertama tentang bolehnya mengatakan seseorang adalah salafi, kemudian yang kedua bahwasanya ini adalah istilah yang sudah sejak zaman dahulu.

Di sini dikatakan جماعة beberapa orang, karena mungkin di zaman itu, yaitu di zaman Ibnul Atsir dan yang sebelumnya, ini belum terlalu banyak pemakaiannya. Karena masih mencukupkan diri dengan istilah yang lain. Masih mencukupkan diri dengan istilah yang lain.

وأطلق شيخ الٕاسلام ابن تيمية لقب السلفية في بعض مصنفاته على أولىٔك الذين قالوا بقول السلف في الفوقية

Beliau mengatakan setelahnya, dan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah telah menggunakan laqab As-Salafiyah ini di dalam sebagian kitab-kitab beliau. Dan digunakan salafiyah ini untuk sebagai gelar bagi orang-orang yang mereka berpendapat dengan pendapat Salaf di dalam masalah al-fauqiyah. Al-fauqiyah maksudnya adalah keyakinan bahwasanya Allah ﷻ berada di atas.

Beliau mengatakan, yaitu Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, bahwasanya mereka yang berpendapat, bahwasanya Allah ﷻ di atas mereka adalah as-Salafiyun. Orang-orang yang menisbatkan diri mereka kepada para Salaf.

Ini sekali lagi menunjukkan bahwasanya istilah ini bukan istilah yang baru.

وقال الذهبي رحمه الله في السير

Dan berkata Adz-Dzahabi rahimahullāh di dalam kitab beliau Siyar A’lam An-Nubala (سير أعلام النبلاء) jilid yang ke-12 halaman 380.

فالذي يحتاج إليه الحافظ أن يكون تقيّا ذكيّا سلفيّا

Adz-Dzahabi murid dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di dalam kitab beliau Siyar A’lāmi An-Nubalā’, beliau mengatakan, Maka yang dibutuhkan oleh seorang hāfidzh adalah hendaklah dia menjadi orang yang bertakwa, orang yang cerdas dan beliau mengatakan Salafiyan. Dia adalah seorang yang Salafi yaitu mengikuti madzhab As-Salaf. Ini ucapan Adz-Dzahabi.

Kemudian,

وقال رحمه الله في السير

Beliau juga mengucapkan ucapan yang lain di dalam kitab beliau Siyar A’lāmi An-Nubalā’ dalam jilid yang ke-16 halaman 457.

Beliau menukil dari Ad-Daruquthni,

لم يدخل الرجل أبدا في علم الكلام، ولا الجدال، ولا خاض في ذلك؛ بل كان سلفيا

Di sini Al-Imam Adz-Dzahabi menceritakan, memberikan kepada kita biografi dari Ad-Daruquthni.

Apa cerita beliau, apa kata beliau?

Bahwasanya Al-Imam Ad-Daruquthni sama sekali tidak masuk ke dalam ilmu kalam, tidak mempelajari ilmu kalam dan juga tidak mempelajari jidal (tentang perdebatan). Dan beliau tidak menyibukkan diri beliau di dalam permasalahan-permasalahan tersebut, yaitu ilmu kalam, perdebatan dan seterusnya.

Tapi apa kata beliau?

بل كان سلفيا

Akan tetapi beliau adalah seorang Salafi.

Yaitu Ad-Daruquthni disifati bahwasanya beliau adalah seorang Salafi yaitu yang mengikuti madzhab As-Salaf. Ini adalah ucapan Al-Imam Adz-Dzahabi, menunjukkan bahwasanya istilah ini bukan istilah yang baru sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang.

قلت

Saya (Syaikh) mengatakan,

وفي عصر نا الحاضر أطلق هذه النسبة وهذا اللقب علماء أفاضل عرفوا بالتمسك بالسنة والذب عنها

Di zaman kita sekarang ini (kata Syaikh), maka gelar ini dan penyandaran ini telah digunakan oleh para ulama yang mulia, yang mereka dikenal dengan berpegang teguhnya mereka terhadap Sunnah dan dikenal dengan pembelaan mereka terhadap Sunnah.

كالشيخ عبدالرحمن المعلمي رحمه الله (ت ١٣٨٦ هـ)

Seperti Syaikh Abdurrahman Al-Mu’allimi yang meninggal pada tahun 1386 Hijriyah.

في كتابه القائد إلى تصحيح العقائد

Di dalam kitab beliau Al-Qa’id ila Tashhihil ‘Aqa’id

والشيخ الإمام العالم القدوة عبدالعزيز بن عبدالله بن باز رحمه الله في رسالته تنبيهات هامة على ما كتبه محمد على الصابوني في صفات الله عزوجل

Demikian pula digunakan nisbah ini (laqab ini), oleh Syaikh Abdul Aziz ibnu Abdullah bin Baz (semoga Allāh merahmati beliau) di dalam risalah beliau Tanbihat Haamah, peringatan-peringatan penting atas apa yang ditulis oleh Muhammad ‘Ali Ash-Shabuni di dalam masalah sifat Allāh ‘Azza wa Jalla.

Jadi baik ulama zaman dahulu maupun ulama zaman sekarang, mereka sudah menggunakan kalimat Salafi ini.

وقد سئل الشيخ عبدالعزيز رحم الله هذا السؤال: ما تقول فيمن تسمي بالسلفي والأثري هل هي تزكية؟

“Apa yang engkau pandang ya Syaikh, bagaimana pendapatmu tentang orang yang menggelari dirinya dengan Salafi atau menggelari dirinya sebagai Atsari. Apakah yang demikian termasuk tazkiyah yaitu penyucian diri, memuji diri sendiri dengan sesuatu yang tidak boleh?”

Maka apa kata Syaikh? Apakah boleh mengucapkan Salafi atau Atsari?
Beliau mengatakan,

فأجاب رحمه الله: إذا كان صادقا أنه أثري، أوسلفي لابأس

Kalau memang benar, jujur, dia adalah orang yang mengikuti Atsar, mengikuti para Salaf maka tidak masalah.

مثل ما كان السلف يقولون: فلان سلفي، فلان أثري، تزكية لابد منها تزكية واجبة

Beliau mengatakan seperti yang dilakukan oleh para Salaf, dia mengatakan, “Fulan adalah Salafi” atau “Fulan adalah seorang Atsari,” ini adalah tazkiyah, tapi tazkiyah yang memang harus, kata beliau.

Tazkiyah yang memang harus dilakukan, yaitu menisbatkan dirinya kepada para As-Salaf.

والشيخ العالم العلامة محمد ناصر الدين الألباني رحمه الله في كتابه “مختصر العلو” ومقدمته لشرح. العقيدة الطحاوية وكتابه التوسل

Demikian pula hal inikah yang diterangkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullāh di dalam kitab beliau “Mukhtashar Al-‘Uluw” (ringkasan dari kitab Al-‘Uluw) kemudian di dalam muqaddimah dari Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyah dan juga kitab beliau At-Tawassul, disebutkan tentang perkara ini, yaitu tidak masalah seseorang menisbatkan dirinya kepada para Salaf.

Para Ikhwah, para Koordinator, Musyrifin dan juga Musyrifat, para Admin yang dimuliakan oleh Allāh ﷻ, itulah sebagian nukilan dari para ulama kita, tentang masalah menisbatkan diri kepada para Salaf dan tentunya pelajaran yang bisa kita ambil adalah, tidak masalah seseorang menamakan dirinya sebagai seorang Salafi dan menisbatkan dirinya kepada para Salaf dan itulah yang memang seharusnya dilakukan oleh seorang Muslim dan juga Muslimah. Dan masih ada di sana nukilan dari para ulama yang lain.

Insyaa Allāh, kita lanjutkan pada kesempatan yang mendatang.

والله تعالى أعلم
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top